Judul Buku : Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk & Tersedu
Penulis : Paulo Coelho
Penerbit : Pustaka Alvabet
Tebal : 228 halaman
Tahun terbit : Juni 2005
ISBN : 979-3064-08-0
Mengakrabi Tuhan dengan mencintai
"Terima kasih, Tuhan, telah menolongku melayanimu. Ajari aku agar bisa melayanimu sepatutnya. Berilah aku kekuatan untuk jadi bagian dari misinya, berjalan dengannya di bumi ini, membangun spiritualku yang baru. Semoga semua hari kami akan menjadi seperti ini-bepergian dari satu tempat ke tempat lain, menyembuhkan yang sakit, menghibur yang bersedih, membicarakan cinta Bunda Yang Agung kepada semua orang."
Demikian sepotong ujaran Pilar, sang tokoh utama dalam Novel ini. Dari sepotong ujaran tersebut jelas tergambar bagaimana ada upaya penyerahan diri sang hamba (baca:Pilar) kepada Tuhan dengan menyemai kasih sayang, menabur benih-benih cinta yang tulus kepada sesama. Bagi Pilar cara itulah semacam ekstase "mengakrabi" Tuhan.
Namun, upaya membuka tabir ekstase itu tidak lah mudah. Pada masa-masa menuju fase "mengakrabi Tuhan", keyakinan Pilar akan Tuhan telah luntur tersebab Tuhan kerap absen saat ia dilanda kesusahan.
" Aku sudah tak mempercayai Tuhan. Bahkan ketika orang mengurai do'a agar terhindar dari bencana, aku sendiri ragu apakah doa tersebut ditujukan kepada Tuhan.". Begitu katanya.
Perlahan-lahan keyakinan Pilar berubah. Adalah pertemuan dengan sahabat masa kecilnya setelah lama berpisah yang memberi pencerahan keyakinan. Sebentuk spitiriualitas dengan pemaknaan yang baru dan segar.
Perubahan keyakinan Pilar dimulai ketika ia menjejaki petualangan seru bersama sahabantnya mengitari wilayah kota Spanyol. Petualangan pertama hanya memberi kesan sederhana, yakni tumbuh kembali perasaan di antara keduanya setelah bertahun-tahun terpendam tirai ruang dan waktu. Petualangan selanjutnya segera memberi "ruh" baru bagi jejak kehidupan Pilar. Tabir-tabir kokoh mulai terkuak membuka imannya yang dangkal.
Tibalah di tepi sungai Piedra, percakapan mereka tentang pelbagai persoalan kehidupan-cinta , iman, keberkahan, kesetiaan-memberi secercah pandangan, harapan, makna yang otentik tentang segala hal bagi pergulatan iman Pilar sebelum akhirnya mereka berpisah karena takdir.
Jalan spiritualitas baru
Ada dua hal menarik dari novel ini. Pertama, terkait tema spiritualitas dengan sentuhan agak berbeda yang selama ini kita yakini. Perjumpaan dengan Tuhan tidak melulu ditegaskan lewat ritus-ritus belaka, namun dengan pengalaman keseharian akan cinta. kedua, tutur bahasa puitis nan liris yang menjadi kekuatan utama sehingga pembaca merasa masuk ke dalam dunia Pilar dan sahabatnya.Inilah yang menjadi ciri khas gaya tutur Paulo Coelho dalam setiap novelnya.
Novel ini tidak bercerita bagaimana fase-fase agar berjumpa dengan Tuhan seperti buku spirualitas (baca:tasawuf) lainnya. Namun sang penulis nampaknya ingin memberikan perspektif segar terkait bagaimana kehampaan jiwa manusia akan terisi air-air iman ketika mencintai, memberi, dan memahami sesama.
Dan bagi saya sendiri, novel ini merupakan gugusan pemikiran sang penulis yang patut kita apresiasi. Terlebih di zaman kapitalisme global yang kerap melahirkan egoisme, sikap acuh, tak peduli pada sekitar dan bahkan melahirkan kehampaan spiritualitas, kehadiran buku ini bisa menjadi semacam alternatif untuk mengembalikan akar-akar kemanusiaan kita yang perlahan-lahan tergerus oleh zaman. Juga akan kesadaran menampilkan yang illahiah dalam sendi-sendi kehidupan kita.
So, jika siapa saja di antara kita yang kini tengah mengalami degradasi-merasa jauh dengan Tuhan-keimanan, sekiranya novel ini bisa menjadi bahan permenungan. Mengapa tidak?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H