Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Namaku Awai 111-113

16 Mei 2018   08:10 Diperbarui: 16 Mei 2018   08:56 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Gara gara tak bisa punya anak, Lilah minta cerai. Tentu saja Samson mati kaku menghadapi tuntutan istrinya. Ia mengaku itunya pecah gara-gara tendanganku. Lilah mengamuk, mendatangiku. Waktu itu aku sedang mempersiapkan acara pernikahan. Lilah menyewa pendeta untuk mengutukku agar tak punya keturunan. Kalau hamil, keguguran, kalau berhasil melahirkan, anakku mati. Gara gara kutukannya, 4 kali aku keguguran, dua kali melahirkan anakku meninggal di perut. Aku kapok, berusaha mencari dukun untuk membuang kutukan itu. Sampai sekarang belum berhasil."

Awai melongo mendengar cerita Yolana. Ter-nyata di dunia ada kutukan yang bisa membuat orang tak punya keturunan. Ia ketakutan hingga menggigil.

Jam 6 ayahnya bangun. Awai memberi ayahnya minuman susu kental manis yang dicairkan. Setelah itu melatih gerak tangan dan kaki ayahnya. Yolana menonton dari samping dengan penuh kekaguman.

Jam 6 sore, suster Sarifah mengantar obat dan teko berisi air minum. Tangannya menggenggam setangkai bunga mawar. " Tan Hua Wai, ada titipan buatmu, dari seorang teman yang enggan disebut namanya. Mohon diterima." Kata suster Sarifah, menyerahkan bunga ros yang diambil dari pohon kembang sepatu.

" Titipan teman? Titipan Kana dan Siumei, ya ?" tanya Awai senang. Ia belum pernah memegang bunga ros. Kata orang tangkainya berduri. Ia menerima bunga itu dengan hati-hati. Bunganya indah, cantik menawan. Ia membawa bunga itu ke hidung seakan ingin menghisap bunga itu dengan hidungnya. Ia terlena hingga tak mendengar jawaban suster Sarifah.

Padahal Suster Sarifa menjawab " Bukan, dari pemuda ganteng yang punya senyum semanis madu." Sarifah bergerak ke ranjang lain, menyerahkan obat ke pasien lain. Setelah menyerahkan obat pada kelima pasien, ia langsung keluar. Awai masih mencium bunga mawar itu hingga lupa daratan.

Empat hari berturut-turut Suster Sarifah membawakan setangkai bunga mawar untuknya. Entah kenapa, setiap melihat bunga mawar, Awai ingin mencium bunga itu dengan hidungnya, seakan bunga itu pipi seorang pemuda idaman hatinya. Mencium bunga itu membuatnya lupa sejenak kelelahannya.

Yolana melihat setiap hari Awai menerima bunga, ikut gembira melihat keletihan memudar dari wajah Awai. Ia ikut senang melihat hati Awai senang. Ia seakan ikut merasakan kenikmatan Awai saat mencium bunga mawar itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun