Mohon tunggu...
Alle Leta
Alle Leta Mohon Tunggu... -

Bila hidup adalah memberi, maka menulis adalah salah satu cara membagi dan membaca adalah cara untuk menjadi semakin kaya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memakai Hati

23 Juli 2012   07:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:42 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hati tak melulu emosional tapi juga tak selalu memusuhi logika. Hati bergerak mengatasi keduanya. Ia rajin menyindir kedangkalan emosi, menghujat kekeringan logika. Keliarannya tak mampu dicegat aturan, tak tuntas ditangkap akal. Bahkan Blaise Pascal pun menyerang lebih radikal bahwa hati punya logikanya sendiri, alasan-alasannya tak sanggup dipahami rasionalitas insani. Tak dipahami tak sama artinya dengan irasional. Ini perkara keterbatasan. Rasio juga berbatas dan kebenaran jauh lebih luas darinya.

Memakai hati tak hanya membuat anda berbeda, tapi bahkan gila. Kegilaan yang hampir tak punya tempat dalam ruang birokrasi. Gila karena anda berdagang kejujuran saat dunia ngidam manipulasi, karena menanam pengorbanan saat penguasa mengintimi egoisme, karena menyatakan cinta saat publik memuja kenikmatan. Semakin gila karena saat orang-orang berteriak: cukup! anda memilih bergerak ke ‘lebih’, saat risiko disetubuhi sementara keuntungan dikebiri. Tak perlu heran karena ketidakpopulerannya, hati lebih sering sendirian.

Ketika anda berdamai dengan hati, kesendirian jadi rumah yang jarang dikunjungi banyak orang.

Sejarah keadaban manusia adalah sejarah hati. Kepala bukan segala-galanya. Segala hal mengenai hati selalu berupa kebaikan yang anti-pamrih. Perjalanan hidup orang-orang seperti Ibu Teresa dari Calcutta atau Priskilla Smith Jully, tuna netra dari Semarang dan yang lainnya tak lain mengatakan tentang satu hal ini: Dengarkan dan Ikuti Suluh Hatimu!! Serupa awan yang berserah gerak ke mana angin ‘kan meniup. Tak perlu kuatir karena tujuan hati tak pernah lain selain kebaikan.

Dan sepertinya para pemimpin yang tak memakai hati di Negeri ini hanya kuatir kalau mereka disebut orang gila. Mereka barangkali jadi korban-korban pandangan bahwa kelaziman sama saja dengan kebenaran.

Lalu kita? sebaiknya disebut gila saja daripada menunda-nunda belas kasih !!!

(Mrk. 6:34)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun