Mohon tunggu...
Kelompok 6
Kelompok 6 Mohon Tunggu... Jurnalis - Tugas PPKN

Artikel tentang Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peranan Indonesia dalam Konflik Timur Tengah

20 Februari 2020   03:00 Diperbarui: 20 Februari 2020   03:32 3704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak akhir Perang Dunia Kedua, konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina menjadi salah satu konflik tak terselesaikan di dunia. "Ini adalah konflik tentang wilayah, sesederhana itu," kata Dr Gil Merom, pakar keamanan internasional dari University of Sydney kepada SBS News.

Antara tahun 1882 dan 1948, serangkaian gerakan besar-besaran Yahudi dari seluruh dunia untuk masuk  dan mendirikan negara Yahudi ke suatu daerah yang pada tahun 1917 secara resmi dikenal sebagai Palestina--terjadi.

Pada tahun 1974, PBB memilih untuk membagi wilayah yang diperebutkan menjadi tiga bagian;  satu untuk orang Yahudi, satu untuk orang Arab, dan rezim perwalian internasional di Yerusalem. Orang-orang Arab tidak menerima kesepakatan itu, dan mengatakan bahwa PBB tidak mempunyai hak untuk mengambil tanah mereka. Di situlah awal dari terjadinya perang. Narasi Palestina mengatakan bahwa Zionis (mereka yang mendukung pembentukan kembali tanah air Yahudi di Israel) kemudian mulai memaksa orang-orang keluar dari rumah mereka.

Versi Israel menunjukkan bahwa ada pemimpin Arab yang mendorong orang-orang untuk pergi dan beberapa orang Arab pergi secara sukarela. Perang Arab-Israel tahun 1948 yang berdarah membuat 700.000 warga Palestina meninggalkan rumah merekasebuah eksodus massal yang dikenal sebagai 'Nakba', bahasa Arab untuk 'malapetaka'.

Dan keturunan dari 700.000 orang Palestina tersebut--yang telah menghabiskan beberapa generasi tinggal di kamp-kamp pengungsi--sekarang berjumlah sekitar 4,5 juta jiwa menurut UNRWA (The United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East), sebuah badan PBB yang didedikasikan untuk para pengungsi Palestina.

Tuntutan utama warga Palestina dalam perundingan damai adalah "hak untuk kembali" bagi para keturunan ini ke rumah-rumah yang ditinggalkan keluarga mereka pada tahun 1948.

Setelah bertahun-tahun konflik yang diwarnai kekerasan, kedua belah pihak mencapai kesepakatan pada tahun 1993, di mana Palestina akan mengakui negara Israel dan Israel akan mengakui Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai perwakilan sah rakyat Palestina. Disebut Perjanjian Oslo, kesepakatan itu juga menciptakan Otoritas Palestina yang memiliki beberapa kekuasaan pemerintahan sendiri yang terbatas di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Perjanjian Oslo adalah kesepakatan sementara, sebelum apa yang seharusnya menjadi perjanjian damai komprehensif dalam lima tahun. Namun, itu tidak terjadi. Ada KTT perdamaian yang gagal diselenggarakan oleh AS pada tahun 2000.

Pada 4 Februari 2020, Indonesia terpilih menjadi Wakil Ketua Komite Palestina PBB untuk periode 2020. Kesempatan tersebut digunakan oleh Indonesia untuk menolak "peace plan" yang dipegang oleh Amerika Serikat bersama Israel. Komite Palestina PBB diharapkan dapat menjamin dukungan kemanusiaan kepada pengungsi yang berasal dari Palestina. Indonesia mengusulkan agar Komite Palestina PBB dapat melibatkan universitas, think tanks, serta influencers sehingga pesan yang disampaikan dapat menyebar lebih luas dan cepat. Indonesia siap mengemban amanah dalam Biro Komite Palestina PBB bersama negara lainnya. Tujuan dibentuknya Komite Palestina PBB ini agar hak rakyat Palestina dalam menentukan nasib sendiri tanpa campur tangan pihak luar terpenuhi, memperoleh kedaulatan secara utuh serta membantu pengungsi Palestina kembali ke daerah asalnya.

Menurut penulis, Israel telah melanggar beberapa hal yaitu, pembangunan permukiman ilegal Yahudi, penghancuran, dan pengusiran rumah warga sipil Palestina, pembunuhan dan pembantaian terhadap warga sipil. Selain itu, aksi penangkapan terhadap anak-anak dan penyiksaan di penjara, dan masih banyak lagi pelanggaran HAM yang telah dilakukan Israel. Komisaris Tinggi HAM untuk Timur Tengah Emir Zaid bin Ra'd menyatakan bahwa sudah lebih dari setengah abad Israel menjajah Palestina dengan membangun permukiman ilegal Yahudi di Tepi Barat. Padahal, sidang Komisi HAM PBB di Jenewa, Senin (20/3) lalu, menghasilkan empat rekomendasi penting terkait Palestina.

Terimakasih atas waktu yang diluangkan untuk membaca, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menulis artikel ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun