"Hacking Artwork" merupakan salah satu objek yang berada didalam pameran Biennale Jogja XI yang bertema "Hacking Conflict". Karya dari seniman yang bernama Agus Leak ini memiliki bentuk berupa "alat musik" yang identik dengan dawai-dawai. Diatas "Hacking Artwork" ini tersender sebuah patung manusia yang memberi kesan "kelam" atau "galau" dengan gesturenya yang menggambarkan lemah lunglai dan tersender di dada pada alat musiknya yang terbuat dari kayu. Mata patung tertutup kain dengan muka ekspresi seolah gemang. Dibagian bawah badan dari patung tersebut atau lebih tepatnya bagian pantatnya berbentuk lubang resonansi seperti yang terdapat pada sebuah gitar akustik namun dengan ukuran lebih besar dengan diameter lingkaran resonansi tersebut yang berukuran sekitar 60cm. pada sebelah kiri rangka alat musik terdapat kaki kanan dari patung tersebut yang menggunakan sepatu berwarna cokelat tua sedangkan kaki kirinya hanya terlihat sedikit pada bagian bawah rangka alat musik.
Pada alat musik bahan yang digunakan adalah balok kayu yang disusun sedemikian rupa hingga hampir menyerupai kerangka dari saringan pasir yang biasa digunakan oleh para kuli bangunan untuk menyaring pasir dari batu batu kerikil namun dengan bentuk yang lebih tinggi (sekitar 2 meter). Di kerangka tersebut terpatri 13 dudukan untuk 3 jenis "dawai" yang berbeda yaitu kain katun yang dipilin hingga berbentuk senar dan kain belacu yang juga dibentuk serupa dengan senar mirip dengan senar kain katun namun dengan bentuk yang lebih tebal dan besar, dan terakhir potongan tipis kayu serupa dengan lidi yang dibentuk seperti senar/dawai gitar.
Pada tiap satu sisi bagian atas dawai yang terbuat dari kain katun dan lidi diberikan dudukan potongan kayu kecil dengan panjang kurang lebih 2cm sebagai dudukan yang berfungsi sebagai penegang dawai dengan tujuan untuk menciptakan perbedaan timbre pada tiap dawai. Pada senar yang terbuat dari kain belacu tidak diberi dudukan potongan kayu kecil karena digunakan sebagai senar bass yang menggunakan nada-nada rendah dan untuk pengaturan nada pada senar kain belacu digunakan sistem gulungan pada rangka alat musik sehingga ketegangan dan tinggi rendah nadanya tergantung dari berapa kali gulungan kain pada rangka alat musik tersebut. Pada rangka alat musik yang terdapat difoto bagian kiri bawah atau lebih tepatnya pada kaki depan kanan alat musik ditempelkan kertas yang berisi deskripsi cara penggunaan alat musik tersebut beserta nama seniman yang membuat dan nama dari instalasi tersebut. Di rangka alat musik juga terdapat 2 untaian kain dibagian bawah tempat dawai diikatkan ke rangkanya.
Pada background objek yang ada difoto terdapat dinding dari triplek yang dicat berwarna putih yang menutupi kurang lebih 75 persen bagian background yang ada di foto. Dibagian kanan atas dinding terdapat sedikit belahan dinding yang sedikit bergelombang dan agak terbuka sedikit. Pada bagian yang tidak tertutup dinding terlihat plafon lantai 2 dan tiang tembok dari salah satu bagian gedung utama Jogja National Museum yang digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pameran Bienalle Jogja XI. Terlihat juga 4 ventilasi gedung yang berwarna hitam, satu hanya telihat setengah (yang berada di atas kanan foto) lalu sebelahnya terlihat sepasan (yang berada di tengah bagian atas foto) dan yang terakhir terlihat menyempil sedikit dari bagian Stagger. Terlihat stagger dengan warna merah yang bercampur warna karat (kecoklatan) yang biasa dipakai oleh pekerja bangunan sebagai pijakan untuk mengecat atau mengerjakan pekerjaan yang berada ditempat tinggi. Dibagian atas kiri foto terdapat objek semacam plastik berwarna hijau toska. Dibagian bawah sebelah kanan foto tepatnya dibawah alat musik terlihat colokan listrik berwarna putih beserta kabel berwarna putih dengan posisi mencolok kepada colokannya.
Makna
Objek "Hacking Conflict" karya dari Agung Leak ini menggambarkan sebuah suasana yang kelam dan gemang yang ditunjukan dari ekspresi yang terdapat diwajah patung manusia yang bersender dada pada rangka alat musik. Gesture patung yang terlihat lunglai dan tidak bergairah ditambah raut muka yang terlihat "kecewa" juga arah kepala patung yang mengarah keatas kanan seolah sedang berpikir menyesali akan sesuatu makin memperkuat gambaran kelam dari karya ini. Pada bagian bawah badan patung atau lebih tepatnya bagian pantat patung tidak berbentuk layaknya pantat patung manusia pada umumnya namun berbentuk sebuah lubang resonansi yang menggambarkan seolah hasil pembuangan dari patung manusia tersebut yang berupa bunyi nada yang dihasilkan oleh dawai yang terbentang didepan lubang resonansi tersebut.
Dari hasil uji lapangan, bunyi nada yang dihasilkan dari tiap dawai yang ada di alat tersebut tidaklah harmonis serta cenderung timpang tindih antara satu timbre dengan yang lainnya dan berkesan "kontemporer" karena frekwensi tiap nada yang dihasilkan dari tiap senar tidak tepat dengan tangga nada yang ada atau mungkin bila diasumsikan dengan anggapan orang yang tidak memperhatikan nada bisa juga dikatakan fals (namun sebenarnya tidak fals).
Bila dikaitkan antara patung manusia dengan alat musik berdawai tersebut terdapat suatu relasi yang menciptakan gambaran manusia yang bertindak tanpa tahu jelas apa yang dilakukannya sehingga menghasilkan hasil yang menggantung/nanggung/tidak jelas yang digambarkan dengan nada-nada "gemang" hasil dari petikan dawai di "alat musik" itu. Penggambaran pengeluaran hasil dari patung manusia tersebut digambarkan secara kasar melalui pantat yang berbentuk lingkaran ruang resonansi. Peletakan senar senar yang sudutnya cenderung berlawanan menunjukan adanya sifat ketidakteraturan yang disebabkan oleh rasa gemang akan berkarya (dalam konteks ini yaitu menghasilkan sebuah nada) yang kuat ditunjukan oleh visual yang terdapat pada patung baik gestur maupun ekspresinya.
Dibagian rangka alat musik tersebut terdapat 7 bilah bambu yang panjangnya berurutan yang kurang lebih mulai dari 5cm, 7cm, 10cm di sebelah kanan foto dan 1cm, 2cm, 3cm, dan 4cm di sebelah kiri alat musik tersebut. Penggunaan bilah bambu yang berbeda ukuran yang ada di kiri dan kanan rangka alat musik tersebut bertujuan untuk menciptakan warna nada yang berbeda. Di kiri tone colornya cenderung middle sedangkan kanan lebih ke tone low dan ngebass.
Tone color middle ke low dengan nada yang gemang memperkuat aura kelam dari objek karya ini. Tone color yang terkesan gemang meggambarkan sisi kegalauan manusia akan berkarya. Posisi jari telapak kanan yang berbeda antara kanan dan kiri foto (kiri membentang kanan rapat) menggambarkan sifat kegusaran/ suasana buru-buru, hal ini seperti ketika layaknya manusia yang sedang dikejar deadline pekerjaan pada umumnya yang bisa secara tidak sadar bisa memungkinkan untuk melakukan hal-hal yang tidak terduga.
Dalam objek ini terdapat kode sosial yang terdiri dari lima kode yaitu kode hermeneutik, kode semik (konotatif), Kode simbolik, Kode proaretik (narasi), Kode genomik (kultural) (Barthes dalam Sobur, 2013:65-66. Kode hermeneutik ada pada judul yang berjudul "Hacking Conflict". Hacking Conflict bila diartikan adalah "meretas permasalahan", namun jika dikaitkan dengan objek karya maka kalimat tersebut akan tidak menggambarkan secara gamblang "peretasan masalah" namun yang ada adalah "pendeskripsian masalah".