Perahu bergerak ke tengah selat, berbelok ke arah matahari terbenam. Semakin lama jarak matahari dan air laut semakin dekat, membuat laut terlihat berkilau laksana cahaya emas bertebaran di atas permukaan air. Matahari yang biasanya terlihat kuning pucat, kini warnanya mendekati oren.Â
Sangat indah dipandang mata. Awai merasa terpukau melihat keindahan itu, begitu juga Tiong It. Sangking asik menatap parorama itu, keduanya berhenti mendayung, membiarkan perahu dipermainkan ombak.
" Aku sering lewat di depan sekolahmu. Hanya lewat, tidak singgah." Kata Tiong It, menoleh ke belakang 45 derjat. Hanya bisa melihat sedikit wajah Awai.
" Aku tak tahu kamu sering lewat." Jawab Awai, wajahnya memerah.
" Aku sering melihatmu membantu Si Timpang. Aku merasa kamu sangat penyayang terhadap sesama, "
Wajah Awai semakin merah. " Semakin kubantu, semakin hebat Kam Bing Ti mengerjainya. "
" Mungkin dia suka padamu "
" Siapa ? Si Timpang ? Gaklah. Kami hanya berteman. " bantah Awai.
" Bukan Timpang. Maksudku Bing Ti,"
Awai ketawa. Tiong It heran mendengarnya.
" Kenapa ketawa?" tanya Tiong It.