ABSTRAK
Setelah berlakunya peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 56 tahun 1960 tentang penetapan luas tanah pertanian, terdapat pasal 7 ayat (1) yang berbunyi "barang siapa menguasai tanah-pertanian dengan hak gadai yang pada waktu mulai berlakunya Peraturan ini sudah berlangsung 7 tahun atau lebih wajib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dipanen, dengan tidak ada hak untuk menuntut pembayaran uang tebusan" (Subekti and Tjitrosudibio 2009). Salah satu praktik gadai sawah yang terdapat di Kecamatan Kuranji Kota Padang, sampai saat ini masih ada, masyarakat yang belum melaksanakan peraturan yang telah dikeluarkan oleh Peraturan Pemerintahan tersebut diatas.
Kata Kunci : Gadai Sawah, Teori Keadilan
KONSEP HUKUM GADAI DAN TEORI KEADILAN (ARISTOTELES)
A. Hukum Gadai
Menurut Pasal 1150 KUHPerdata, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan (Subekti and Tjitrosudibio 2009).
Gadai Menurut KUHPerdata adalah hak yang tidak dapat dibagi-bagi, dimana sebagian pembayaran tidak membebaskan sebagian benda yang digadaikan diatur dalam pasal 1160 KUHPerdata. Dimana hak gadai sebagai jaminan kebendaan haruslah dibayar atau dilunasi secara keseluruhan. Ciri-ciri dari gadai yang diatur menurut KUHPerdata adalah sebagai berikut (Dalimunthe 2018):
1.Benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud.
2.Benda gadai harus di bawah kekuasaan penerima gadai yang diserahkan oleh pemberi gadai kepada penerima gadai.
3.Perjanjian gadai bersifat Accesoir yaitu adanya hak dari gadai sebagai hak kebendaan tergantung dari adanya perjanjian.
4.Barang yang digadaikan berada di bawah penguasaan penerima gadai selaku pemegang hak gadai (Pasal 1150 jo. Pasal 1152 KUH Perdata). Seperti, Pemberi gadai meminjam emas dengan jaminan sawah. Maka sawah tersebut harus di serahkan kepada penerima gadai sebagai jaminan untuk kepastian pembayaran hutangnya bagi penerima gadai namun bukan untuk dimiliki.
5.Hak gadai tetap melekat untuk seluruh bendanya.
6.Jaminan gadai memberikan hak preferent (hak yang didahulukan) kepada penerima gadai. Seperti, juka penerima gadai cedera janji, maka penerima gadai memiliki hak untuk menjual jaminan tersebut, dan hasil penjualannya digunakan untuk melunasi utang pemberi gadai. Jika terdapat penerima gadai lain yang memiliki tagihan terhadap pemberi gadai yang sama, maka pemberi gadai harus melunasi pinjaman dari penerima gadai yang pertama dulu, baru penerima gadai yang kedua dan seterusnya.
7.Jaminan gadai mempunyai hak eksekutorial (tindakan eksekusi hukum). Pemegang gadai atas kekuasaannya sendiri punya hak menjual benda yang digadaikan kepadanya jika pemberi gadai debitur cedera janji dan hasil penjualan tersebut digunakan untuk melunasi utang pemberi gadai. Penjualan harus dilakukan di muka umum dengan cara lelang. Jika hasil penjualan mencukupi untuk melunasi utang, dan terdapat kelebihan, kelebihannya dikembalikan kepada pemberi gadai. Namun jika hasil penjualan barang gadai ternyata tidak cukup melunasi utang pemberi gadai, maka kekurangan harus tetap dilunasi pemberi gadai. Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan barang jaminan di lunasi terlebih dahulu dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang.
Hak jaminan mencakup hak untuk membayar kembali utang melalui penjualan benda yang dijaminkan. Artinya, harta benda yang menjadi objek gadai tidak dapat menjadi harta milik penerima gadai. Akan tetapi, hanya sebagai jaminan bagi penerima gadai. Oleh karena itu, apabila pemberi gadai tidak mampu melunasi utangnya, maka penerima gadai tidak berhak mengambil alih barang yang digadaikan. Sebaliknya, penerima gadai harus menjual jaminan dan hasil penjualan jaminan tersebut digunakan untuk membayar utang pemberi gadai. Sifat ini sesuai dengan sifat jaminan pada umumnya, yakni sebagai jaminan pelunasan utang, dan bukan sebagai hak untuk memperoleh kepemilikan atas jaminan tersebut. Janji apa pun yang memberikan kepemilikan atas barang yang digadaikan kepada kreditor adalah tidak sah secara hukum (Tampubolon Boris, 2019).
B.Teori Keadilan (Aristoteles)
Adil dalam Kamus Besar Bahsa Indonesia adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran, sepatutnya, tidak sewenang-wenang (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa 2022). Kata "adil" digunakan baik oleh mereka yang melanggar hukum maupun oleh mereka yang mendapatkan lebih dari yang seharusnya mereka dapatkan yaitu, oleh mereka yang berbuat curang. Baik orang yang taat hukum maupun orang yang jujur adalah adil. Orang yang adil adalah orang yang tindakannya adil, seimbang, dan jujur dalam arti hukum. Orang yang tidak jujur adalah seseorang yang melanggar hukum atau bertindak tidak adil atau tidak jujur. Benar secara hukum memiliki arti yang luas, sedangkan kesetaraan memiliki arti yang sempit (Mardani 2024). Aristoteles membagi keadilan kepada dua macam, yaitu :
1.Keadilan kumulatif atau justitia cummulativa adalah suatu keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing. Keadilan ini didasarkan pada transaksi baik yang sukarela atau tidak. Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya dalam perjanjian tukar-menukar. Keadilan korektif yaitu keadilan yang menyediakan prinsip korektif dalam transaksi privat, keadilan korektif digunakan oleh hakim dalam menyelesaikan perselisihan dan memberikan hukuman terhadap para pelaku kejahata.
2.Keadilan distributif atau justitia distributiva adalah suatu keadilan yang memberikan kepada orang-orang sesuai dengan layanannya atau mendistribusikan sesuai dengan haknya. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara masyarakat dan individu. Keadilan distributif dilaksanakan dalam pendistribusian kehormatan, kekayaan, dan barang-barang lain yang dapat dibagi dalam masyarakat, yang mana pembuat undang-undang dapat mengalokasikannya secara merata atau tidak merata di antara para anggotanya. Prinsip pembagian yang adil adalah pemerataan yang proporsional (keseimbangan) (Faisal and Mariyani 2010). Keadilan distributif berkaitan dengan penentuan hak dan distribusi hak yang adil dalam hubungan antara masyarakat dan negara, dalam arti apa yang harus disediakan negara bagi warganya, menyediakan hal-hal yang dibutuhkan warga negaranya secara adil, atau dengan kata lain ketika keadilan distributif telah terwujud, maka situasi ini akan mendekati apa yang disebut situasi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh masyarakat (Johan Nasution 2014).
PRAKTIK DAN ANALISIS GADAI
A. Praktik Gadai
Pada sama dahulu mayoritas mata pencarian masyarakat Kecamatan Kuranji Kota Padang yaitu dibidang pertanian, baik berupa persawahan, ladang dan lain sebagainya. Persawahan, ladang tersebut bisa digadaikan untuk keperluan memperbaiki rumah gadang, membangun lasuang (alat penumbuk beras) dan sebagainya selama digunakan untuk kepentingan bersama kaum (keluarga). Gadai merupakan suatu perjanjian pinjam-meminjam dengan memberikan jaminan kepada penerima gadai yang sudah menjadi suatu tradisi dalam adat minangkabau. Selama pinjaman belum dilunasi, jaminan akan tetap berada di tangan penerima gadai. Tradisi ini bermula dari asas kepemilikan tanah komunal dalam adat matrilineal masyarakat Minangkabau, yang mana tanah publik merupakan tanah yang tidak dimiliki secara privat dan tidak dapat diperjualbelikan. Tradisi gadai ini muncul dari kesepakatan bersama dan mempunyai fungsi sosial, karena sebagian besar pegadaian dan pemegang gadai merupakan orang-orang yang sasuku dan atau sanagari. Tradisi gadai didalam masyarakat adat Minangkabau sudah menjadi adat turun-temurun dalam masyarakat tersebut sebelum berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Namun terdapat persoalan dalam pemanfaatan sawah gadai ini, dimana penerima gadai bisa memanfaatkan dan mengambil hasil dari pemanfaatan objek gadai tersebut, selama pemberi gadai belum bisa menebus hutangnya tanpa adanya batas waktu dalam pelunasannya. Seperti yang disampaikan oleh ibu S sebagai ahli waris dari pemberi gadai, bahwa:
"Dahulu mamak menggadaikan sawah untuk keperluan membangun lasuang, memperbaiki rumah gadang yang rusak. Karena diperlukan uang, mamak menggadaikan sawah kepada orang lain dengan mengambil emas penerima gadai tersebut, yang termuat diatas surat pagang-gadai pada tahun 1971, kemudian ditanda-tangani oleh pihak pagang-gadai dan saksi serta diketahui oleh kepala kampung. Didalam surat tersebut mengadung isi, bahwa si A menggadaikan 9 (sembilan) piring sawah besar kecil kepada B dengan jumlah gadaiannya 150 (seratus lima puluh) emas. Sawah tersebut terus dimanfaatkan oleh enek selama kami belum bisa menebus emas yang telah diberikan orang tua enek. Dari tahun 1971 sampai tahun 2025, sawah tersebut masih dikelola dan diambil manfaatnya oleh enek" (S, 2025)
Dari keterangan diatas sudah 54 (lima puluh empat) tahun sawah gadai tersebut dimanfaatkan oleh penerima gadai. Dilihat dari lamanya penerima gadai memanfaatkan sawah tersebut, penulis merasa terdapat ketidak adilan terhadap pemberi gadai, yang sudah selama itu penerima gadai mengelola dan mengambil manfaat dari sawah yang digadaikan tersebut. Kemudian penerima gadai juga mengatakan bapak E sebagai ahli waris penerima gadai, bahwa :
"Saya mau mengembalikan sawah ini, dengan syarat ahli waris pemberi gadai memberi saya uang/emas yang telah dipinjamkan oleh orang tua saya, saya rasa sudah memakan lebih hak dari memanfaatkan sawah gadai ini. Jadi saya mau mengembalikan sawah ini, dengan syarat tersebut diatas" (E, 2025)
Dari penjelasan diatas terdapat pengakuan dari ahli waris penerima gadai, yang telah lebih memakan hak atas sawah yang digadaikan tersebut. Namun ia akan mengembalikan sawah gadaian tersebut dengan syarat ahli waris pemberi gadai menebus emas yang telah dipinjam dahulu.
B. Analisis Gadai
Gadai merupakan hak yang diberikan pemberi gadai kepada peenrima gadai untuk menguasai objek gadai sebagai jaminan kepastian dalam pelunasan hutang. Berdasarkan fakta yang terjadi dilapangan, memang benar pengertian gadai sudah benar dilakukan oleh beberapa masyarakat Kecamatan Kuranji Kota Padang, dimana objek gadai dikuasi oleh penerima gadai. Namun disini terdapat ketidak adilan dalam pemanfaatan objek gadai yang telah dilakukan penerima gadai, yang mana telah memanfaatkan objek gadai tersebut sudah lebih dari jumlah peminjaman emasnya.
Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan narasumber tersebut diatas, dimana masa gadainya di mulai pada tahun 1971, sudah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tahun 1960, yang menyatakan padal pasal 7 ayat (1) bahwa "barang siapa menguasai tanah-pertanian dengan hak gadai yang pada waktu mulai berlakunya Peraturan ini sudah berlangsung 7 tahun atau lebih wajib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dipanen, dengan tidak ada hak untuk menuntut pembayaran uang tebusan". Untuk kasus diatas sudah bisa menggunakan peraturan ini dalam menyelesaikan persoalan gadai yang terjadi. Dilihat dari segi pemanfaatannya pengelolaan sawah gadai yang di lakukan oleh penerima gadai untuk lamanya waktu tersebut diatas, sudah lebih dari cukup dalam penebusan peminjaman yang dilakukan oleh pemberi gadai. Pemberi gadai tidak mendapatkan keadilan, sebagaimana salah satu keadilan menurut Aristoteles yaitu keadilan distributif suatu keadilan yang memberikan kepada orang-orang sesuai dengan layanannya atau mendistribusikan sesuai dengan haknya. Prinsip pembagian yang adil adalah pemerataan yang proporsional (keseimbangan). Dengan pernyatakan dari ahli waris penerima gadai yang menyatakan bahwa ia sudah banyak memakan hak dari pemanfaatan gadai tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat tidak keseimbangan dalam memperoleh suatu hak. Dimana pemberi gadai hanya meminjam 150 (seratus lima puluh emas) emas ditambah lagi ahli waris penerima gadai ingin mengembalikan sawah gadaian tersebut dengan syarat mengembalikan emas yang telah di pinjam pemberi gadai tersebut, akan tetapi penerima gadai sudah mengambil manfaat dari sawah gadai sudah lebih dari pinjaman emas dari sipemberi gadai.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, masih belum tersosialisainya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Pasal 7 ayat (1) kepada masyarakat, bahwa tanah yang di gadaikan sudah lebih dari 7 (tujuh) tahun dapat diminta kembali tanpa adanya tebusan. Kemudian juga terdapat keadilan yang tidak diperolah penerima gadai dikaitkan dengan teori keadilan distributif menurut Aristoteles, dimana keadilan itu harus seimbang sesuai dengan haknya. Dalam kasus ini, penerima gadai sudah lebih memakan hak dari besarnya pinjaman pemberi gadai dan juga masih meminta tebusan pinjaman emas yang telah dipinjam pemberi gadai dahulu dengan posisi penerima gadai sudah mengetahui bahwa ia sudah banyak memakan hak dari pemberi gadai. Yang mana seharusnya ahli waris penerima gadai menyerahkan sawah gadaian yang sudah dimanfaat selama 54 (lima puluh empat) tahun tersebut tanpa adanya tebusan yang perlu dibayarkan oleh ahli waris pemberi gadai.
REFERENSI
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2022. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi V. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Dalimunthe, Dermina. 2018. Objek Gadai Dalam Kita Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Padangsidimpuan.
Faisal, Emil El, and Mariyani. 2010. Buku Ajar Filsafat Hukum. Palembang: Bening Media Publish.
Johan Nasution, Bahder. 2014. KAJIAN FILOSOFIS TENTANG KONSEP KEADILAN DARI PEMIKIRAN KLASIK SAMPAI PEMIKIRAN MODERN. Vol. 3. Jambi: Mei-Agustus.
Mardani. 2024. Teori Hukum: Dari Teori Hukum Klasik Hingga Teori Hukum Kontemporer. Jakarta: Kencana.
Subekti, and Raden Tjitrosudibio. 2009. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Jakarta: PT.Pradnya Paramita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI