From: Fatwa Pujangga - Said Effendi/Rendi ‘Arai’ Ahmad, proyek @poscinta tim pertama, tulisan kedua.
Kubuka lipatan tipis kertas surat berwarna cokelat yang sudah setengah kusut masai. Dengan jantung berdebar cepat layaknya tabuhan tangan di atas kendang kulit kerbau dalam lagu gurindam Melayu kesukaan ibu, aku membuka suratmu dengan tak sabar. Tulisan sambung berwarna hitam pekat mengisi sebagian kertas itu. Tulisan yang tak asing karena selalu menjadi pengantar tidur dan senggangku setiap minggu, di mana kau selalu mengirim bait-bait merayu puisi khas anak dermaga. Ya, itu sebutan penduduk sini untuk kawananmu. Orang-orang yang menghabiskan waktunya di atas ayunan ombak dan angin laut.
Teruntuk adinda Fatma terkasih di atas rumah panggung.
Dik, begitu surat ini sampai ke atas tangan dengan kuku cantikmu, mungkin kau sudah tidak dapat lagi mencium aroma asin dari tubuhku setiap menyinggahimu. Tak ada lagi panganan manis dodol rumput laut buatan Mak Cik Rumi yang akan kucicipi. Dan takkan ada lagi sapaan berlogat kental dari mulut Pak Cik Husni yang akan kudengar. Salam hormat untuk ayah dan ibumu itu.
Fatma tercinta, maaf telah membuat kau sedih karena aku tak sempat mengabarimu perihal keberangkatanku ke Malaka demi melanjutkan cita-cita keluarga untuk mencari kejayaan kami di sana. Kemarin ayahandaku tiba-tiba mengatakan bahwa kami berdua harus berangkat pagi ini dari dermaga Teluk Benali. Setelah sembahyang subuh aku sempatkan menulis surat ini dan menitipkannya kepada Hasan untuk disampaikannya padamu. Hal terberat yang harus kau camkan, Dinda, bahwa aku belum tau kapan kembali. Seperti yang kau tau bahwa Malaka luas dan penuh bahaya. Tapi, ingat ini: aku pasti datang.
Sekian surat yang Abang tulis. Semoga dapat menjadi pelipur laramu saat rindu datang. Jaga dirimu baik-baik. Jangan lupa sembahyang dan mengaji, serta rajin-rajinlah membantu Mak Cik ke ladang. Berharap suatu hari aku dapat melamarmu ketika kau telah menjadi calon istri salihah yang berbakat mengurus hidup.
Tertanda: Kakanda Mochtar
Aku menekan surat itu di atas kain sulaman benang emasku. Air mata menetes di atasnya. Segera kuseka agar tak merusak hartaku ini, suratmu. Ingin rasanya membalas tanda cintamu ini, tapi entah kemana akan aku alamatkan. Hanya akan ada rasa rindu tak bertepi hingga kau membawa langkahmu kembali ke sini. Hati-hati, Kanda. Jaga dirimu baik-baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI