Banyak hal yang terjadi di negeri setelah beberapa periode pemerintahan yang terjadi di Indonesia yang dipegang oleh elit-elite penguasa pada zamannya.Bisa dilihat dari masa pemerintahan pada awal proklamasi, orde lama, orde baru hingga sekarang pada masa reformasi. Melihat dari perkembangan yang begitu pesat banyak hal yang patut dipelajari dari beberapa sistem pemerintahan yang beraganti-ganti sistem. Dengan demikian banyak pula akses-akses positif dan negative yang timbul. Di yang paling menonjol pada masa pemerintahan orde baru yang sekian lama berkuasa selama 32 tahun. Bukan waktu yang sedikit, melain dari waktu yang lama itu pula banyak persolan yang memunculkan adanya kecurigaan publik setelah tersadar pada era sekarang ini.
Jika ditinau ulang pada masa orde baru sangat menarik dibicarkan khususnya kekuasaan dapat membuat legimitasi rakyat yang cendurung terbungkam sejak 32 tahun itu. Apa yang menyebabkan hal itu dapat terjadi? Sebelum membahas tentang sebab yang terjadi patut dipahami terlebih dahulu apa itu kekuasaan. Menurut Robson kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.Dilihat sebagai interkasi antara pihak yang mempengaruhi dengan pihak yang dipengaruhi atau yang satu mempengaruhi dan yang lain mematuhi. Hal itu secara emprik jelas terlihat pada masa kekuasaan orde baru dulu. Banyak hal yang sangat membuat rakyat patuh pada pimpinannya yang mengakibatkan berlebih-lebihan sikap kepatuhan itu. Yang sering kali memunculkan feodalime. Hingga sekarang agaknya masih terlihat pada pola-pola birokrasi yang boleh dikatakan cendurung mengarah pada sikap otoritarian birocracy (OB) yang itu tidak sesungguhnya kurang sesuai pada era reformasi sekarang ini. Maka banyak kalangan yang sengaja mengubah kultur birokrasi yang sudah sejak lama mendarah daging di era orde baru dulu. Memang perlu upaya untuk merubahnya.
Kembali pada konteks kekuasaan, ini menarik diulas bahwasanya ketika masa prakolonial dan rezim orde baru berkuasa lebih terlihat menggunakan kekuasaan menurt budaya jawa sebagai alat kekuasaannya.Kebudayaan Jawa ini tidakhanya tersebar luas dalam masyarakat pada masanya tetapi juga dihayati pada masa kini. Mungkin hal ini telah menjadikan bebrbagai belahan suku bangsa di Indonesia mengikuti pola kebudayaan jawa. Yang mana bias dilihat pada kenyataan dalam upacara-upacara resmi kenaegaraan adanya Gong yang semua kita tahu hal itu merapakan dari alat musik yang jawa di mana digunakanoleh masyarakat lainnya.
Memang tak dapat dipungkuri perjalanan sejarah dan karakter yang membentuk jiwa bangsa Indonesia tertama pada pemimpinnya telah menorehkan tempaan yang terbentuk pada jiwa pemimpin yang memana disadari cukup berbeda dengan konsep-konsep kepempinan barat.Menag Indonesia memeliki ciri khas nya sendiri, itulah yang tak dapat dipungkiri, walupun mungkin adakalanya akan mengubah system pemerintahan menjadi demokrasi.Demokrasi yang sekrang ini agaknya meniru model barat, ternyata banyak sekali kendala yang dihadapi bangsa ini. Bahkan jika mau melihat Yogyakarta yang nerupakan daerah Istimewa pun yang nota bene sedikit banyak menggunakan kekuasaan Jawa,akan disamaratakan dengan menggunakan system demokrasi ‘ala barat’’ sungguh menurut penulis itu tidak dibenarkan mengingat factor histories dalam memperjuangkan kemerdekaan RI. Namun ketika RUU Keistimewaan DIY muncul di awal-awal tahun ini, agaknya ada keingian pemerintah pusat untuk merubah sistem.Sangat disayangkan.Toh kekuasaan Jawa untuk DIY masih sejalan dengan sistem yang ada, tidak bertentangan sama sekali.
Bukan untuk Yogyakarta saja agaknya.Tentu pada pempin-pemimpin Negara pada umumnya.Apakah pemimpin yang sekarang menunjukkan arah perubahan dari ere-era sebelumnya?Memang tak dapat dipungkiri kini kehidupan lebih terasa demokratis untuk segera bangkit kearah kemajuan. Walaupun dapat dilihat bahwa dari tiga kekuasaan kisah Soekarno, Suharto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai produk budaya Jawa juga tidak ada bedanya. Hanya suatu pengulangan kisah yang sama sejak beribu-ribu tahun yang lalu yang terjadi di berbagai belahan dunia.
Apa yang harus dilakukan ke depan yaitu dengan cara merubah pola kebuadyaan Jawa harus segera digantikan dengan sikap ilmiah, rasional, keterbukaan, kesediaan menerima kritik dan koreksi, dengan pola horizontal dan egaliter agar terbuka kemungkinan mengeluarkan pikiran-pikiran alternatif lewat proses kreatif yang bebas dalam struktur yang benar-benar demokrasi.Tentu demokrasi yang disesauikan dengan karakter masyarakat Indonesia.Tak semena-mena meniru model barat.
Selamat Siang....semoga memberikan gambaran dan perenungan......
Lebih lengkapnya blog pribadi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H