Dalam beberapa minggu belakangan ini pemerintah (kementrian ESDM) kembali melemparkan wacana pembatasan/penghematan bbm bersubsidi melalui mekanisme 2 harga bbm bersubsidi, dengan skema tersebut nanti ditiap spbu akan terdapat 2 harga dimana khusus bagi kendaraan roda 2 dan armada angkutan umum/plat kuning perbolehkan membeli bbm dgn harga saat ini @4500rp/ltr dan untuk mobil pribadi dgn hargadi kisaran @6000-6500rp/ltr.
Dalam berbagai kesempatan pemerintah menyatakan bahwa skema pemberlakuan 2 harga jenis bbm bersubsidi telah dikaji dgn cermat bahkan menurut pemerintah eksekusi kebijakan pemerintah tersebut tinggal pematangan regulasi serta persiapan insfrasruktur dilapangan saja.
Jika dicermati kebijakan skema 2 harga jenis bbm bersubsidi relatif lebih "bisa" diterima oleh masyarakat kecil meskipun msh terdapat pro dan kontra, namun reaksi penolakan masyarakat relatif lebih kecil jika dibandingkan dgn opsi menaikkan harga bbm bersubsidi.
Dan yang terbaru pemerintah kembali melemparkan wacana untuk menaikan harga bbm bersubsidi guna menyehatkan APBN.
Maka tak heran kalau Publikpun kembali mempertanyakan kebijakan pemerintah yg terkesan plin-plan dan serampangan,
Ketika sebuah wacana kebijakan mengenai bbm oleh pemerintah di lempar ke publik dampaknya langsung bisa terlihat jelas dan terasa oleh masyarakat, tercermin dari antrian panjang kendaraan di banyak titik spbu, kemudian berbagai harga bahan pokok dengan cepat terkerek naik dan kembali rakyat kecil yg jd korban oleh wacana pemerintah yg terkesan asal asalan menyusun dan membuat kebijakan.
Alih alih membuat terobosan dalam mengambil kebijakan tepat dan solutif, pemerintah lebih memilih jalan paling mudah (menaikan harga bbm) salah satu argumen pemerintah menaikan harga bbm adalah selama ini subsidi bbm tidak tepat sasaran alias dinikmati oleh banyak kalangan ekonomi mampu, maka menaikan harga bbm bersubsidi adalah kebijakan cerdas dengan di ikuti oleh pemberian BLT (bantuan langsung tunai) kepada masyrakaT Miskin yg paling merasakan dampak atas kenaikan harga bbm bersubsidi,
Namun tak dapat dipungkiri bahwa kebijakan pemberian BLT adalah bagian dari upaya pemerintah untuk menaikan citra penguasa untuk pemilu 2014. Kita tentu masih ingat carut marut pembagian BLT sebelumnya dari masalah data statistik berapa jumlah KK yg berhak memperoleh BLT hingga pada tahap pembagianya yg tak jarang disunat oleh oknum petugas dilapangan.
Kita, atau setidaknya saya pribadi setuju dan mendukung "upaya" pemerintah dalam menyehatkan APBN melalui mengurangi beban subsidi bbm, namun alangkah baiknya jika pemerintah jg memiliki sebuah terobosan solutif yg konprehensif dan transparan.
Semoga !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H