Batubara telah menjadi bagian penting dalam sejarah manusia sebagai salah satu sumber energi yang paling signifikan. Penggunaan batubara dimulai sejak zaman Yunani Kuno sekitar 300 SM. Di China, sekitar 2000 tahun lalu, batubara sudah ditambang dan digunakan sebagai bahan bakar. Di Eropa, batubara ditemukan di Inggris dan Jerman sekitar abad pertama masehi dan mulai ditambang secara komersial di New Castle, Inggris.
Pada abad ke-18, permintaan batubara meningkat pesat berkat penemuan mesin uap oleh James Watt, yang memicu Revolusi Industri di Eropa. Sejak itu, batubara menjadi komoditas berharga dunia dan menjadi bahan bakar yang sangat efisien untuk memanaskan tungku pembakaran. Era ini dikenal sebagai zaman keemasan batubara.
Sejarah Pertambangan Batubara di Indonesia
Di Indonesia, sejarah pertambangan batubara dimulai oleh NV Oost Borneo Maatschappij pada tahun 1849 di Pengaron, Kalimantan Timur. Kemudian diikuti dengan penambangan di Ombilin, Sawahlunto yang mulai berproduksi pada tahun 1892 serta di Bukit Asam, Tanjung Enim, Sumatera Selatan pada tahun 1919.
Tambang batubara modern pertama kali di Indonesia dibuka di Sawahlunto, Sumatera Barat, pada tahun 1868 oleh seorang insinyur pertambangan Belanda, Willem Hendrik de Greve. Temuan potensi besar batubara di Sungai Ombilin memicu pembangunan infrastruktur tambang batubara pertama di Sawahlunto pada tahun 1883 hingga 1894, dengan investasi mencapai 20 juta Gulden atau setara dengan Rp150 miliar. Infrastruktur tersebut termasuk jalur kereta api sepanjang 100 kilometer yang menghubungkan Sawahlunto dengan Pelabuhan Teluk Bayur, Kota Padang.
Perkembangan Industri Batubara Pasca Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, pertambangan batubara dikelola oleh negara melalui PT Tambang Batubara Ombilin (TBO), yang kemudian menjadi bagian dari PT Tambang Batubara Bukit Asam di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Namun, pada awal 1970-an, industri batubara Indonesia mengalami masa suram akibat kalah bersaing dengan minyak bumi. Pada tahun 1973, produksi batubara turun drastis menjadi 149.000 ton dari puncak produksi sebesar 2,03 juta ton pada tahun 1941.
Untuk mengatasi penurunan ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan pada tahun 1976 untuk meningkatkan pemanfaatan batubara di dalam negeri. Undangan internasional kepada perusahaan pertambangan luar negeri diterbitkan pada awal 1980-an untuk melakukan eksplorasi dan pengembangan batubara di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Kebijakan ini berhasil meningkatkan produksi batubara yang mencapai 2,4 juta ton pada tahun 1986, dan terus meningkat hingga lebih dari 10,6 juta ton pada tahun 1990.
Insdustri Pertambangan Batubara Titan Infra Energy di Muara Enim
Titan Infra Energy, yang berdiri sejak 2005, merupakan salah satu perusahaan infrastruktur dan logistik energi yang berkembang pesat di Indonesia. Mereka mengelola berbagai lini bisnis, mulai dari penambangan batubara, pengelolaan infrastruktur hingga logistik. Dengan dukungan sumber daya manusia yang terampil dan profesional, Titan Infra Energy memiliki pengalaman luas dalam mengelola dan mengembangkan infrastruktur energi.
PT Bara Anugrah Sejahtera
PT Bara Anugrah Sejahtera (BAS) adalah perusahaan pemegang izin usaha pertambangan batubara seluas 2.164 ha di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Berdasarkan JORC Report 2019, BAS memiliki sumber daya batubara sebesar 185 juta ton dan cadangan batubara sebesar 45,7 juta ton. Produk batubara BAS memiliki nilai kalori 4.720 kkal/kg (GAR) dengan kandungan abu dan sulfur yang rendah.
PT Banjarsari Pribumi