Mohon tunggu...
Yo F -
Yo F - Mohon Tunggu... Dokter -

just an ordinary student who love travelling as backpacker

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

[DeRhetorica]: Haruskah Seorang Ibu Memasak?

14 April 2015   12:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:07 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Judul sekaligus pertanyaan di atas tak jarang kita dengar ketika melihat jaman sekarang seorang ibu atau calon ibu tak lagi punya kemampuan memasak. Cibiran pun muncul “buat apa sekolah tinggi-tinggi, kalau tugas di dapur aja?” Sentilan pun muncul kepada kaum Adam “memangnya kenapa harus cewe sih yang bisa masak? Emansipasi keleusss... memang cowo ga bisa, atau karena ga harus?”

Seorang RA Kartini biasa kita “hanya” kenal sebagai pejuang emansipasi perempuan. Namun bila menoleh sejarah, beliau pula dikenal sebagai sosok perempuan pertama yang menulis buku resep karena hobinya memasak. Memasak, selain menjahit, adalah kemampuan yang menurutnya harus dimiliki seorang perempuan.

Efek bola salju pun bergulir. Semakin banyak kita lihat orang lebih memilih makanan siap saji. Anak jadi korban. Makanan siap saji dikenal sangat gurih tetapi kaya minyak jenuh, belum lagi bila dicampur plastik. Makanan siap saji dikenal sangat enak dan murah tetapi kaya pengawet, pemanis buatan, dan pewarna sintetis.

Dahulu orang bilang kalau penyakit jantung atau stroke atau sejenisnya hanya diderita oleh mereka yang berumur tua. Tengoklah sekarang, mereka yang usia berkepala 3 atau 4 saja sudah banyak yang meninggalkan bumi karena penyakit itu.

Kalau mengharapkan tangan pemerintah kita, rasanya belum bisa menaruh harapan banyak. Lha wong di negara maju saja masih bisa kecele. Ingat kasus keracunan apel Granny Smith di Amerika dan buah berry beku di Australia? Baca pula temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan Januari-Agustus 2014 yang menyebutkan hampir 1/3 jajanan anak sekolah di Indonesia tercemar kuman dan zat tambahan pangan tak bersyarat.

Maka dari itu, wajarkah bila sebaiknya kita mulai mengawasi makanan dari keluarga masing-masing? Dimulai dari memilih bahan baku makanan yang segar, memasak tanpa minyak berlebihan, hingga membawa bekal untuk anak ke sekolah atau bekal untuk diri sendiri ke kantor. Selain dijamin lebih higienis dan sehat, hemat pula.

Lalu, haruskah seorang ibu memasak? Menurut penulis, harus! Tidak hanya ibu, bapak juga. Kalau pun tidak bisa, tak ada salahnya mencoba. Penulis percaya sebuah pepatah, cinta itu berawal dari perut. Pasangan dan anak pasti akan semakin sayang. Masakan yang biasa akan jadi luar biasa “hanya” ditambah bumbu kasih sayang.

NB: Tulisan ini untuk memperingati hari Kesehatan Dunia yang jatuh tiap tanggal 7 April. Tagline tahun ini adalah From farm to plate, make food safe. Sekaligus mengenang kembali kiprah RA Kartini yang akan kita rayakan 21 April mendatang.

#just my two cents.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun