Mohon tunggu...
Dese Alfionitha
Dese Alfionitha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Kenotariatan di Universitas Gadjah Mada

Pelajar aktif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Batalkah Jual Beli Yang Dilakukan Anak Dibawah Umur?

6 Mei 2024   23:30 Diperbarui: 6 Mei 2024   23:41 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber :  https://www.pexels.com)

Berangkat dari pandangan Aristoteles bahwa manusia merupakan zoon piliticon atau makhluk sosial yang dapat diartikan bahwa manusia merupakan makhluk yang selalu berinteraksi dengan makhluk lainnya, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ialah dengan melakukan kegiatan tukar menukar atau barter, setelah dikenal adanya alat tukar resmi yaitu uang, maka dikenallah jual beli. Jika umumnya jual beli dilakukan oleh orang-orang yang telah benar-benar paham dan mengerti atas akibat maupun resiko jual beli yang dilakukannya tentu tidak akan terjadi masalah jika benar jual beli tersebut saling disepakati dan dilakukan dengan I'tikad baik antara penjual dan pembeli. Namun, bagaimana kemudian jika jual beli tersebut salah satu pihaknya adalah anak dibawah umur yang belum benar-benar mengerti akan akibat maupun resiko dari jual beli yang dilakukannya?

Pasal 1457 Bab V Buku Ketiga tentang Perikatan Kitab Undanh-Undang Hukum perdata menentukan bahwa :

"jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya  untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan"

Sehingga dari bunyi ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur penting dalam jual beli ialah kesepakatan atas barang dan harga. Kembali melihat bahwa jual beli merupakan suatu perjanjian maka suatu jual beli haruslah memenuhi syarat sah dari perjanjian itu sendiri: sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa terdapat 4 syarat yang harus dipenuhi suatu perjanjian untuk kemudian dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah adalah:

  • Adanya kesepakatan diantara para pihak;
  • Para pihak cakap untuk melakukan suatu perikatan;
  • Adanya hal tertentu;
  • Adanya sebab yang halal.

Syarat sah tersebut lebih lanjut dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

  • Syarat subjektif, yaitu syarat yang berhubungan dengan subjek perjanjian diantaranya ialah para pihak harus saling sepakat untuk terikat pada perjanjian serta para pihak untuk mengadakan perjanjian tersebut haruslah merupakan orang yang cakap. Akibat tidak dipenuhinya syarat ini ialah, maka suatu perjanjian dapat dibatalkan, sehingga perjanjian tetap ada dan berlaku selama perjanjian tersebut tidak dibatalkan oleh salah satu atau para pihak.
  • Syarat objektif, yaitu syarat yang berhubungan dengan objek perjanjian, diantaranya ialah objek tersebut haruslah merupakan hal tertentu serta merupakan sebab yang halal. Akibat dari tidak terpenuhinya syarat ini maka suatu perjanjian batal demi hukum, sehingga sejak awal dianggap tidak pernah terjadi perjanjian.

Salah satu syarat subjektif adalah bahwa para pihak haruslah merupakan orang yang cakap, merujuk pada ketentuan Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum perdata bahwa mereka yang tidak cakap untuk membuat persetujuan adalah anak yang belum dewasa, orang yang berada di bawah pengampuan, serta Perempuan yang telah kawin. Lebih lanjut dalam ketentuan mengenai umur kedewasaan seseorang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ialah telah berumur 18 tahun telah menikah.

Maka Kembali ke pertanyaan awal, apakah jual beli yang dilakukan oleh para pihak yang salah satunya adalah anak dibawah umur tentu jual beli tersebut pada prinsipnya tidaklah memenuhi syarat subjektif dari sahnya suatu perjanjian dan dapat dibatalkan, namun perlu diingat bahwa jual tersebut tetap berlaku selama tidak diajukan pembatalan. Jika memang akan mengajukan suatu pembatalan atas suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka haruslah diajukan kepada pengadilan untuk menuntut pembatalan tersebut.

Sumber:

- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

- Hukum Online: Ini 4 syarat sah perjanjian dan akibatnya jika tak dipenuhi, ditulis oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H

Dese Alfionitha, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun