Tindak Pidana Narkotika merupakan salah satu tindak pidana yang cukup banyak terjadi di Indonesia, peredaran gelap Narkotika sudah banyak memakan korban dan yang lebih memperihatinkan Narkotika pun sudah menjamah kalangan anak dibawah umur, anak remaja baik laki-laki ataupun Perempuan, Narkotika adalah zat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, baik alamiah maupun sintetik, atau obat yang apabila digunakan secara berlebihan dan berulang-ulang dapat mengakibatkan hilangnya kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan menghilangkan rasa sakit, atau mempunyai sifat psikoaktif dan menimbulkan adiksi pada pemakainya.Â
Jumlah kasus Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) tahun 2013 mencapai 35.435 kasus dan tersangka kasus Napza tahun 2013 mencapai 43.767 kasus yang di dominasi oleh WNI sebanyak 43.640 orang dan WNA sebanyak 127 orang, Narkotika dalam hal ini adalah pecandu narkotika dan korban narkotika
Narkotika diatur dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 , penerapan yang ada dalam undang-undang tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek yuridis contohnya beberapa ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang bertujuan untuk melindungi sumber daya manusia yang ada tetapi tidak semua penyalahguna dijatuhi pidana penjara tetapi ada pilihan yaitu Rehabilitasi.
Rehabilitasi adalah sebuah upaya dalam hal penanggulangan tindak pidana Narkotika yang mana terbagi menjadi 2 (dua) yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, rehabilitasi medis menurut ketentuan umum pasal 1 angka 16 undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantunagn Narkotika.Â
Sementara rehabilitasi sosial menurut ketentuan umum pasal 1 angka 17 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.Â
Pada pasal 54 UU Narkotika disebutkan Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri, dalam hal rehabilitasi Medis selain dengan pengobatan pecandu narkotika juga membutuhkan dukungan dari orang-orang sekitar melalui pendekatan masyarakat dan pemerintah setempat untuk mengembalikan kepercayaan diri pecandu narkotika dan membantu proses penyembuhannya.
Penyalahgunaan Narkotika merupakan suatu bentuk kejahatan. Tetapi kejahatan disini adalah kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang dikatakan pecandu dalam hal tidak legalnya pecandu tersebut dalam mengonsumsi Narkotika, serta melawan Undang-Undang, karena sudah diatur tentang peraturan tentang tidak bolehnya mengonsumsi Narkotika secara ilegal.
Hukum pidana adalah suatu aturan yang terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus yang dijatuhkan kepada si pelaku agar mendapatkan efek jera dari perbuatan yang telah ia lakukan. Sehingga bisa dikatakan, hukum pidana adalah suatu sanksi yang dijatuhkan kepada si pelaku agar mendapatkan efek jera.
Pidana itu sendiri mempunyai beberapa bentuk sanksi. Sanksi dalam pidana tersebut terdiri atas adalah pidana pokok, antara lain pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan, serta pidana tambahan, antara lain pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Pidana tersebut dijatuhkan kepada si pelaku tergantung kejahatan yang dilakukan kepada si pelaku agar mendapatkan efek jera dari perbuatannya.
Jika dikaitkan dengan Tindak Pidana Narkotika, pidana disini, khususnya pidana penjara, dapat dijatuhkan kepada Pecandu Narkotika dan Korban  Penyalahgunaan Narkotika jika Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut tertangkap tengan sedang mengonsumsi Narkotika secara ilegal, sehingga dikatakan melawan hukum yang mengatur.Â
Tetapi tetap, ketika proses pidana penjara sedang berlangsung, rehabilitasi juga diterapkan, selain agar  mendapatkan efek jera dari perbuatannya, Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan  Narkotika juga tetap harus mendapatkan penyuluhan dan pendidikan tentang bahaya Narkotika itu sendiri, dengan menjalani kewajibannya untuk rehabilitasi, sehingga Pecandu Narkotika dan Korban penyalahgunaan Narkotika tersebut mengerti tentang bahaya Narkotika dan tidak mengulangi perbuatannya lagi.Â
Sehingga bisa dikatakan, lebih baik Pecandu Narkotika tersebut melaporkan diri (non peradilan), karena Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika lebih baik direhabilitasi daripada dipenjara.Â
Karena tentu sangat merugikan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut jika sudah harus berhubungan dengan penjara, selain mendapatkan labeling dari masyarakat kalau Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tesebut adalah narapidana, Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut juga harus menjalani proses pidana penjara selain ia juga harus menjalani proses rehabilitasi yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang yang berlaku.
- Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan
Â
Penyalahgunaan Narkotika merupakan suatu bentuk kejahatan. Tetapi kejahatan disini adalah kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang dikatakan pecandu dalam hal tidak legalnya pecandu tersebut dalam mengonsumsi Narkotika, serta melawan Undang-Undang, karena sudah diatur tentang peraturan tentang tidak bolehnya mengonsumsi Narkotika secara ilegal.
Dalam Pasal 127 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dijelaskan bahwa dalam hal penyalahguna yang terjerat Pasal 127 ayat(1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, wajib menjalani rehabilitasi. Artinya disini, putusan rehabilitasi harus dijatuhkan juga kepada Penyalahguna yang tertangkap tangan dan terjerat Pasal 127 ayat (1) Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Putusan yang dijatuhkan kepada Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika untuk direhabilitasi medis maupun direhabilitasi sosial yang terbukti bersalah hanya dapat dijatuhkan oleh Pengadilan, yaitu oleh hakim. Lain halnya dengan dengan yang menjadi voluntair atau yang dengan sukarela mau untuk direhabilitasi.
Hukum pidana adalah suatu aturan yang terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus yang dijatuhkan kepada si pelaku agar mendapatkan efek jera dari perbuatan yang telah ia lakukan. Sehingga bisa dikatakan, hukum pidana adalah suatu sanksi yang dijatuhkan kepada si pelaku agar mendapatkan efek jera.
Pidana itu sendiri mempunyai beberapa bentuk sanksi. Sanksi dalam pidana tersebut terdiri atas adalah pidana pokok, antara lain pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan, serta pidana tambahan, antara lain pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Pidana tersebut dijatuhkan kepada si pelaku tergantung kejahatan yang dilakukan kepada si pelaku agar mendapatkan efek jera dari perbuatannya.
Jika dikaitkan dengan Tindak Pidana Narkotika, pidana disini, khususnya pidana penjara, dapat dijatuhkan kepada Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika jika Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut tertangkap tengan sedang mengonsumsi Narkotika secara ilegal, sehingga dikatakan melawan hukum yang mengatur.Â
Tetapi tetap, ketika proses pidana penjara sedang berlangsung, rehabilitasi juga diterapkan, selain agar mendapatkan efek jera dari perbuatannya, Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan  Narkotika juga tetap harus mendapatkan penyuluhan dan pendidikan tentang bahaya Narkotika itu sendiri, dengan menjalani kewajibannya untuk rehabilitasi, sehingga Pecandu Narkotika dan Korban penyalahgunaan Narkotika tersebut mengerti tentang bahaya Narkotika dan tidak mengulangi perbuatannya lagi. Sehingga bisa dikatakan, lebih baik Pecandu Narkotika tersebut melaporkan diri (non peradilan), karena Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika lebih baik direhabilitasi daripada dipenjara.Â
Karena tentu sangat merugikan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut jika sudah harus berhubungan dengan penjara, selain mendapatkan labeling dari masyarakat kalau Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tesebut adalah narapidana, Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut juga harus menjalani proses pidana penjara selain ia juga harus menjalani proses rehabilitasi yang telahj ditetapkan oleh Undang-Undang yang berlaku.
- Penetapan Rehabilitasi Melalui Proses Non Peradilan (Proses Asesmen) Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.
Wajib lapor adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya, dan/atau orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib
Pelaksanaan wajib lapor ini merupakan suatu tindakan yang mewajibkan setiap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, yang disini juga dapat dianggap pecandu karena mengonsumsi Narkotika, agar dapat direhabilitasi, sebagai upaya pemulihan bagi Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahagunaan Narkotika tersebut dari ketergantunan Narkotika.
Selain itu, wajib lapor ini juga sebagai perlindungan bagi Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika agar dapat membantu mengurangi penyalahgunaan Narkotika serta pidana penjaranya. Karena tentu peran serta dari diri sendiri, keluarga, dan masyarakat itu sendiri sangat penting dalam hal pemberantasan Narkotika tersebut, serta jika Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut melaporkan diri secara sukarela, maka tidak dipenjara, melainkan direhabilitasi.
Dalam Peraturan Pemerintah ini, juga dijelaskan mengenai Institusi Pemerintah Wajib Lapor (IPWL), yang ditunjuk oleh pemerintah. Seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah ini, IPWL itu sendiri adalah pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, yang berwenang dan ditunjuk oleh pemerinah untuk menjalankan pelaksanaan wajib lapor Pecandu Narkotika ini.
Pelaksanaan wajib lapor ini merupakan suatu tindakan yang mewajibkan setiap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, yang disini juga dapat dianggap pecandu karena mengonsumsi Narkotika, agar dapat direhabilitasi, sebagai upaya pemulihan bagi Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahagunaan Narkotika tersebut dari ketergantunan Narkotika.
Selain itu, wajib lapor ini juga sebagai perlindungan bagi Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika agar dapat membantu mengurangi penyalahgunaan Narkotika serta pidana penjaranya. Karena tentu peran serta dari diri sendiri, keluarga, dan masyarakat itu sendiri sangat penting dalam hal pemberantasan Narkotika tersebut, serta jika Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut melaporkan diri secara sukarela, maka tidak dipenjara, melainkan direhabilitasi.
Dalam Peraturan Pemerintah ini, juga dijelaskan mengenai Institusi Pemerintah Wajib Lapor (IPWL), yang ditunjuk oleh pemerintah. Seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah ini, IPWL itu sendiri adalah pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, yang berwenang dan ditunjuk oleh pemerinah untuk menjalankan pelaksanaan wajib lapor Pecandu Narkotika ini.
Korban Penyalahgunaan Narkotika akan Ketergantungannya terhadap Narkotika bisa dites melalui proses Asesmen.
Proses Asesmen merupakan proses tahap awal dimana Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika melapor kepada pihak Badan Narkotika Nasional yang memohon untuk direhabilitasi. Proses ini bisa dijadikan suatu tolak ukur terhadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika itu sendiri untuk menentukan lamanya masa rehabilitasi terhadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang memohon untuk direhabilitasi. Dari hasil asesmen itu jugalah yang digunakan sebagai bahan pertimbangan Tim Asesmen Terpadu dalam mengambil keputusan terhadap permohonan.
Proses Asesmen dilakukan oleh 2 (dua) Tim Asesmen, yang dinamakan Tim Asesmen Terpadu. Tim Asesmen Terpadu adalah tim yang terdiri dari Tim Dokter dan Tim Hukum yang ditetapkan oleh pimpinan satuan kerja setempat berdasarkan surat keputusan Kepala Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Nasional Provinsi, dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota.
Tim Asesmen Terpadu terdiri dari Tim Dokter, yang mana Tim Dokter disini meliputi Dokter dan Psikolog, dokter disini juga merupakan tenaga kesehatan yang berwenang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, serta Tim Hukum, yang mana Tim Hukum disini terdiri dari unsur POLRI, Badan Narkotika Nasional, Kejaksaan, dan Kemenkumham. Kedua tim inilah yang bekerja sama dalam hal proses asesmen terhadap pemohon.
Tim Asesmen Terpadu merupakan tim dalam hal penanganan proses asesmen sebagai tolak ukur Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika akan Narkotika itu sendiri, serta lamanya masa rehabilitasi terhadap pemohon. Ada beberapa tugas dan wewenang yang dimiliki Tim Asesmen itu sendiri.Â
Tugas dari Tim Asesmen itu sendiri adalah menganalisis terhadap seseorang yang ditangkap dan/atau tertangkap tangan, jika Pecandu tersebut tertangkap tangan, dalam kaitannya dengan peredaran gelap Narkotika dan penyalahgunaan Narkotika, dan asesmen dan analisis medis, psikososial, serta merekomendasi rencana terapi dan rehabilitasi seseorang tersebut yang sebagai pemohon.
Adapun wewenang dari Tim Asesmen Terpadu, yaitu atas permintaan Penyidik untuk melakukan analisis peran seseorang yang ditangkap atau tertangkap tangan, bagi yang tertangkap tangan, hanya sebagai Korban Penyalahgunaan Narkotika, sebagai Pecandu Narkotika, atau bahkan pengedar Narkotika. Lalu menentukan kriteria tingkat keparahan penggunaan Narkotika sesuai dengan jenis kandungan yang dikonsumsi, situasi dan kondisi ketika ditangkap pada tempat kejadian pekara. Dan yang terakhir merekomendasikan rencana terapi dan rehabilitasi terhadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika.
Melihat tugas dan wewenang Tim Asesmen Terpadu diatas, maka itulah pentingnya proses asesmen dalam hal pertimbangan Tim Asesmen Terpadu dalam mengambil keputusan terhadap permohonan. Bisa dikatakan, asesmen adalah langkah awal rehabilitasi, untuk mengukur sejauh mana tingkat keparahan
Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika akan Narkotika itu sendiri, atau bahkan sebagai pengedar Narkotika. Dapat dianalisis menggunakan proses asesmen.
Adapun pelaksanaan asesmen dan analisisnya, antara lain :
- Tim Hukum bertugas melakukan analisis dalam kaitan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan penyalahgunaan Narkotika;
- Tim Dokter bertugas melakukan asesmen dan analisis medis, psikososial serta merekomendasi rencana teraqpi dan rehabilitasi Penyalahguna Narkotika.
DAFTAR PUSTAKA
- Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Pasal 10
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1441)
- Peraturan Bersama Ketua Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dan Badan Narkotika Nasional Republik IndonesiaTahun 2014 tentang Penanganan Pecandu Narkotika Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi (Berita Negara RI Nomor 465 Tahun 2014)
- Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 52115007), Pasal 1 angka 1
- Jurnal Riset Indragiri: Analisis Yuridis Putusan Majelis Hakim Pada Penyalahgunaan Narkotika Oleh : Firman Adi
- Lamintang, dasar-dasar hukum pidana Indonesia, citra aditya bakti, 1977, h 2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H