Mohon tunggu...
Derby Asmaningrum
Derby Asmaningrum Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu-ibu biasa

Sedang tinggal di negeri orang. Suka musik rock. Pernah bekerja sebagai pramugari di maskapai asing. Lulusan S1 Fikom Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

SD di Prancis Hanya 5 Tahun dan Aksi Sekolah dalam Menghadapi Pandemi

8 Februari 2022   15:39 Diperbarui: 18 Januari 2023   03:46 2061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TK tempat anak saya sekolah (foto: Derby Asmaningrum)

Pandemi Covid-19 di Prancis seperti tidak ada habisnya. Susah buat bilang putus dari si virus biar bisa move on apalagi sejak Januari lalu giliran murid-murid sekolah yang menjadi sasaran. Sebenarnya sudah cerita lama namun kali ini, serangannya double triple bertubi-tubi.

Sejak corona merebak di tanah kelahiran Arthur Rimbaud di awal tahun 2020, hanya dua kali sekolah ikut kena lockdown yaitu Maret 2020 dan akhir Februari 2021. Selebihnya murid-murid wajib masuk seperti biasa dengan menerapkan protokol kesehatan. Anak-anak harus sekolah, belajar, bertemu, bermain, bersosialisasi dengan teman-temannya. 

Itulah poin utama, alasan terkuat yang membuat Presiden Macron memutuskan untuk tetap membuka sekolah yang jelas-jelas empuk untuk diduduki virus. Sebagai orangtua pastilah saya khawatir anak-anak saya tertular. Kadang gemes juga kenapa sih nggak ditutup lagi aja. 

Sempat ada momen-momen para guru yang berdemo di Paris, resah akan bahaya virus bagi murid-murid, tapi dicuekin, sekolah tetap dibuka dengan strategi yang dirasa pas sehingga KBM di sekolah bisa berjalan lancar namun sebelum ke situ saya akan mengenalkan dulu bagaimana kegiatan sekolah di negeri yang juga disebut Hexagone ini karena nggak afdol kalo langsung ngomongin corona di sekolah tanpa kenal apa dan bagaimana sekolahnya.

Jenjang pendidikan

Pendidikan di Prancis wajib hukumnya mulai usia 3 hingga 16 tahun. Anak-anak yang tinggal di Prancis (siapa saja dan dari mana saja) berhak mendapatkan pendidikan di école publique (sekolah umum) atau école privée (sekolah swasta). Tingkat pendidikannya dimulai dari école maternelle (TK) yaitu:

1. Petite section (kelas kecil) usia 3-4 tahun
2. Moyenne section (kelas menengah) usia 4-5 tahun
3. Grande section (kelas besar) usia 5-6 tahun.

Anak-anak yang dirasa sudah siap masuk sekolah meski baru 2 tahun, ia bisa dimasukkan ke kelas très petite section (très petite = sangat kecil) dan biasanya hari-hari pertama masuk sekolah di tingkat ini bakal terdengar jerit tangis tak henti-henti beroktaf-oktaf berpadu dengan suara sang guru yang juga tak henti-henti menenangkan...

Setelah TK, si murid akan lanjut ke école élémantaire (SD) selama 5 tahun yang tingkatannya:
1. CP (Cours Préparatoire) usia 6-7 tahun
2. CE1 (Cours Élémantaire 1) usia 7-8 tahun
3. CE2 (Cours Élémantaire 2) usia 8-9 tahun
4. CM1 (Cours Moyen 1) usia 9-10 tahun
5. CM 2 (Cours Moyen 2) usia 10-11 tahun 

Kemudian siswa akan lanjut ke collège (SMP) selama 4 tahun lalu masuk lycée (SMA) selama 3 tahun. Ada 3 jenis lycée di Prancis yaitu lycée général (umum), lycée technologique (teknik) dan lycée professionnel (kejuruan) setelah itu akan ada ujian akhir nasional yang dinamankan Baccalauréat atau cukup disapa Bac oleh orang-orang sini.

