Mohon tunggu...
Desi Kusnendari
Desi Kusnendari Mohon Tunggu... -

guru matematika, pernah mengajar di sebuah SMP di pulau kecil yang terpencil di wilayah Ternate

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyesuaikan Diri, Bukan Mengubah Jati Diri

17 Oktober 2014   19:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:39 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya kira sudah sangat umum, jika seorang guru pernah mengalami kegalauan dalam menghadapi dan mengorganisasikan kelas untuk mendapatkan pembelajaran yang bermakna.

Tulisan ini adalah cerita kegalauan yang pernah saya alami sebagai guru yang mengajar di sebuah daerah yang jauh dari tempat asalnya.

Pandangan bahwa lingkungan tempat tumbuh kembang anak sangat berpengaruh pada pembentukan karakternya, sudah saya terima sejak masa kuliah dulu. Akan tetapi, di usia saya yang sepertiga abad, barulah saya benar-benar merasakan dan membuktikan kebenarannya secara nyata.

Kondisi lingkungan baik secara fisik geografis maupun budaya, membentuk karakter khas pada masyarakatnya. Saya yang asli orang Jawa tumbuh menjadi guru yang cukup lemah lembut, baik dalam cara berbicara maupun bersikap. Sementara siswa-siswi saya adalah anak-anak yang tumbuh dalam wilayah kepulauan yang dekat dengan gemuruh ombak dan tertempa dengan kehidupan laut yang relatif keras. Mereka tumbuh menjadi siswa yang kuat (keras), aktif dan terbuka.

Perbedaan karakter tersebut ternyata cukup menjadi tantangan dalam pelaksanaan tugas mengajar saya. Siswa yang keras, yang hanya dapat berhenti ribut dengan sentuhan ujung rotan (kayu), yang lebih aktif secara verbal dengan suara yang powerfull, awalnya mengalahkan karakter saya yang terbiasa mengingatkan dengan nasehat atau kata-kata, ditambah lagi volume suara yang terbatas.

Banyak teman-teman yang menyangsikan, apakah saya dapat melaksanakan pembelajaran dalam perbedaan tersebut. Saya sendiri sempat galau, apakah harus saya mengubah karakter saya.

Pada akhirnya, saya tersadar bahwa saya merasa sakit dan tersiksa untuk mencoba mengubah karakter saya menjadi seperti mereka. Saya merasa, saya bukan lagi saya. Selain itu, saya menyadari, karakter saya yang lemah lembut bukanlah karakter negatif yang perlu diubah. Yang perlu dilakukan adalah, menyesuaikan diri dengan karakter mereka yang cukup berbeda signifikan, dan menjalin komunikasi terutama dengan siswa agar saling memahami karakter masing-masing sehingga saling menghargai dan bisa bekerjasama.

Bersyukur pelan-pelan akhirnya saya dapat merasakan suasana pembelajaran yang lebih bermakna meski belum bisa dikatakan ideal. Pelan-pelan semakin banyak siswa yang berusaha menyesuaikan dengan karakter saya. Saya juga mulai bisa memberdayakan keaktifan mereka yang berlebih dalam proses pembelajaran.

Salah satu indikasinya, saat beberapa waktu lalu seorang siswa bercerita tentang nilai matematikanya di SMP yang tidak pernah bagus. Setelah masuk di SMK dan belajar bersama saya, dia merasa mulai memahami matematika, dan nilai 9 yang saya berikan di raportnya saat kelas X semakin memotivasinya untuk tetap semangat belajar hingga kami bertemu lagi di kelas XII. Di kelas XII ini saya masih menemukan semangat belajarnya sama seperti di kelas X dulu.

Ternyata bukan itu saja, dia mengatakan juga bahwa dia suka melihat penampilan saya yang sederhana, berbeda dengan kebanyakan guru lainnya.

Cerita siswa tersebut membuat saya sadar, ternyata perbedaan tidak harus selalu menggalaukan, justru dari perbedaan itu seringkali bisa ditemukan nilai-nilai baru yang positif yang bisa saling melengkapi. Menyesuaikan diri bukan berarti mengubah karakter positif yang kita miliki.

Dan teringatlah pula saya dengan falsafah Jawa, GURU : “digugu lan ditiru” artinya “dipercaya dan diteladani”. Maka menjadi seorang guru idealnya memiliki karakter positif yang kuat, supaya dapat dipercaya dan diteladani oleh siswa khususnya.

(Tulisan ini adalah tugas dalam diklat online PPPPTK Matematika)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun