Setelah melakukan perjalanan jauh yang melintasi ratusan kilometer dari tengah pulau Jawa hingga perjalanan kembali menuju ke mantan ibukota, perjalanan panjang ini telah kami lalui dengan bensin mobil yang masih terisi penuh, cemilan-cemilan kecil, stok botol plastik minuman yang terbatas, serta Popcorn Butter yang mendamaikan lidah.Â
Saat itu hari semakin menghitam dan perlahan-lahan sang surya mulai beristirahat kembali setelah seharian menemani kami di daerah Purwokerto, Bumiayu, hingga Rest Area untuk menunaikan ibadah shalat Maghrib dan membeli makanan untuk makan malam.
Saya, adek, dan ayah saya shalat Maghrib di Masjid Martowidjoyo Rest Area 101 KM Tol Cipali, saat itu Masjid memang ramai pengunjung dengan latar belakang, kota dan suku-suku yang berbeda. Jam menunjukkan kira-kira sudah melewati setengah 7 malam yang artinya tidak lama lagi akan memasuki waktu Isya, kami bertiga langsung bergegas ke Masjid untuk shalat Maghrib.
Saya dan adek saya duluan menginjak lantai Masjid dengan menaiki puluhan anak tangga hitam yang luas, mencari tempat wudhu, dan langsung berwudhu. Air yang begitu dingin dan deras membasahi wajah, kedua tangan, hingga kaki saya.Â
Saat memasuki area Masjid, aroma-aroma wewangian parfum Arab atau sejenisnya sesekali tercium oleh hidung pesek saya, ornamen-ornamen payung seperti di Masjid Nabawi seakan menyambut pengunjung dengan hormat, dan dengan satu atau dua nyamuk sebagai setan kecil yang mengganggu dan menggigit-gigit saya selama di dalam Masjid.
Shalatlah saya bersama adek saya di Masjid sebagai masbuk dikarenakan sudah ada sekelompok orang yang mulai duluan melaksanakan shalat Maghrib berjama'ah dan kami berdua langsung mengikutinya di raka'at ketiga. Setelah shalat, saya duduk diam, berdoa dan melihat ayah saya di belakang yang sedang shalat sendiri karena mungkin datang atau masuk belakangan.
Saat saya melihat sebuah jam digital Masjid yang menunjukkan bahwa waktu Isya dimulai pada pukul 18:55, sempat terpikir bahwa orang tua saya yang ketika setiap perjalanan jauh atau keluar kota dan sedang masuk waktu Isya, terkadang seringkali menggerutu agar saya shalat Isya ketika sudah sampai tujuan entah itu di hotel, rumah, dan sebagainya.. alasannya sih agar cepat sampai.Â
Tapi saya sebagai orang yang sedikit-sedikit paham dengan agama dikarenakan sedari kecil saya sering mengaji, bahkan pernah mengikuti TPA yang ternyata baru saya ketahui singkatannya sekarang yaitu "Taman Pendidikan Al Qur'an", yang dulu saya kira singkatannya adalah "Tempat Penitipan Anak" hahahahahahaha.Â
Alhamdulillah agama saya lumayan kuatlah, minimal seperti shalat gak mau ditinggal dan pengen lebih awal gitu walaupun saya orangnya masih bisa dibilang harus terus belajar banyak tentang agama Islam (sebagai muslim yang masih belajar berserah diri dan beribadah kepada Allah). Tapi dengan saya masih dikasih rasa atau iman seperti itu sampai sekarang rasanya alhamdulillah banget! Kayak dunia dan akhirat masih menyambung menjadi satu di hati saya.
Hal itu lah yang membuat saya tenang ketika saya sudah selesai shalat Isya ataupun shalat fardhu (wajib) lainnya. Disaat perasaan saya masih gundah gulana apakah saya akan shalat Isya dulu disini atau malah shalat Isya di rumah, seorang pria berwajah dingin dengan baju biru muda lengan panjang dan dengan sarungnya yang bermotif kotak-kotak bergaris itu menyentuh pundak saya secara perlahan sambil berkata "yuk" yang ternyata adalah ayah saya sendiri. Saya pun langsung lepas landas dari karpet Masjid dan akan kembali ke mobil.
 Sebuah kenyataan yang sudah biasa bagi saya agar terus mengikuti apa yang diperintahkan oleh orang tua, kata "jangan melawan orang tua" sudah cukup mendeskripsikan perasaan saya yang masih berperang melawan nafsu di dalam diri.Â