Mohon tunggu...
patrick denykrisnamurti
patrick denykrisnamurti Mohon Tunggu... Lainnya - berkeluarga, bekerja, dan bersepeda

Bapak 2 anak dan 1 Istri

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Proyek Berakar Pasar Terbakar

21 September 2011   13:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:45 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Maafkan saya ketika setiap kali membaca berita tentang pasar terbakar, saya selalu berpikiran hal tersebut disengaja.  Pikiran negatif saya timbul setelah dulu saya mendengar penuturan pribadi rekan kerja saya. Rekan saya menceritakan bahwa keluarga dia pernah mempunyai 1 tempat usaha di sebuah pasar di jawa timur. Usaha yang dirintis keluarga teman saya tergolong maju dan melorot jauh ketika pasar tempat usahanya terbakar. Korban lain juga mengalami hal serupa.  Kejadiannya tidak cuma sekali dan setelah dicermati selalu dekat dengan pergantian kepala daerah.

Mohon maaf sekali lagi maaf jika saya terlalu berpikiran negatif. Logika sederhananya bila sebuah tempat pelayananan umum; pasar misalnya, rusak dan tidak bisa dipakai maka akan ada proyek perbaikan atau pembangunan pasar baru. Nilai proyeknya milyaran rupiah. Ambil 1% saja dari total proyek tetap menggiurkan bagi pejabat yang cetek iman. Jadi kalau pasar tidak ada lagi yang dibangun maka dirusak saja pasarnya agar bisa membangun yang baru, mungkin itu yang ada dalam pikiran pejabat cetek iman. Cara apa yang paling mudah merusak pasar selain dengan membakarnya? Penyebab tinggal dibuat kalau terjadi konsleting listrik; kasus selesai titik.

Namanya sudah nasib. Itulah hebatnya orang yang terkena musibah masih bisa sabar dan percaya suratan.  Maka para korban jarang yang menuntut pertanggungjawaban pengelola . Kadang malah korban justru sangat berterimakasih atas pembangunan pasar baru padahal mereka kudu membayar lagi untuk bangunan baru nanti.
Agar hal bencana tidak menjadi lahan proyek para pejabat maka perlu dibuat aturan yang tegas, misalnya bila terjadi kebakaran tempat umum maka penanggung jawab/pengelola tempat umum tersebut wajib diganti/dipensiunkan dini.

Penanggung jawab/pengelola tempat umum tentu mempunyai kewenangan mengatur areanya. Entah membuat aturan-aturan yang mengikat para pemilik usaha di area tersebut seperti mematikan aliran listrik jika lokasi ditinggal kosong, atau aturan-aturan yang membuat hal-hal semacam konseleting listrik tidak terjadi.
Apapun alasanya jika tempat umum terbakar maka pihak pengelolalah yang pertama diberi sanksi. Bukankah mereka dibayar untuk mengelola area tersebut? Bukankah mereka diberi kewenangan membuat aturan-aturan yang kudu dipatuhi seluruh penghuni untuk menjamin keselamatan bersama?

Ketika pengelola tidak mau dihukum atas kejadian kecelakaan kebakaran tentu mereka akan bekerja keras untuk menjaga areanya. Dan yang lebih penting, mereka tidak akan mau jika areanya ‘dijadikan’ kebakaran dan menjadi lahan proyek baru  walau itu oleh atasannya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun