Dari konteks tersebut, peran wanita ini adalah menjadi seorang istri ( ibu ), jika dia sudah menikah maka dia harus mendidik anak dan mengatur rumah. Konteks tersebut bukan ditujukan pada wanita yang belum menikah. Adapun pendapat lain yang lebih sedang konteksnya, menyatakan bahwa seorang wanita diperkenankan bekerja diluar rumah tetapi dalam bidang-bidang atau potensi tertentu.
Namun secara keseluruhan, para ulamapun sesungguhnya sepakat untuk memperbolehkan seorang wanita bekerja diluar rumah, tetapi para ulamapun memberi batasan yang harus dipatuhi dan ditaati, jika seorang wanita tersebut sudah menikah atau sudah mempunyai suami, maka ia harus terlebih dulu meminta izin kepada suaminya sebagai kepala keluarga, karena sebagai seorang wanita kita sangat perlu mendapatkan ridho suami, jika suami tidak mengizinkannya maka haram baginya untuk bekerja diluar rumah dan jika wanita memaksakan/tidak mendengarkan suaminya maka ia termasuk durhaka kepada suami.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa wanita yang berkarir dalam sudut pandang islam itu tidak apa-apa (dibolehkan) asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti meminta izin kepada suami,dan juga harus bisa menempatkan dirinya dalam mengurus rumah tangga, anak dan suaminya ( jika sudah menikah ), kebutuhan ekonomi yang mendesak atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga menjadi alasan kuat untuk wanita bekerja diluar rumah.
Pada zaman dahulu, wanita hanya diperjual-belikan ( barang dagangan ). Tetapi sejak agama Islam muncul, wanita menjadi memiliki keistimewaan seperti mendapatkan hak-haknya, yaitu hak dalam bidang politik, hak dan kewajiban dalam belajar dan hak keluar rumah.
Terbukti pada zaman Rasul banyak wanita yang ikut serta dalam dunia politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H