Penilaian prestasi kerja PNS adalah Proses kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pelaksanaan pekerjaan atau unjuk kerja (perfomance appraisal) seorang pegawai. Sebagaimana kita ketahui bahwa penilaian prestasi kerja PNS selama ± 34 tahunbelakang ini adalah menggunakan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Seiring dengan perkembangan zaman, model penilaian prestasi kerja PNS dengan DP3 sudah tidak relevan lagi. 8 (delapan) unsur penilaian dalam DP3 dianggap tidak mampu menciptakan aparatur yang cakap dalam memberikan pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat.
Masalah lain adalah nilai-nilai dalam DP3 terlalu abstrak untuk diukur secara kuantitatif sehingga pejabat penilai sulit memberikan penilaian secara objektif. Sering dalam memberikan nilai kepada bawahan, pejabat penilai tidak mempunyai dasar yang jelas dan timbul bias akibat unsur subjektifitas. Bahkan ada pratik yang lebih parah, yaitu pejabat penilai memberikan keleluasaan kepada bawahan untuk mengisi sendiri DP3 –nya. Akhirnya DP3 kehilangan fungsi sebagai salah satu instrumen untuk menciptakan aparatur yang berkinerja tinggi sebagaimana nilai-nilai DP3 itu sendiri yaitu; kesetiaan, prestasi kerja, tanggungjawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa dan kepemimpinan.
Menjawab permasalahan itu, lahirlah PP Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS. PP Nomor 46 Tahun 2011 ini berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2014. Dengan berlakunya PP ini maka PP Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipiltidak berlaku lagi. PP Nomor 46 Tahun 2011 memperbaiki kekurangan-kekurangan dari PP Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Penilaian prestasi kerja PNS berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2011 ini dilakukan berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan.
Penilaian prestasi kerja PNS menurut PP Nomor 46 Tahun 2011 ini terdiri atas unsur sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja. Penilaian prestasi kerja PNS dilaksanakan oleh Pejabat Penilai sekali dalam 1 tahun (akhir Desember tahun bersangkutan/akhir Januari tahun berikutnya), yang terdiri atas unsur SKP dengan bobotnya 60 % serta Perilaku kerja dengan bobotnya 40 %. Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil secara sistemik penekanannya pada pengukuran tingkat capaian Sasaran Kerja Pegawai atau tingkat capaian hasil kerja (output) yang telah direncanakan dan disepakati antara Pejabat Penilai dengan Pegawai Negeri Sipil yang dinilai sebagai kontrak prestasi kerja. Bawahan dan atasan duduk bersama dalam menetapkan target yang ingin dicapai pada tahun depan. Target-target yang ingin dicapai bawahan dikomunikasikan ke atasan dan atasan melakukan kornfimasi dan koreksi atas target yang direncanakan tersebut. Setelah SKP disusun, maka Pada akhir tahun dilakukanlah evaluasi terhadap SKP yang telah disusun tersebut berdasarkan tingkat capaian PNS bersangkutan.
Dalam melaksanakan PP Nomor 46 Tahun 2011 tidak semata-mata hanya menyusun dan menilai tetapi perlu memperbaiki lingkungan di setiap organisasi. Sebelum PP Nomor 46 Tahun 2011 ini dilaksanakan, idealnya setiap instansi pemerintah telah melaksanakan analisis beban kerja, analisis jabatan dan evaluasi jabatan. Hasil dari analisis beban kerja, analisis jabatan dan evaluasi jabatan akan melahirkan uraian jabatan, uraian tugas masing-masing jabatan, beban kerja masing-masing unit kerja dan nilai jabatan yang pada akhirnya setiap unit kerja dituntut untuk melakukan restrukturisasi organisasi.
Restrukturisasi yang dilakukan bisa dalam bentukperampingan organisasi (downsizing) dan pembentukan organsasi (rightsizing) serta dengan melakukan redistribusi pegawai dari unit kerja yang kelebihan pegawai ke unit kerja yang kekurangan pegawai. Dengan melakukan analisis beban kerja, analisis jabatan dan evaluasi jabatan diharapkan setiap pegawai memiliki pekerjaan yang jelas, tidak ada pegawai yang sama sekali tidak punya pekerjaan atau kelebihan beban kerja, tidak ada unit kerja yang kelebihan pegawai sementara di unit kerja lain kekurangan pegawai, dengan kata lain terbentuklah unit kerja yang ideal.
Pertanyaannya, apakah sudah semua instansi pemerintah di Indonesia telah melakukan analisis beban kerja, analisis jabatan dan evaluasi jabatan secara benar dan sesuai kenyataan? Jawabannya tentu beragam, ada yang belum melaksanakan, ada yang sudah melaksanakan tapi belum seluruhnya, ada yang telah melaksanakan tapi belum sesuai kenyataan. Banyak faktor yang menyebabkan analisis beban kerja, analisis jabatan dan evaluasi jabatan ini tidak dilakukan secara benar dan sesuai kenyataan, salah satu penyebabnya adalah benturan kepentingan dari masing-masing unit kerja.
Sebagai contoh, berdasarkan analisis beban kerja didapatkan data bahwa suatu instansi kelebihan tenaga pegawai, sehingga idealnya harus dilakukan redistribusi pegawai ketempat yang kekurangan pegawai. Tetapi apakah segampang itu memindahkan pegawai, jika atasannya setuju untuk memindahkan pegawai, belum tentu dengan pegawai yang bersangkutan mau menerima keputusan pindah tersebut. Contoh lain adalah dalam penentuan kebutuhan pegawai negeri sipil juga menggunakan analisis beban kerja sebagai salah satu instrumen pembantunya. Jika berdasarkan analisis beban kerja ternyata tidak dibutuhkan lagi tambahan pegawai, namun belum tentu hasil analisis tersebut dapat diterima oleh instansi pemerintah tersebut. Ada faktor politis yang mempengaruhi instansi pemerintah untuk mengabaikan hasil analisis beban kerja tersebut dan tetap menerima CPNS. Sehingga hasil analisis beban kerja tersebu dimodifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebijakan instansi pemerintah tersebut.
Penulis tidak bermaksud mengatakan bahwa jika analisis beban kerja, analisis jabatan dan evaluasi jabatan tidak dilaksanakan maka penerapan PP Nomor 46 Tahun 2011 tidak dapat berjalan dengan baik.Penulis juga tidak mau pesimis bahwa PP Nomor 46 dapat berjalan dengan baik tanpa Analisis beban kerja, analisis jabatan dan evaluasi jabatan. Justru Penulis ingin mengajak pembaca agar optimis dalam melaksanakan PP Nomor 46 tahun 2011. Pimpinan instansi harus bijak menyikapi pelaksanaan PP Nomor 46 Tahun 2011 ditengah ketidaksiapanperangkat yang ada di instansi tersebut, baik SDM maupun struktur.
Satu hal yang lebih penting adalah bagaimana kita berkomitmen dan secara jujur menerapkan PP Nomor 46 Tahun 2011. Tanpa komitmen dan kejujuran maka sebagus apapun peraturan tidak akan membuahkan hasil seperti yang diharapkan oleh para perumus dan perancang dari peraturan ini. Tapi dengan komitmen dan kejujuran, sesederhana apapun peraturan maka akan memberikan hasil dan dampak yang lebih bagus. Tentunya perumus dan perancang peraturan ini mempunyai maksud agar peraturan ini dapat meningkatkan prestasi kerja pegawai negeri sipil sehingga tercipta aparatur yang profesional dalam rangka pembangunan Indonesia.
Akhirnya marilah kita sama-sama mengucapkan “Selamat Tinggal DP3” dan menyambut SKP dengan ucapan “Selamat Datang SKP”. Dengan berlakunya PP Nomor 46 tahun 2011 ini diharapkan penilaian prestasi kerja yang bermuara kepadapengembangan karier atau promosi, menentukan training, menentukan standar kompensasi, menentukan mutasi atau perpindahan pegawai, meningkatkan produktivitas & tanggung jawab karyawan, meningkatkan motivasi pegawai,menghindari pilih kasih,mengukur keberhasilan kepemimpinan seseorang dapat dilakukan secara fair dan objektif, tanpa ada unsur subjektif dan Like and Dislike. Semoga……
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H