Mohon tunggu...
Desinta IndriWahyuni
Desinta IndriWahyuni Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswi Universitas Jember

Mahasiswi Universitas Jember Prodi S1 Perencanaan Wilayah Kota

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengapa Pajak Perlukan Reformasi?

12 April 2020   11:05 Diperbarui: 12 April 2020   13:34 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perekonomian nasional Indonesia kini sedang mengalami perlambatan, hal tersebut dikarenakan oleh perlambatan ekonomi secara global. Perlambatan ekonomi secara global terjadi karena dampak dari beberapa peristiwa yang terjadi baru-baru ini, misalnya trump effect, slow down of China economy. Ditambah lagi dengan peristiwa yang saat ini terjadi yaitu kasus virus Covid-19 yang kini mewabah di seluruh dunia, juga menjadi penyebab sistem perekonomian global terguncang. Efek tersebut tentunya membawa pengaruh yang signifikan terhadap perekonomian nasional Indonesia.

Di tengah perlambatan perekonomian nasional yang kini dihadapi Indonesia, diharapkan peran pajak dalam APBN mampu menjadi kekuatan dan membantu pertumbuhan perekonomian agar tetap stabil. APBN sendiri yang merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang dikeluarkan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, diharapkan kali ini mampu melaksanakan fungsinya dengan baik. Dalam APBN tersebut salah satu sumber pendapatan negara yaitu dari sektor pajak.

Pajak ditetapkan sebagai salah satu sumber utama pendapatan terbesar negara dalam APBN. Sehingga Pajak sendiri berperan penting dalam  mendukung pembangunan baik itu dari sektor ekonomi hingga pembangunan infrastruktur melalui APBN.

Namun kendala pada APBN sendiri yang bersangkutan dengan sektor pajak yaitu minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya wajib pajak yang perlu ditingkatkan lagi. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang disempurnakan kembali dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan menjelaskan bahwa, pajak adalah konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan  imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam hal tersebut sangat jelas bahwa warga negara diwajibkan untuk berkonstribusi dalam hal membayar pajak sebagai bentuk kewajiban warga negara untuk berperan aktif dalam pembiayaan pembangunan nasional. Namun sangat disayangkan, hingga kini sistem perpajakan yang ada dinilai belum mampu bekerja secara maksimal dalam mengatasi masalah kepatuhan perpajakan yang menjadi sorotan utamanya.

Bila dilihat dalam postur APBN tahun 2019 tercatat besar pendapatan negara sebesar Rp 2.165,1 triliun dan belanja negara sebesar Rp 2.461,1 triliun. Dari data itu terlihat pendapatan negara masih jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan pembelanjaan yang dilakukan negara sehingga terjadi defisit. Pendapatan negara tersebut sebagian besar di peroleh dari sektor pajak, dengan rician pendapatan negara yaitu penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.786,4 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 378,4 triliun dan hibah sebesar Rp 0,4 triliun. Besarnya pendapatan negara dari sektor pajak yang telah diketahui harusnya menjadi fokus utama dalam mengoptimalkan usaha peningkatan pelayanan pada system perpajakan agar wajib pajak semakin giat untuk membayar pajak. Agar nantinya pajak sebagai sumber pendapatan tersebasr APBN mampu terus menjadi penyokong perekonomian negara ditengah terguncangnya perekonomian global.

Menyikapi persoalan tersebut tentunya harus ada sikap tegas dari pemerintah mengenai sistem perpajakan. Untuk itu pemerintah melakukan reformasi terhadap system perpajakan, dengan fokus utama dilakukannya reformasi ini yaitu meningkatkan kepatuhan perpajakan.

Menurut Williamson dalam Mas'oed (1994:60) menyebutkan reformasi perpajakan  meliputi perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi perpajakan, mengurangi terjadinya penghindaran dan manipulasi pajak, serta mengatur pengenaan pada asset yang berada di luar negeri. Sedangkan pengertian reformasi perpajakan menurut Anggito Abimanyu (2003:15) adalah perubahan mendasar di segala aspek perpajakan yang memiliki 3 tujuan utama yaitu, tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, dan produktivitas aparat perpajakan yang tinggi.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat kita simpulkan dalam reformasi perpajakan yang terus melakukan pembenahan khususnya  pada sistem perpajakan sendiri tentunya diperlukan peran serta dari warga negara untuk merealisasikannya.

Direktorat Jendral Perpajakan (DJP) telah melakukan reformasi perpajakan sebanyak lima kali yakni dimulai pada tahun 1983 reformasi pada Undang-Undang perpajakan sekaligus untuk pertama kalinya reformasi perpajakan dilakukan, yang dilanjutkan pada tahun 1991 hingga tahun 2000. Selanjtnya, dilakukan reformasi birokrasi pada tahun 2000 hingga tahun 2001 sebagai persiapan Reformasi Perpajakan Jilid I. Kemudian Reformasi Perpajakan Jilid I dilakukan pada tahun 2002 hingga tahun 2008. Reformasi keempat dilakukan pada Reformasi Perpajakan Jilid II pada tahun 2009 hingga tahun 2014 dan reforasi kelima dilakukan pada Reformasi Perpajakan Jilid II pada tahun 2017 yang ditargetkan hingga tahun 2024 mendatang.

Di era saat ini yang semakin mengalami perkembangan dalam berbagai aspek terutama perkembangan ekonomi digital tentunya sistem perpajakan yang ada harus menyesuaikan perkembangan tersebut. Tujuan penyesuaian sistem perpajakan dengan perkembangan ekonomi digital saat ini tak lain adalah untuk memberikan kemudahan dalam pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak. Dengan kemudahan yang di berikan diharapkan kepatuhan perpajakan oleh wajib pajak mengalami peningkatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun