" Nanti sore kuusahakan memotretnya. Jangan lupa besok pagi bawa bubur kacang 2 mangkok." DC mulai memberesi meja kerjanya. Sebetulnya tak ada yang harus dibereskan, hanya menyimpan beberapa buku catatan dan menutup layar monitor.
" Oke. Salam buat Janno, katakan aku kangen padanya." Dewi Not menggeser kursinya menjauh. DC mengangguk, menyambar kunci, dan berangkat.
Sore ini DC tiba tepat waktu. Ia tiba jam 4.32. Belani muncul di mulut gang jam 4.34. DC tersenyum menyambutnya. Sore ini ia membawa 2 botol teh  kemasan ukuran 320 ml di saku celana.
Begitu tiba, Belani menyandar di pembatas jembatan, tangannya memegang pembatas jembatan, matanya menatap ke buih kanal. Terlalu banyak loundri yang membuang air cucian membuat air kanal berbuih di beberapa tempat.
" Kurasa, kalau kuajak kamu ngobrol di Meli Melo, kamu pasti tak bersedia." Kata DC datar.
" Aku ingin di sini sampai malam." Jawab Belani sama datarnya.
" Menunggu sesuatu?"
" Elia."
" Siapa Elia ?"
" Dia anakku satu-satunya."
" Pasti secantik ibunya dan sepintar ayahnya." Puji DC seimbang, tidak memihak sesiapa.