Pendidikan adalah proses yang seharusnya membentuk karakter, moralitas, dan profesionalisme. Namun, dalam kenyataan yang sering kali tidak terlihat, dunia pendidikan, khususnya di dunia kedokteran, tidak selalu memberikan lingkungan yang mendukung pertumbuhan positif bagi mahasiswanya. Terlebih, kekuasaan yang terkadang disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu di dalam sistem, menciptakan ketidakadilan yang merusak integritas dan karakter calon profesional medis.
Di balik upaya keras untuk menggapai cita-cita sebagai seorang dokter, ada tantangan berat yang tersembunyi di balik dinding institusi pendidikan kedokteran, yakni budaya perundungan (bullying). Budaya ini tak hanya berpengaruh pada kesehatan mental mahasiswa, tetapi juga berdampak pada pembentukan karakter mereka sebagai calon tenaga medis yang seharusnya memiliki integritas, empati, dan moralitas yang tinggi.
Dalam beberapa tahun terakhir, isu bullying dalam dunia kedokteran kembali mencuat ke permukaan setelah kasus kematian seorang peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS) di salah satu universitas negeri. Hal ini mengingatkan kita semua bahwa perundungan dalam pendidikan kedokteran bukanlah isu yang baru, tetapi masalah sistemik yang telah berlangsung lama. Berdasarkan data yang ada, sekitar 65% dari peserta pendidikan dokter spesialis di Amerika Serikat pernah menjadi korban bullying (JadiDokter, 2024), dan hal ini juga terjadi di Indonesia.
Penting untuk mempertanyakan peran kekuasaan dalam masalah ini. Dalam dunia pendidikan kedokteran, kekuasaan seringkali berada di tangan dosen, pengelola rumah sakit, dan senior mahasiswa. Ketika kekuasaan ini disalahgunakan, bukan hanya membuat ketidakadilan, tetapi juga menciptakan iklim yang mendukung perundungan. Bullying yang terjadi dalam konteks ini tidak hanya merusak harga diri, tetapi juga memengaruhi pembentukan karakter calon dokter, yang seharusnya mengedepankan nilai-nilai integritas, kejujuran, dan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Sebagai seorang ibu, saya khawatir akan dampak jangka panjang bullying terhadap karakter dan integritas anak-anak. Integritas adalah fondasi dari profesi kedokteran, dan jika pembelajaran kedokteran tidak memperhatikan aspek ini, maka kita bisa saja melahirkan dokter-dokter yang tidak hanya kurang empati, tetapi juga terjebak dalam sistem yang lebih mengutamakan kekuasaan dan keuntungan pribadi daripada pelayanan publik yang jujur dan bermoral.
Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat, orang tua, dan pihak-pihak terkait dalam dunia pendidikan kedokteran harus bergerak untuk melakukan perubahan yang lebih baik. Salah satu langkah yang harus segera diambil adalah membangun sistem yang tidak hanya bebas dari bullying, tetapi juga mendukung pembentukan karakter yang berintegritas melalui pembelajaran yang mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, etika profesi, dan kejujuran.
Mari kita bekerja bersama untuk menciptakan lingkungan yang lebih adil dan mendukung di dunia pendidikan kedokteran. Lingkungan yang mendorong mahasiswa untuk berkembang tanpa rasa takut, di mana kekuasaan tidak digunakan untuk merendahkan, tetapi untuk membimbing dan mendukung proses belajar. Dunia kedokteran harus menjadi ruang yang membentuk dokter-dokter dengan integritas yang kuat, yang siap mengabdi kepada masyarakat dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih.
sumber bacaan
JadiDokter. (2024, Agustus). Menilik Kasus Bullying di Kedokteran Melalui Literatur Ilmiah. https://jadidokter.com/2024/08/menilik-kasus-bullying-di-kedokteran-melalui-literatur-ilmiah/
Detik Health.(2024, Agustus 28). Â Menkes Ungkap Pemicu Bullying di Kedokteran. Â https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-6832313/menkes-buka-bukaan-ungkap-pemicu-tradisi-bullying-di-kedokteran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H