Mohon tunggu...
Desi Aulia Ulpa
Desi Aulia Ulpa Mohon Tunggu... Mahasiswa -

stay foolish, stay hungry

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bonus Demografi Membawa Peluang Penggangguran bagi Indonesia

11 September 2016   20:38 Diperbarui: 11 September 2016   20:48 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kesenjangan pekerjaan akibat bonus demografi

Secara demografis Indonesia adalah salah satu dari empat Negara besar di dunia. Negara Indonesia adalah Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India dan Amerika Serikat. Fenomena bonus demografi telah menjadi isu nasional di Indonesia. Dalam bahasa ekonomi kependudukan, bonus demografi sebagai keuntungan ekonomis yang disebabkan semakin besarnya jumlah tabungan dari penduduk produktif sehingga dapat memicu investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut tentunya menjadi jendela peluang kesempatan (windows of opportunity) bagi suatu Negara. Dengan cara mengeksistensikan kondisi manufaktur, infrastruktur, maupun UKMnya.

Yang menjadi kunci permasalahan disini adalah bagaiman cara mensinergikan bonus demografi tersebut dengan pertumbuhan ekonomi, jika secara konsep ekonomi kependudukan tersebut bisa berubah menjadi gelombang penggangguran masal dan  semakin menambah beban anggaran Negara? Melihat sejauh ini dengan berbagai kasus kemiskinan, pengangguran, dan permasalahan lainnya sehingga Indonesia pada saat ini sedang mengalami krisis multidimensi. Kemudian, apabila dilihat realitanya saat ini bahwa Indonesia diperkirakan mencapai puncak bonus demografi sekitar tahun 2017-2019 pada gelombang pertama. Dilanjut tahun 2020-2030 pada gelombang kedua. Artinya, dengan bertambahnya jumlah komposisi penduduknya pada usia produktif  antara 15-64 tahun dibandingkan dengan penduduk usia non produktif antara 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas.

Dengan adanya fenomena tersebut, mau tidak mau, sadar ataupun tidak sadar bahwa hal tersebut memang akan terjadi dan telah menghampiri negeri nusantara ini. Menurut Armida S (Kepala Bappenas) mengatakan bahwa Indonesia telah memasuki bonus demografi sejak tahun 2012 sebanyak 49, 6 persen. Oleh sebab itu, dengan adanya bonus demografi ini harus dioptimalkan secara maksimal mungkin agar investasi Sumber Daya Manusia dapat memicu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan memperkuat investasi di bidang kesehatan, pendidikan, maupun ketenagakerjaan. Yang mana semua itu pada dasarnya ditujukan kepada manusia atau people-centered development. Dikarenakan kunci utama yang diukur saat ini adalah human resource managementatau kualitas sumber daya manusia. Tentu, hal tersebut tidak akan secara otomatis dapat terlaksana dalam berkontribusi untuk menumbuhkan perekonomian.

Begitu  banyak masalah multidimensi yang secara sadar telah menjadi isu nyata di Indonesia. Pertama,indeks pembangunan manusia (IPM) yang masih menjadi dominasi di Indonesia bagian Barat dan Tengah seperti  DKI Jakarta, Pulau Jawa, Pulau Sumatra. Sedangkan IPM seperti Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, yang masih tergolong rendah. Kedua¸ indeks angka buta huruf. Dengan menunjukkan persentase kemajuan Indonesia menduduki ke-38 dari 140 negara yang sebelumnya ke-40 (Windu Nuryanti: 2013). Namun, hal ini masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu direalisasikan secara maksimal. Ketiga, tingkat ketercukupan gizi yang mana rata-rata Indonesia bagian timur masih mendominasi mengalami angka gizi buruk seperti Papua, Papua Barat, NTT. Provinsi tersebut masih termasuk dalam ketegori gizi miskin yang tertinggi dan justru Papua, Papua Barat termasuk kategori wilayah dengan sumber daya alam yang melimpah.

Kemudian, ditambah lagi dengan ironi masyarakat bahwa banyak anak banyak rezeki, tidak dapat dijadikan pembatasan karena minimnya pengetahuan terhadap program keluarga berencana yang dicanangkan oleh pemerintah. Akibatnya kurangnya produktivitas sehingga fenomena bonus demografi tersebut yang justru dapat menjadi beban, karena dapat membawa peluang pengangguran yang besar. Dikarenakan tidak bisa dioptimalkan secara maksimal karena minimnya faktor produksi yang dimiliki. Banyak Negara dapat menjadi maju dan kaya karena berhasil memanfaatkan jendela peluang bonus demografi sebagai pemicu pendapatan perkapjta sehingga kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.

Dalam hal ini, perlu dikorelasikan bahwa dengan adanya bonus demografi tersebut dapat menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi. Karena dilihat dari segi konsumsi, bahwa dengan bertambahnya jumlah penduduk dapat menjadi pangsa pasar ekonomi besar bagi komoditas produksi. Perspektif tersebut dinilai penting dengan ditambah lagi agar dapat mensiasati perkembangan teknologi era globalisasi saat ini. Yang mana sebagai dasar daripada munculnya masa peralihan industri dari yang semula ekstraktif menuju manufaktur. Apabila besarnya angka konsumsi tersebut tanpa diimbangi dengan produktivitas maka potensi bonus demografi akan menjadi melemah. Karena masih ketergantungan subsidi dengan Negara lain tanpa mampu berdikari. Kemudian, banyaknya pekerja informal dengan kualitas kerja yang belum mumpuni secara kompetitif untuk menghasilkan industrialisasi yang sifatnya strategis.

Abad ke 21 menjadi ajang bagi Negara-negara dunia ketiga untuk berkompetensi, sebagai era krisis besar maupun resesi ekonomi yang secara kolektif telah meriliskan kesepakatan bersama seperti halnya Millenium Development Goals (MDG’s) dengan kesepatakan bersama Negara-negara untuk mengatasi dampak lingkungan dari proses industrialisasi melalui Summit Meeting on Climate Change. Eksistensinya dalam bonus demografi ini, agar peluang pengangguran tidak bertambah lagi kuncinya ada di produktivitas. Karena produktivitas adalah modal dasar pertumbuhan ekonomi.

Sumber referensi:

1) Bonus Demografi sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi: Jendela Peluang atau Jendela Bencana di Indonesia?, oleh Wasisto Raharjo Jati

2) Bonus Demografi Berpotensi Tumbuhkan Ekonomi. http://hukumonline.com, April 8, 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun