Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Namaku Awai 1-4

14 April 2018   07:32 Diperbarui: 14 April 2018   08:00 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore ini, saat ia mengayuh sepeda yang di belakangnya terikat sebakul ikan melintas di jalan yang sebelah kanannya terdapat Pemakaman Orang Tionghua, sebuah beca berjalan di depannya, berjalan lambat akibat membawa 3 penumpang. Dua orang duduk, wajahnya tak kelihatan berhubung tertutup penutup beca, dan seorang anak berusia sekitar 7 tahun berdiri. Awai berusaha memotong beca itu. Tukang beca itu terengah-engah akibat beban yang dibawanya.

" Abang beca payah, tuh dipotong gadis yang membawa bakul aja kalah. Payaaah," seru anak itu.

Awai menoleh. Ia tersenyum mendengar ocehan anak itu. Sebuah tangan terulur menarik anak itu supaya duduk. Anak itu berontak. Akibatnya beca oleng, hampir terjungkal karena salah satu ban beca mengenai trotoar. Sontak beca itu berhenti. Anak itu melompat turun akibat kaget,tersungkur di trotoar dengan lutut lecet dan berdarah.

Seorang pemuda turun dari beca, diikuti seorang wanita berpakaian rapi dan anggun gerakannya. Keduanya merubungi anak kecil itu, memeriksa luka anak itu.

Awai berhenti untuk melihat kejadian itu. Ia menyandar sepedanya di tiang listrik. Ia mendekati keluarga itu. Wanita parobaya itu tampak kebingungan melihat luka si anak kecil,

" Aduh, toko obat masih jauh. Luka ini harus dicuci dan dikasi obat. Kalau tidak akan infeksi. Asian, kenapa tadi melompat ? Kamu membuat dirimu terluka. Aduh... kamu pasti dimarahi ibumu jika ibumu tahu kamu terluka, "

Pemuda itu mendongak saat Awai tiba di depan mereka. Ia melihat ke sepeda yang dipakai Awai. Jalan itu sepi. Kanannya kuburan dan di kirinya pantai yang berlumpur yang ditumbuhi pohon bakau. Tidak ada kedai, tidak ada rumah penduduk.

" Maaf, ada yang bisa kubantu?" tanya Awai.

" Aku pinjam sepedamu, boleh nona ? Aku ingin ke toko obat membeli alkohol dan obat luka. Anak tetanggaku terluka, nanti dia diomeli ibunya. Kasihan dia. Aku harus mengobatinya. "

Awai melihat wajah pemuda itu agak panik, tapi sikapnya sopan. " Boleh, tunggu kuturunkan dulu bakulnya agar kamu bisa melaju kencang." Awai kembali ke sepedanya, membuka ikatan. Pemuda itu mengekorinya. Ia tertegun melihat ikan-ikan yang segar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun