Jenderal Bermasalah?
 Beberapa waktu yang lalu tepatnya pada hari selasa pada tanggal 30 November 2021 ada pernyataan fenomena yang sempat membuat gaduh dari bapak Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jend. TNI Dudung Abdurachman, S.E., M.M. saat sedang berada di kanal youtube podcast close the door milik Deddy Corbuzier. Beliau mengatakan bahwa kalau ia berdoa pakai bahasa Indonesia saja karena Tuhan kita bukan orang arab. Sontak pernyataan dari Jend. Dudung ini membuat kegaduhan bagi sebagian orang yang mempunyai anggapan bahwa Jend. Dudung dengan lancang mensejajarkan posisi Tuhan dengan Manusia.
Dalam hal ini Pihak TNI AD melalui Brigjen. TNI Tatang Subarna selaku Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) mencoba meluruskan pernyataan dari Jend. Dudung. Maksud Jend. Dudung yaitu di dalam mempelajari agama harus ada pendamping rohani yang mengarahkan, semisal ustadz. Peryataan ini dikeluarkan agar permasalahan ini tidak bertambah panjang.
Dan ternyata pernyataan tadi tidaklah menyelesaikan masalah, malahan  bertambah luas dengan buktinya dimana baru-baru ini informasi dari akun instagram resmi pinter politik pada hari senin tanggal 31 Januari 2022 Koalisi Ulama, Habaib, dan Pengacara Anti Penodaan Agama yang selanjutnya disingkat dengan (KUHAP APA) melaporkan Jend. Dudung ke Pusat Polisi Militer Angkatan Darat yang selanjutnya disingkat Puspomad terkait penodaan agama. Melalui Koordinator KUHAP APA Damai Hari Lubis mengatakan ''Pernyataan ini (Pernyataan Jend. Dudung) menurut pendapat saya bagian dari tindak pidana formil, dan merupakan delik hukum'' Â
Dalam hal ini Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui Puspomad mesti berhati-hati di dalam menghadapi kasus seperti ini. Karena seperti yang kita tahu, salah sedikit saja, bisa saja nanti TNI yang sebelumnya baik akan berubah menjadi jahat di mata orang-orang yang ingin masalah ini bertambah besar. Bisa dikatakan TNI mesti lebih bijak dan pintar menghadapi perangkap seperti ini agar tidak terperangkap oleh isu sensitif seperti isu agama ini demi menjaga nama baik institusi paling dipercaya oleh masyarakat ini.
Saya disini tidak ingin mengomentari substansi atau esensi makna dari perkataan atau ucapan Jend. Dudung dari sisi agama, untuk menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah, tapi yang ingin saya komentari adalah sikap atau respon dari orang-orang yang menganggap ini sesuatu yang salah. Menurut saya Jend. Dudung adalah seorang manusia yang pastinya punya kesalahan, dan ketika ada salah pastilah ditegur agar tidak terulang kembali. Akan tetapi jika menanggapi kasus ini dengan emosionalitas tanpa rasionalitas ini juga merupakan suatu kesalahan, jika beliau salah temuilah dan sampaikan secara empat mata secara baik-baik agar masalah ini tidak memiliki efek domino yang berkepanjangan dan tidak ada yang dipermalukan atau sakit hati dikemudian hari.
Dan di satu sisi Jend. Dudung mengucapkan kalimat ini pastilah dengan tujuan dan niat yang baik bahwa agama tidak sekaku itu, akan tetapi kita mestinya berpikir lebih jauh lagi jika membicarakan agama di ruang publik dimana tidak semuanya sepemikiran dengan kita. Dan sepertinya Jend. Dudung lupa bahwa masalah agama sangat sensitif di Indonesia, mesti ekstra super hati-hati di dalam membicarakan agama di ruang publik yang semuanya bebas berkomentar.
Jujur saja, saya boleh berpendapat bahwa Jend. Dudung tidak pantas untuk membicarakan agama dengan latar belakangnya seorang anggota TNI. Seperti yang kita tahu bahwa TNI berkutik dengan masalah pertahanan untuk menjaga kedaulatan NKRI. Jelas dalam hal ini Jend. Dudung tidak mempunyai dasar yang kuat untuk bicara mengenai agama. Karena seperti inilah Indonesia, setiap orang kalau ingin bicara, pasti dilihat latar belakang atau legal standing (kedudukan hukum) yang kuat dari orang yang bicara tersebut, tidak boleh sembarangan orang. Selain bukan tupoksinya, perkataannya bisa diragukan dan tidak percaya hanya karena tidak ada embel-embel agama di namanya. Dan ini hanya terjadi pada agama saja, dilihat pada hal lain masih bisa dikatakan aman dan tidak sesensitif agama.
Mungkin hal ini bisa menjadi pelajaran buat kita semua agar lebih berhati-hati dan berpikir dua kali jika akan membicarakan masalah sensitif seperti agama ini di ruang publik. Biarlah orang-orang yang paham agama saja yang membicarakan agama di ruang publik, seperti pemuka agama, karena ia mempunyai legal standing (kedudukan hukum) atau kewenangan di dalam membicarakan akan hal itu karena ia sudah sekolah atau menempuh pendidikan di bidang keagamaan dan punya embel-embel gelar agama dinamanya yang membuat mereka  punya dasar yang kuat melalui hari-harinya yang selalu dipenuhi oleh ajaran agama dan yang pastinya sudah diurapi (dipenuhi kuasa ilahi) oleh Tuhan.
Dan dalam hal ini jika permasalahan ini tidak bisa diselesaikan, mestinya harus ada pihak ketiga yang menjadi penengah konflik dan dalam hal ini adalah pemerintah melalui kementerian agama atau pihak-pihak yang terkait untuk bisa menyelesaikan masalah ini. Menurut saya pemerintah dengan kekuasaan atau kewenangan yang ia miliki harus melakukan intervensi yang kuat untuk memaksa pihak-pihak yang terlibat dengan masalah ini untuk berdamai dan menyelesaikan permasalahan yang ada. Lebih lanjut, mestinya pemerintah lebih bisa mengatur mengenai agama yang sensitif ini di ruang publik dimulai dari pencegahan sampai pada sanksi yang akan diberikan agar permasalahan-permasalahan ini jika terjadi lagi, tidak akan membuat kegaduhan dan semua bisa hidup dengan damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H