[caption id="attachment_206299" align="aligncenter" width="619" caption="Kawasan Selat Sunda/Admin (KOMPAS.com)"][/caption]
Akhir-akhir ini pro kontra atas rencana Proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) semakin sering kita saksikan, dengar dan baca. Memang begitulah sebaiknya, plus dan minus proyek mamut ini harus dipikirkan dengan matang. Semakin banyak yang memberikan masukan atas proyek ini, tentunya semakin baik. Penilaian dari berbagai ragam sudut pandang seyogyanya semuanya harus didengarkan dan dicerna. Tapi pada akhirnya hanya segelintir manusia yang akan memutuskan go atau no go proyek JSS ini.
Estimasi biaya gigantis proyek JSS yang sebesar 225 Triliun Rupiah, tentunya bukan dimaksudkan hanya untuk sebuah pesta kembang api.Proyek ini sepatutnya tidak boleh dikembangkan hanya sekedar untuk proyek mercusuar atau presitise nasional, tapi dia juga harus mampu membawa manfaat bagi orang banyak. Bukan malah akan menjadi beban bagi orang banyak. Dalam kata lain proyek ini harus memiliki nilai komersial yang tinggi, yang nantinya keuntungan proyek ini, jika dia berfungsi, minimal bisa membiayai proyek ini sendiri.
Artikel singkat ini ingin menampilkan pandangan atau ide lain, yang semoga tidak terjebak pada sikap pro dan kontra. Tetapi berniat menampilkan alternatif lain dari proyek JSS yang juga patut untuk menjadi kajian bagi para pengambil keputusan.
Jika tujuan utama proyek JSS adalah untuk mengakhiri bottleneck jalur lintas air antara Merak dan Bakauheni, interkoneksi Jawa-Sumatra,maka sebenarnya masih ada teknologi lain yang lebih feasible untuk direalisasikan dengan biaya lebih murah, waktu realisasi lebih singkat dan risiko yang relatif jauh lebih kecil.
Pada beban puncaknya, tercatat arus lalu-lintas di pelabuhan Merak sebesar 150 truk per jam. Total ferry tersedia saat ini sebanyak 25, baik milik BUMN ataupun swasta, baru bisa mengatasi 50% dari beban puncak ini. Hal ini menyebabkan antrian konvoi truk hingga belasan kilometer yang menunggu ferry dengan tujuan Bakauheni.Solusi logis untuk mengatasi masalah ini tentunya dengan menambah kapasitas ferry dua kali lipat, jika faktor-faktor lainnya dapat diabaikan. Solusi ini hanya akan menelan biaya sebesar 7,5 Triliun Rupiah (dengan asumsi 300 Miliar Rupiah per ferry baru).
Namun demikian, untuk mengantisipasi kebutuhan dan meningkatkan kwalitas interkoneksi Jawa-Sumatra dimasa yang akan datang, sudah sewajarnya diperlukan perluasan dan modernisasi pelabuhan baik di Merak maupun di Bakauheni. Solusi yang ingin ditawarkan disini adalah pengadaan buffer system pada kedua pelabuhan. Buffer system kami yakini akan memperbaiki kwalitas dan meningkatkan kapasitas arus lalu lintas air Merak-Bakauheni secara signifikan. Penjelasannya sebagai berikut.
Buffer system mengharuskan standarisasi angkutan barang dengan menggunakan sistem container. Dengan buffer system, truk-truk tidak perlu lagi ikut menyeberang dari Merak ke Bakauheni atau sebaliknya. Truk-truk Jawa akan hanya beroperasi di Jawa dan begitu juga truk-truk Sumatra hanya akan beroperasi di Sumatra. Yang ditransfer dari Jawa ke Sumatra dan sebaliknya adalah benar-benar barang. Disini berat dan volume truk-truk tereliminasi dalam transfer lalu lintas air. Artinya transfer barang dengan menggunakan teknologi buffer system ini akan berlangsung lebih murah dan lebih efisien.
Misalnya, truk-truk dengan container-container tujuan Bakauheni akan melepaskan container-container di Merak dengan menggunakan bantuan crane system. Container-container tujuan Bakauheni ini secara otomatis dikumpul dalam buffer system di pelabuhan Merak pada lokasi yang dapat diidentifikasi secara otomatis. Container-container ini nantinya akan ditransfer ke ferry tujuan Bakauheni yang tersedia, juga dengan menggunakan crane system. Layaknya seperti surat-surat dalam sistem logistik pos, container-container ini memiliki nama dan alamat tujuan serta nama dan alamat si pengirim.Artinya setiap container adalah unik dan dapat diidentifikasi secara akurat, misalnya dengan menerapkan teknologi RFID (Radio Frequency Identification). Kemudian truk-truk yang telah melepas containernya di Merak, selanjutnya dapat langsung mengangkut container lain yang terkumpul di buffer system yang berasal dari Bakauheni untuk ditransportasikan ke tujuan akhirnya di pulau Jawa. Tidak akan ada lagi antrian truk yang panjang. Karena di pelabuhan truk-truk akan hanya terlibat dalam proses bongkar dan muat barang. Dengan buffer system, pelabuhan akan berfungsi sebagai hub antar sistem transportasi dual modal, yaitu transportasi darat (truk) dan transportasi air (ferry). Tentunya sistem transportasi terpadu yang dijelaskan diatas haruslah berbasiskan teknologi informasi.
Secara konservatif perluasan fisik pelabuhan Merak dan Bakauheni untuk pembangunan infrastruktur buffer system dan infrastruktur pendukung mungkin hanya akan menelan biaya 2x10 Triliun Rupiah. Sedangkan ongkos modernisasi kedua pelabuhan dengan crane system dan sistem otomasi diperkirakan tidak akan melebihi 2,5 Triliun Rupiah. Sehingga secara total, solusi alternatif yang dijabarkan secara sederhana diatas, kira-kira „hanya“ akan menelan biaya sebesar 30 Triliun Rupiah. Hanya 13.3% dari estimasi biaya proyek JSS.
Solusi ini juga bisa dirancang sedemikin rupa sehingga benar-benar menggunakan resources dari dalam negeri secara optimal. Misalnya bukan hanya civil work yang sudah bisa ditangani putra-putri Indonesia. Upaya pengadaan ferry oleh PT PAL mungkin akan menghidupkan kembali industri kapal nasional. Pengadaan truk-truk yang bisa mengangkut container harus dari produksi dalam negeri. Kemudian industri metal Indonesia juga harus mampu memproduksi container made in Indonesia yang berstandar internasional. Modernisasi pelabuhan dengan teknologi buffer system juga harus sudah bisa direkayasa oleh putra-putri Indonesia. Last but not least pengelolaan sistem terpadu diatas tentunya akan membuka peluang bisnis baru dalam jasa transportasi.
Proyek alternatif ini bisa menjadi proyek pilot atau percontohan yang jika berhasil dapat di cut and paste untuk diterapkan di daerah lain di negeri kepulauan ini dengan permasalahan serupa. Sehingga secara nasional, proyek alternatif ini akan memiliki nilai komersial yang sangat tinggi :-)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H