 Secara hukum pendidikan di Prancis wajib dari 3 hingga 16 tahun alias hingga selesai SMP. Jika setelah itu para murid enggan lanjut ke SMA maka no problemo, sayonara.

Namun mulai September 2020, demi mengurangi angka pengangguran setelah kelar SMP, pemerintah mewajibkan mereka mengikuti pendidikan profesional dari usia 16 hingga 18 tahun (usia tingkat SMA), di Prancis disebut formation misalnya pendidikan tentang kuliner atau design pokoknya yang sesuai dengan minat.

Pendaftaran di sekolah umum

Kedua puteri saya kini tengah menempuh pendidikan di sekolah dasar negeri. Tidak ada biaya masuk yang berujung pada kwitansi yang bertumpuk-tumpuk alias gratis. Tiap bulan juga tidak ada ritual bayar sekolah. Orangtua cukup membayar biaya kantin dan kegiatan sekolah seperti kunjungan ke museum paling banter 3-5 euro (sekitar 50-80 ribu rupiah) per anak. 

Ada satu lagi yaitu iuran sukarela tiap tahun yang biasanya diminta di bulan-bulan awal masuk sekolah. Daftar sekolah di Prancis gampang, segampang melupakan sang mantan! Daftarnya cukup sekali ketika pertama kali masuk TK dan nanti pas masuk SD nggak perlu daftar lagi, cukup konfirmasi (kecuali pindah sekolah) karena di sini kebanyakan TK dan SD adalah satu grup, gedungnya pun berdempetan.

Ketika daftar, orangtua cuma diminta membawa fotokopi livret de famille (buku keluarga) disertai tanda bukti tempat tinggal bisa dengan alamat yang tertera di tagihan telepon, tagihan listrik, internet, gas atau bukti sewa rumah atau apartemen lalu diserahkan ke kantor walikota yang dari rumah saya hanya lima menit berkendara, semuanya serba deket karena saya tinggal di kota kecil. 

Pihak walikota akan menentukan sekolah untuk sang anak. Orangtua tidak bisa seenaknya memilih sekolah, semuanya sudah ditunjuk sesuai dengan area tempat tinggal, sekolah yang paling dekat dengan rumah kita. Jika orangtua ngotot maunya di tempat lain, ia harus memiliki alasan yang kuat siap berjibaku meminta izin dari walikota dan kepala sekolah yang bersangkutan.

Kalau saya justru bersyukur sekolah anak-anak dekat karena jika ada keadaan darurat, saya bisa cepat dihubungi, cepat hadir. Jika ada buku yang ketinggalan maka saya bisa mempraktekkan hasrat lari sprint bak Usain Bolt buat anterin ke sekolah.

Setelah daftar, beberapa hari kemudian orangtua akan menerima surat pemberitahuan dari pihak walikota lewat pos dan diharuskan menghubungi kepsek yang bersangkutan, membuat janji temu untuk sesi tatap muka dengan membawa si anak beserta surat yang dikirim tadi. 

Masuk sekolah

Tahun ajaran di Prancis dimulai dari awal September berakhir di awal Juli. Hari sekolah TK dan SD di kota saya adalah Senin, Selasa, Kamis dan Jumat dari pukul 8.30 hingga 16.30, Rabu dan Sabtu libur. Lain kota, terkadang berbeda jadwalnya, ada yang hari rabu tetap masuk setengah hari seperti di Paris.

Hari pertama masuk sekolah, tiap tahun, orangtua wajib membeli asuransi sebagai proteksi si anak jika terjadi sesuatu, harganya mulai dari 9.90 euro (sekitar 160 ribu rupiah) tergantung perusahaan asuransi yang dipilih si orangtua.

Pagi hari kala murid-murid SD menuju gerbang sekolah di bawah redup langit musim dingin (foto: Derby Asmaningrum)
Pagi hari kala murid-murid SD menuju gerbang sekolah di bawah redup langit musim dingin (foto: Derby Asmaningrum)

KBM dimulai pukul 08.30, gerbang akan dibuka dari jam 08.20. Hanya 10 menit untuk ramai-ramai menuju sekolah hingga kadang berjubel di depan gerbang menjelang detik-detik jeritan bel tanda masuk. Beberapa guru dan kepseknya sudah mejeng tak jauh dari balik gerbang mengamati satu per satu siswa yang masuk ke area sekolah, demi keamanan. 

