Saya menonton film ini saat seluruh konsentrasi saya tersita sebuah permasalahan yg membuat saya sakit hati dan kecewa hingga akhirnya menggerutu sendiri. Masalah yg sejatinya hanya karena perbedaan mindset dan kalkulasi prioritas saja jadi runyam sedemikian rupa karena hilangnya pengertian dan pemahaman dalam diri saya. Detail masalah ini tak akan saya ceritakan, intinya saat itu saya menderita lahir batin karena masalah yg saya ruweti sendiri dan saya ratapi sendiri. Mata melototi TV, tapi pikiran saya hangus dibakar amarah dan kecewa.
Sakit hati itu sudah pasti berlaku untuk manusia manapun di dunia ini tak terkecuali motivator super sekelas Mario Teguh. Namun tiap orang punya cara yg berbeda dalam menyikapinya, dan dari sikap itulah kualitas mental seseorang bisa ditentukan. Di mana-mana watak sakit hati itu hampir pasti sama, terlebih jika sudah dirasuki nafsu dan kebodohan. Menggerutu, mencaci, mengumpat, dan sebisa mungkin balas dendam secepatnya. Begitu pula yg saya alami dan lakukan saat itu. Bahkan kalau bisa saya ingin meminta dukungan ke semua makhluk di jagat raya ini untuk memihak saya. kalau mungkin saya ingin seisi bumi ikut membenci pihak yg membuat hati saya sakit. bahkan kalau tidak mustahil saya ingin tujukan seluruh kutukan yg ada di dunia ini hanya kepadanya. Pendek kata, sayalah pihak yg paling benar, dan orang yg membuat saya sakit hati itu adalah pihak yg paling salah dan berdosa dan harus segera menginsafi kesalahannya di depan saya atau harus terkena kutukan secepatnya.
Jadi bisa anda bayangkan bagaimana rasanya menonton film dengan keadaan serupa itu. "Ya, cukup. Saya tahu anda pun pernah merasakannya?!". Sebenarnya pilihan untuk menonton itu pun cenderung karena memang saat itu saya tidak tahu harus berbuat apa. Malam sudah larut sedang besok harus bangun pagi untuk berdinas. Ingin pergi tidur tapi mata ini terus melotot, pikiran susah, dan batin terus meronta. Lengkaplah frame kegalauan saya malam itu. Adapun film yg saya tonton ini berjudul Invictus. Mungkin sebagian dari anda sudah tahu dan sudah juga menonton. Ya, film ini bercerita tentang biografi seorang aktivis anti-apartheid yg kemudian menjadi presiden AFSEL bernama Nelson Mandela (NM) yg diperankan oleh aktor hollywood Morgan Freeman dan Matt Damon yg berperan sebagai françois Pienaar (FP), seorang kapten tim rugby nasional AFSEL.
Pada awalnya saya tidak terlalu fokus pada alur cerita film ini karena kondisi kegalauan saya tadi. Namun secara garis besar saya paham betul kisah yg diceritakan. Saya tertegun takjub ketika sampai di satu adegan dmn Matt Damon yg berperan sebagai françois pienaar ini berdialog di sebuah penjara. Dalam adegan itu diceritakan FP bersama tim yg sedang dalam masa pemusatan latihan untuk laga final piala dunia rugby diberikan kesempatan berkunjung ke sebuah penjara di mana penjara ini adalah tempat NM sebelum menjadi presiden pernah ditahan selama ±30 tahun (NM dipenjara karena menentang apartheid dan berjuang keras mengakhiri tekanan dan diskriminasi rezim kulit putih atas mayoritas warga AFSEL yg berkulit hitam)
Di dalam penjara itu FP mengunjungi kamar sel tempat NM dikurung selama ±30 tahun. luas kamar sel itu mungkin hanya berukuran 3m x 3m. Dia berputar melihat seisi kamar, meraba dinding, dan coba merasakan bagaimana kehidupan NM saat itu. Tak lama berselang seseorang datang menghampirinya dan bertanya "apa kau baik-baik saja? Apa yg kau pikirkan?" Tanya seseorang itu. Sesaat FP masih terdiam, kemudian berkata "aku sedang berpikir tentang bagaimana mungkin seseorang yg menghabiskan waktu ±30 tahun di sebuah sel kecil, dan keluar siap untuk mengampuni orang-orang yg menempatkannya di sana". Dialog itulah yg membuat sy tertegun takjub. Silahkan anda renungkan.
Di adegan lain NM memberikan sebuah puisi yg begitu menginspirasi hidupnya kepada FP yg saat itu akan memimpin timnya menghadapi laga final piala dunia rugby untuk kemudian di-copy dan dibagikan kepada rekannya. Puisi itu berjudul INVICTUS. Berasal dari bahasa latin yg artinya tak terkalahkan. Berikut saya kutipkan puisi yg begitu menginspirasi itu untuk anda.
INVICTUS
By William Ernest Henley
Out of the night that covers me,
Black as the pit from pole to pole,
I thank whatever gods may be
For my unconquerable soul.
In the fell clutch of circumstance
I have not winced nor cried aloud.
Under the bludgeonings of chance
My head is bloody, but unbowed.
Beyond this place of wrath and tears
Looms but the Horror of the shade,
And yet the menace of the years
Finds and shall find me unafraid.
It matters not how strait the gate,
How charged with punishments the scroll,
I am the master of my fate:
I am the captain of my soul.