Satu daun jatuh
Di ujung September
Teronggok di tanah sendirian
Meratap selamat tinggal kepada musim panas yang sudah bosan
Memberi kabar datangnya dingin yang tak sabar menyergap menjamahi badan
*
Aku yang pucat pasi berias
Mungkin sudah saatnya aku berkemas
Menghimpun angan seraya bergegas
Dengan gincu ungu yang dipulas
Agar tampangku tak tampak cemas
*
Seberang lautan beda perjalanan
Tigaratus enampuluh lima hari sudah sejak kau peluk aku di antara gelegar rindu
Kini tak berdaya terendam pilu
Tanya di hati menyayat-nyayat perih kenangan
Akankah kau terus menungguku di atas berjejalnya racun keraguan?
*
Beri aku maaf, Kekasih
Aku hanya bisa pandangi satu daun itu
Yang mematung di tanah tak tahu akan dipungut siapa
Yang pasrah tersapu angin, jauh dan lepas hilang
Yang tak pernah bisa menjerit ke mana ia ingin kembali
Namun selalu setia menanti daun-daun lain jatuh berguguran mengikutinya
Sama seperti aku
Yang selalu bersikukuh akan terus menjadi milikmu
Meski harus terseok di tengah kemelut waktu
*
Paris, 18 September 2018
(Dulu, kini dan selamanya.. Kita)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H