Di sini sekolah nggak punya satpam jadi guru-gurunya sendiri yang harus bermata elang. Saya dan anak-anak biasanya berangkat dari rumah jam 08.20 teng cuma lima menitan jalan kaki yang santai. Keluar rumah, melewati kantor polisi lalu nyebrang jalan, melewati sebuah komplek apartemen, dalam kedipan mata, sekolah beserta lapangan basketnya telah nampak nyata.

Bapak, ibu, om, tante hingga para kakek nenek yang semuanya berduyun-duyun jalan kaki mengantar sekolah merupakan potret pagi sehari-hari. Terkadang ada saja para ibu yang harus teriak ngomel-ngomel karena anaknya uring-uringan di tengah jalan, nangis tak berkesudahan hingga masuk gerbang sekolah. 

Yang bisa dibilang asyik adalah ketika musim dingin. Dengan suhu yang bisa anjlok hingga minus 5 derajat terkadang dimeriahkan kabut tebal atau digoda oleh rintik-rintik salju ditambah matahari yang baru mengintip sekitar jam setengah sembilan lewat, membuat kaki-kaki kecil itu melangkah ke sekolah dalam kegelapan pagi di bawah temaram lampu-lampu jalan yang menatap muram. 

Menyeruak dalam hujan dan angin kencang pun menjadi keseruan tersendiri kala berangkat sekolah jalan kaki di musim gugur dan musim semi, lebih menggairahkan, lebih rock n' roll, dan itulah salah satu seninya tinggal di negeri empat musim.

Wajah sekolah 

Penampakan sekolah umum di Prancis biasa dan sederhana saja. Setelah memasuki gerbang, akan terlihat bendera Prancis biru putih merah bersanding dengan bendera Uni Eropa menancap di dinding dengan gagahnya. Di dekatnya, di atas sebuah papan besar yang kokoh berwarna biru tua tertulis semboyan negara Prancis liberté (kebebasan), égalité (keadilan), fraternité (persaudaraan).

TK tempat anak saya sekolah (foto: Derby Asmaningrum)
TK tempat anak saya sekolah (foto: Derby Asmaningrum)

Setelah bel berbunyi siswa akan baris lalu masuk kelas. Tidak ada upacara bendera sembari menyanyikan La Marseillaise (lagu kebangsaan Prancis). Kelas-kelas di TK dan SD negeri bisa berisi 25 hingga 30 anak, tidak ada AC jadi kalau udara sudah panas ya pengap rame-rame di dalam kelas. Kadang jendela dibuka, sih... Kebalikannya, ada alat pemanas atau heater yang dipasang di tiap kelas demi menghadapi musim dingin. Pernah heater kelas anak saya rusak seharian alhasil belajarnya sambil pake jaket tebal. Itu pun anak saya bilang masih kedinginan. 

Sekolah umum di Prancis bersifat sekuler, tidak ada pelajaran agama. Sekolahnya juga pakai baju bebas namun ada aturannya seperti tidak boleh mengenakan aksesoris macam anting, kalung, gelang, jam tangan. Murid TK dilarang bawa makanan, harus bawa tas berisi baju ganti, berpakaian tidak ribet jadi jika tiba-tiba terjadi 'kecelakaan' di celana bisa mudah dan cepat diganti. 

Di TK, sang guru akan didampingi oleh satu atau dua orang asisten yang akan membantu guru merapikan kelas, mengganti pakaian murid jika basah, menjaga anak-anak yang makan di kantin, menolong mereka yang ingin ke kamar kecil, dan sejenisnya.

Di SD, tiap kelas hanya ada satu guru untuk semua mata pelajaran. Calistung, sejarah, geografi, bahasa Inggris hingga olahraga yaa dia-dia aja selama setahun. Guru-guru di sini biasanya berpakaian santai cukup dengan jeans, kaos atau blouse bagi guru wanita. 

Guru pria pun rambutnya boleh gondrong (mantap!). Di musim dingin jika suhunya dianggap berlebihan, maka olahraga ditiadakan. Jika masih bisa ditolerir maka prakteknya sambil pakai jaket tebal.

Kalau di tanah air ada pelajaran Bahasa Indonesia nah di sini tentunya ada juga pelajaran Bahasa Prancis dari gramar, mengarang hingga menghafal puisi.

Kadang sembari menemani anak mengerjakan PR, saya gunakan kesempatan tadi buat ikutan belajar, me-refresh dan meluruskan lagi kemampuan bahasa Prancis saya yang masih mencong-mencong. Yaah itung-itung sambil menyelam makan cendol. 

Tampilan sebuah ruang kelas di sekolah dasar negeri (foto: Derby Asmaningrum)
Tampilan sebuah ruang kelas di sekolah dasar negeri (foto: Derby Asmaningrum)

Pukul 11.30 hingga 13.20 adalah waktu istirahat makan siang. Orangtua bisa memilih apakah si anak makan di kantin atau dijemput pulang untuk makan di rumah, seperti yang saya lakukan.

Setelah kenyang, pukul 13.20 saya akan bawa mereka lagi ke sekolah, gerbang akan dibuka pukul 13.20 hingga 13.30, lagi-lagi cuma 10 menit lalu lanjut lagi belajar hingga sekolah selesai pukul 16.30. Jika si anak makan di kantin untuk setahun penuh, maka orangtua harus daftar ke walikota, tidak melalui sekolah namun formulir pendaftarannya akan dibagikan di kelas masing-masing.

Tradisi bagi rapor di sekolah juga tidak ada. Tiap enam bulan si anak hanya akan ditunjukkan hasil evaluasi, wajib ditandatangani orangtua dan record-nya bisa diintip melalui situs resmi di bawah Kementrian Pendidikan Nasional, Pemuda dan Olahraga.

Kenaikan kelas pun hanya diberitahukan lewat selembar kertas yang juga wajib ditandatangani dan orangtua bisa mengajukan keberatan jika tidak puas dengan keputusan sang guru, misalnya si anak tidak naik kelas. 

Pemandangan di hari pertama tahun ajaran baru di SD anak saya (foto: Derby Asmaningrum)
Pemandangan di hari pertama tahun ajaran baru di SD anak saya (foto: Derby Asmaningrum)

Beberapa hari sebelum tahun ajaran berakhir, guru kelas di tingkat selanjutnya akan memberi daftar panjang peralatan sekolah yang harus dimiliki namun tidak diwajibkan untuk membeli yang baru.

Untuk buku bacaan atau buku cetak, semuanya disediakan dari sekolah, dipinjamkan. Si murid harus menyampul dan menjaganya hingga tahun ajaran selesai lalu dikembalikan sedangkan buku tulis, tas dan peralatan sekolah lainnya harus dibeli dari kantong orangtuanya sendiri dan tiap tahun pemerintah memberikan bantuan dana khusus untuk persiapan masuk sekolah kepada keluarga dengan pendapatan rendah yang disebut allocation rentrée scolaire (alokasi dana masuk sekolah) dimulai ketika anak masuk SD.

Sekolah vs corona = kacau

Hari-hari sekolah dalam balutan covid-19 tidaklah se-fun jaman-jaman sebelum kelahiran sang virus.

Tahun lalu, jika ada kasus positif covid baik guru atau murid maka kelas akan ditutup selama seminggu.

Sekarang, pemerintah seakan mengharuskan warganya berjalan beriringan bersama virus. 

Peraturan baru, jika ada satu anak terkena covid di kelasnya maka kelas akan dibuka seperti biasa, para murid lainnya harus melakukan tes antigen sendiri di rumah, alatnya minta gratis di apotek dengan membawa surat keterangan dari sekolah yang menyatakan ada kasus covid di kelas atau beli sendiri seharga delapan euro (sekitar 130 ribu rupiah) untuk satu pak isi lima atau datang ke apotek-apotek yang memberikan layanan tes antigen yang ngantrinya kayak mau nonton konser Westlife. 

Setelah keluar hasil tes, keesokan harinya ketika masuk sekolah, si murid harus membawa surat pernyataan (formatnya sudah dikirim lewat email oleh kepsek) berisi pengakuan negatif covid yang ditandatangani orangtua, diserahkan di gerbang sekolah di mana kepsek dan gurunya sudah menunggu.

Itu kalau kasus murid sedangkan jika guru yang positif maka kelas akan ditutup selama seminggu tanpa guru pengganti dan akan ditulis besar-besar di kertas putih ditempel di gerbang sekolah nama-nama guru yang tidak masuk. 

Kepsek juga akan memberitahu berita tersebut lewat email kepada para orangtua murid. Yang bikin ribet dengan peraturan seperti ini adalah ketika di kelas anak saya ada temannya yang positif maka anak saya harus tes antigen. Lalu ia masuk sekolah.

Selang beberapa hari kemudian ada lagi teman sekelasnya yang kena, jadi harus tes lagi, harus isi surat pernyataan lagi. Capeekk dehh..

Saya rasa kepseknya pun puyeng karena sejak awal Januari lalu hampir tiap kelas ada setidaknya satu kasus bahkan beberapa kasus di kelas yang sama. Belum lagi guru-gurunya yang juga absen karena terapapar. Kacau balau. Kelas anak-anak saya pun sudah dua minggu ini langganan beberapa kasus covid.

Oh ya, vaksinasi covid di Prancis tidak wajib hingga sekarang. Untunglah, karena saya takkan pernah mau kedua anak saya divaksin.

Alat self-test antigen (foto: Derby Asmaningrum)
Alat self-test antigen (foto: Derby Asmaningrum)

Penggunaan masker di kelas tentu saja masih yang utama namun kemungkinan peraturan ini akan dicabut awal Maret nanti. Saya selalu mengganti masker anak-anak setelah makan siang ketika mereka akan kembali lagi ke sekolah. 

Jika sebelum covid para murid bebas bermain bersama teman-temannya yang beda kelas, berlarian berkejaran hingga ke ujung lapangan, sejak covid melanda, tiap kelas hanya boleh bermain dengan teman sekelasnya dengan area yang diberi pembatas tidak boleh nyampur. Anak-anak saya sih bilang nggak seru karena mereka terbiasa main dengan teman-temannya yang beda kelas.

Kapan liburnya?

Sekolah melulu nggak capek, Der? Capek lah tapi mirip-mirip motto work hard play hard, sekolah yang melelahkan siap dibalas dengan libur yang menyegarkan.

Enaknya di Prancis, sekolah banyak liburnya. Tiap musim berganti, libur setia menanti. Namun, libur sekolah di sini tidak semuanya serentak karena dibagi-bagi jadwalnya menurut zona akademik, yaitu zona A, B dan Zona C. Kota saya masuk ke dalam zona akademik C bersama sang ibukota, Paris.

Libur pertama setelah masuk sekolah ada di akhir Oktober hingga awal November selama dua minggu yakni libur Toussaint (All Saints), sekalian menyambut musim gugur. Akhir Desember hingga awal Januari, juga dua minggu, menjadi libur Natal Tahun Baru, bersamaan hadirnya musim dingin. 

Dua minggu libur juga akan ada lagi di tengah Februari yang biasanya dimanfaatkan sebagian besar orang Prancis untuk pergi ke gunung melepas dahaga bermain ski. Masih ada lagi, libur musim semi yang juga perayaan Paskah bisa dinikmati di akhir April selama dua minggu hingga awal Mei. 

Klimaksnya adalah libur musim panas dari awal Juli hingga akhir Agustus, libur yang selalu ditunggu-tunggu yang juga sebagai tanda berakhirnya tahun ajaran.

Yoi, banyak belajar, banyak libur biar bisa fresh ke sekolah untuk kembali bersiap menimba ilmu, bertemu, bercanda ria dengan kawan-kawan tercinta, siap mengejar cita-cita!

***

Salam dari Prancis!
06/02/22

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun