Mohon tunggu...
Desi Elvera
Desi Elvera Mohon Tunggu... -

Dulu suka menulis, sekarang mulai belajar lagi :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ortu Pilih Kasih?

25 Februari 2014   21:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:28 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini diskusi ngalor-ngidul kami berujung pada tema yang agak serius "Mungkinkah orang tua bisa pilih kasih terhadap anak-anaknya?" Hmmm jawabannya mungkin iya dan bisa jadi tidak. Namun bagi kami, sudah sejak lama merasakan bahwa cinta kasih kepada anak pertama dan anak kedua itu berbeda. Loh kok bisa?!

Begini! Meski pola didik yang kami terapkan sama, namun sepanjang kehidupan keluarga kami, ada kondisi-kondisi internal dan eksternal yang berubah seperti lingkungan sosial, status finansial, dan (utamanya) usia, pengalaman serta kebijaksanaan. Lalu berkenaan dengan konsistensi dan pemahaman kami terhadap pola didik sendiri, nyatanya juga tidak mutlak dan statis namun dinamis! Hal ini mengingat kami sebagai orang tua tidak luput dari kesalahan dan selalu berusaha belajar hari ke hari memperbaiki diri. We do believe that being parent is a long life learning.

Sebagai contoh, kami punya pengalaman naik motor bertiga dengan anak pertama saat hujan-hujanan. Kebasahan, lalu berteduh kemudian bermain rumah-rumahan dalam jas hujan. Pengalaman tersebut melekat sangat dalam bagi kami. Meski kadang kami hendak mengulang hal yang sama dengan anak kedua, tapi tetap saja romantismenya menjadi lain. See! getaran yang kami rasakan beda!

Lalu ada pula perasaan bersalah dimana saya tidak bisa menunaikan hak menyusui si Sulung sampai 24 bulan. Quilty feeling tersebut menjadi daya dorong sangat besar bagi saya untuk menyempurnakan kewajiban menyusui adiknya sampai lebih dari 2 tahun. "Maafkan bunda nak, dulu bunda belum pintar, dan terima kasih telah memberikan pelajaran sangat berharga bagi bunda". Begitulah rasa syukur di satu sisi, menjadi bentuk terima kasih di sisi lain. Ini beda!

Belum lagi sifat dan karakter dari masing-masing mereka yang unik. Seringkali kami harus memilah-milah cara berkomunikasi pada si Sulung yang super sensitif dan kepada si Bungsu yang easy-going. Ini juga jelas beda! Kepada si Sulung kami harus lebih banyak melatih bersabar, kepada si Bungsu kami harus terus mendorongnya lebih berani. Dampaknya, treatment keseharian kami terhadap dua anak kami ini menjadi beda! Yup beda!

Di atas itu semua kami percaya bahwa segala faktor tersebut membentuk dan memformula rasa cinta dan kasih kami kepada anak-anak. Sulit untuk digambarkan, namun ketika saya mencium dan memeluk mereka dengan erat kemudian meresapi perasaan yang saya rasakan, jelas sekali terasa bahwa cinta kepada si Sulung memiliki 'rasa' yang berbeda dengan cinta kepada si Bungsu.

Selanjutnya pikiran saya memutar ulang memori saat mereka dalam kandungan, perjuangan proses persalinan, sampai pada masa-masa tumbuh kembang masing-masing mereka yang unik dan spesial. Ahhh pantas saja rasanya berbeda.

Akhir diskusi kami mengantarkan pada kesimpulan bahwa cinta kepada anak itu kadar dan bobotnya pasti sama dan selalu 100%, dengan kata lain tidak ada orang tua yang tidak cinta kepada anaknya. Namun nuansa dan warnanya sangat dimungkinkan berbeda.

Dan begitulah! Jikalau kelak nanti si Sulung menanyakan 'kenapa Ayah Bunda memperlakukan aku kok begini, sedangkan kepada si Bungsu begitu' atau sebaliknya, yahhh semoga pada saat itu mereka bisa melihat dan merasakan sudut pandang kami. Dan kami sebagai orang tua mudah-mudahan juga tidak tergoda untuk membanding-bandingkan dan menuntut mereka untuk menjadi sama, karena kelak mereka akan menjalankan peran yang berbeda di keluarga dan masyarakat. Wallahu'alam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun