Hendri menunggu hari di mana Daniel menghantar ikan ke Sinta Kuring, ia mengikuti mobil Daniel dari jauh. Sebelum mobil Daniel mencapai Sinta Kuring, Hendri menelpon ke BHN melalui ponsel. Ia mengatakan pada penyambut telpon bahwa ia bernama Daniel dan sedang menunggu Katlen makan siang di sebuah restoran bernama Sinta Kuring. Penyambut telpon itu ingin menyambungkan hubungan telpon itu pada Presiden direkturnya, tapi Hendri langsung menutup telpon.
Penyambut telpon itu menelpon Katlen dan mengatakan apa yang barusan didengarnya.
“ Daniel ? Makan siang di Sinta Kuring ?” tanya Katlen agak heran setelah menutup telpon dari bawahannya. “ Kenapa tiba-tiba ia mengajakku makan siang ?” tanya Katlen curiga. Ia menelpon restoran Sinta Kuring untuk mengecek.
“ Hallo, pak, Apa betul pak Daniel yang biasa menghantar ikan ke sini sedang berada di restoran bapak ?” tanya Katlen.
“ Ya, pak Daniel sedang menghantar ikan ke restoran kami.” jawab pemilik restoran. Saat itu Daniel memang sedang menurunkan ikan.
“ Makasih, “ kata Katlen dan menutup telpon, ia segera berangkat ke Sinta Kuring bersama sopirnya.
Ketika Katlen menelpon pemilik restoran, Daniel sedang menurunkan Ikan, tapi begitu urusan dengan pemilik restoran selesai, Daniel langsung pergi.
Hendri menunggu hingga Daniel pergi baru ia masuk ke restoran itu sambil membawa sebuah amplop besar. Ia duduk di tempat di mana biasanya Katlen duduk.
Katlen tiba beberapa menit setelah Daniel pergi. Ia turun dari mobil dan memasuki restoran dengan anggun. Beberapa pelayan mengangguk hormat padanya. Semua pelayan itu kenal Katlen karena Katlen pelangggan tetap restoran itu.
Katlen berjalan ke meja yang biasa diduduki olehnya. Ia melihat seseorang duduk di mejanya membelakangi pintu. Ia tidak menyangka kalau orang itu bukan Daniel karena perawakan Daniel dan Hendri sekarang hampir sama. Ia berjalan dengan langkah tenang mendekati mejanya.
“ Hai, Jumpa lagi ! ” sapanya seperti terhadap teman lamanya ketika ia tiba di meja yang sering ia tempati. Ia melihat Daniel seperti sedang bengong duduk terpekur dengan kepala ditundukkan. Apakah Daniel sedang kesulitan keuangan ? atau ingin memintaku membatalkan transaksi dengan pak Purbaka? Tanya Katlen dalam hati.
Hendri mengangkat wajahnya mendengar sapaan Katlen. Ia tersenyum dengan manis pada Katlen. Katlen kaget bukan kepalang tanggung sambil menutup mulutnya yang terbuka dengan tangan kanannya ketika melihat orang yang disalaminya itu ternyata Hendri.
“ Kau !”
“ Hai, Jumpa lagi istriku !” Hendri membalas sapaan itu dengan ramah.
“ Kau ! Kau ! kenapa kamu bisa ada di sini ?” tanya Katlen sedikit tergagap. Tapi dengan segera ia menenangkan diri. Lelaki sampah ini tak perlu membuatku kaget ! Tapi kenapa ia bisa nongol di sini ? Kapan ia datang ke Jakarta ? apakah ia tidak terkubur di Genting Highland?
“ Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku, kenapa Aku tidak boleh berada di sini kalau ini tanah tumpah darahku ? “ Hendri menirukan lagu Indonesia Raya, dan tersenyum pada Katlen. Bertambah keki Katrine melihat ulah Hendri, “ Silahkan duduk, istriku yang manis, mari kita menikmati makan siang bersama.” Ucapnya seakan akan dialah tuan rumah. Katlen semakin keki.
“ Tak sudi ! Istrimu? Sejak kapan Aku jadi istrimu ?” sembur Katlen berang.
“ Lho, dulu kita sudah menikah di catatan sipil, lalu pesta di Hyaat, bulan madu ke Sidney, bikin anak di Singapura tapi nggak jadi-jadi. Masak kamu lupa pada suamimu ini ?“ kata Hendri dengan mimik dibuat lucu. Katlen tersinggung hingga tubuhnya gemetaran.
“ Tutup mulutmu yang kotor itu ! Aku Katlen, bukan istrimu.” bentaknya.
“ Lho, sekarang kamu membantah. Padahal di Sidney tahun lalu kamu mengakui sendiri kalau kamu Katrine, istri Hendri Laksono yang ganteng ini. Kok sekarang memungkiri? ” Ejek Hendri dengan mimik dibuat lucu. Katrine terdiam mendengar kata-kata Hendri. Sedang berlakon dalam film apa pria pengecut ini ? pikirnya.
Melihat Katlen terdiam, Hendri merasa senang dan ingin meneruskan permainan.
“ Ya, Aku Katrine, kamu pasti tidak menyangka bukan ? Kamu memang dungu, manusia paling dungu yang pernah kutemui ! Bukankah begitu ucapanmu ketika di hotel Ambasador dulu ? Aku memang dungu, dungu karena tiba-tiba istriku berubah jadi cantik, kaya dan genit. Sampai-sampai Aku lupa padanya. Dan baru kini Aku sadar betapa beruntungnya diriku ! Kini Aku adalah Suami Catty Katlen, Presdir BHN, suami CEO Nihon Financial. Suami CEO Tung Kai trading company Hongkong. Suami CEO Fujian Village Estate China, dan banyak lagi perusahaan di USA, Australia dan Brazil. Hahaha… Aku suami dari seorang perempuan cantik bernama Catty Katlen, Madam Kat, gudang uang berjalan ! “ ucap Hendri dengan keras. Katlen tertegun mendengar omongan Hendri. Darimana Hendri tahu ia menjadi kuasa atas perusahaan-perusahaan itu ? Darimana kebocoran ini datang?
“ Ngaco ! Aku bukan Katrine, Aku Katlen, bukan istrimu ! Kalaupun Aku Katrine yang kamu sangka istrimu, mana buktinya ?” sergah Katlen. Hendri tertawa dan meraih selembar photocopy salinan Akte perkawinan dalam bungkusan yang dibawanya. Di taruhnya kertas itu di hadapan Katlen.
“ Baca ini baik baik !” kata Hendri tegas.
Katlen mengambil kertas itu dan membacanya. Wajahnya sedikit berubah, akta Perkawinan itu aslinya sudah dikoyak setahun yang lalu. Yang dipegangnya kini adalah photocopy salinan akte perkawinan tertanggal sebulan yang lalu. Otaknya bekerja dengan cepat. Ia kini tahu bahwa ia berhadapan dengan orang pintar, bukan Hendri yang dungu yang selama ini dikenal olehnya.
Katlen kaget dengan kenyataan yang dihadapinya. Hendri kini bukan Hendri yang dulu. Kenapa tiba-tiba lelaki dungu ini berubah jadi pintar? Apakah selama ini aku salah menilai dirinya?
“ Aku kini bisa masuk ke apartementmu, tidur denganmu dan mengekori ke mana kamu pergi sebagai suami yang sah. Aku juga bisa membuat hutang di mana-mana sambil mengatakan: Aku suami Presdir BHN, kirim tagihanku ke BHN ! atau kamu bisa menceraikan aku dan membagi separo hartamu pada aku, hehehe” Seringai Hendri mirip Serigala yang berhasil menumbangkan lawannya dan siap ditelan.
“ Haha, semudah itu ? kamu kira Aku bodoh ! Aku bisa menggugat cerai karena kamu menelantarkan aku di Sidney. Tidak ada pembagian harta jika kasusnya kamu mentelantarkan istri “ ancam Katlen.
“ Hah! Aku mentelantarkan istri dan istriku berubah jadi kaya? Hakim mana yang percaya? aku bisa mengatakan kalau setibanya di Sidney, kamu langsung selingkuh dengan pak Hendro sang penilap BLBI yang kaya. Matamu langsung ijo kayak bunglon berubah warna setelah melihat harta pak Hendro dan kamu yang menelantarkan Aku ! Banyak saksi yang bisa bersaksi bahwa kamu bersama pak Hendro mengunjungi Fujian, Hongkong, Amerika. Hakim pasti bersimpati pada suami yang merana sepertiku, Aku bisa dapat separo kekayaanmu di seluruh dunia lewat perceraian itu.”
Katlen benar-benar marah hingga ke tulang sumsumnya. Ia kalah argumentasi, juga kalah fakta. Ia sedang duduk dan memegang tasnya, Ia mendoyongkan tubuhnya ke arah Hendri dan berkata dengan perlahan.
“ Kamu kira kamu bisa memerasku dengan akta ini, kamu terlalu menyepelekan Aku. Tanganku memegang pistol di bawah meja ini dalam tasku, dan siap meledakkan isi perutmu !” ancam Katrine sangking marahnya.
“ Itu juga terlalu menyepelekan Aku. Tembakanmu jika mengenai jantungku, tentu akan menewaskan Aku seketika. Kamu akan masuk penjara dan hartamu hilang dalam sekejap. Hari harimu berakhir di penjara dengan merana. Di sini banyak saksi. Jika tembakanmu sedikit ke bawah dan tidak mengenai jantung, Aku tetap bisa hidup. Kamu dipenjara karena berusaha membunuh suami, Semua hartamu jatuh ke tangan suami yang ditembak oleh istrinya. Itu lebih menguntungkanku. Orang yang sudah kere seperti aku pasti nekad, segalanya sanggup kulakukan. Mati bukan apa apa lagi bagiku. Tapi lain kamu, kalau semua rahasiamu terbongkar. Kamu akan kehilangan segala-galanya. Kini Aku malah menantang kamu acungkan pistol itu ke benakku seperti di hotel dulu. Aku tidak takut. Tidaklah kamu melihat Aku sudah mempersiapkan segalanya ? Kamu boleh punya pistol yang mungkin kamu beli secara gelap untuk mengancamku, bisa juga menyewa pembunuh bayaran. Tapi Aku juga bukan orang tolol. Aku sudah mendahuluimu menyewa pembunuh bayaran ! kamu sudah diintai sejak hari pertama menginjakkan kaki di Jakarta. Tidak percaya? lirik saja amplop yang terbuka separo di mana Aku mengeluarkan kerta photocopy akta itu tadi.” Kata Hendri dengan tenang, sinis dan menantang. Katlen kaget mendengar omongan Hendri. Tapi ia tidak percaya.
“ Bohong ! Aku takkan terpedaya oleh tipuanmu. kamu bukan orang sepintar itu ! “ katanya meremehkan. Hendri mengangkat kedua tangannya.
“ Boleh kubuka amplop itu lebih lebar ? “ katanya dengan tangan di atas dada. Katlen tidak menjawab. Dipandangi tingkah Hendri itu dengan tajam. Perlahan Hendri menjulurkan tangannya membuka amplop itu, mengeluarkan selembar demi selembar photo-photo di dalam amplop itu. Photo-photo itu dibeberkan di atas meja. Photo pertama adalah photo kedatangan Katlen di Bandara Soetta. Photo kedua Katlen turun dari taksi dan memasuki apartemennya. Photo ketiga Katlen sedang berada di Bar, photo keempat Katlen sedang di atas ranjang kamarnya.
Begitu melihat photo keempat, Katlen langsung lemas tangannya. Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H