"masa aku takon iki maeng ora oleh Da? He, elinga! Anane wong pinter kuwi merga ngakeh-akehi takon." Begitulah salah satu cuplikan percapakan Bagong dengan Bathara Narada dan Bethara Guru. Dalam tulisan ini akan membahas sisi lain atau cara pandang Ki Seno Nugroho (Alm.) dalam mengangkat paraga Bagong dalam setiap pertunjukkan.
Beliau tampaknya senang dengan tokoh Bagong. Mengingat dalam beberapa vlog di Youtube beliau juga tergambar jelas di mobil yang diberikan gambar Bagong. Bahkan dalam setiap lakon wayang kulit yang dipentaskan pasti paraga Bagong merupakan lakon utama. Padahal dalam pertunjukkan wayang kulit dalang lainnya peran Bagong tidak begitu terlihat. Bagong hanya muncul di awal dan bagian goro-goro. Berdasarkan hal tersebut penulis memerhatikan beberapa hal terkait kegemaran Ki dalang Seno Nugroho (Alm.) dengan paraga Bagong.
1. Perwakilan Wong Cilik
Dalam hal ini Bagong sebagai paraga dalam setiap pertunjukkan wayang yang digelar ole Ki Seno Nugroho tampil hampir disemua babak. Bagong muncul sebagai abdi dalem Pandhawa yang memiliki watak apa adanya. Tanpa tedheng aling-aling itulah watak dan perbuatan yang sering kali ditunjukkan oleh Bagong dalam khalayak ramai di jagading wayang. Bagong yang merupakan pamonge Pandhawa merupakan salah satu wujud dari wong cilik yang dapat ikut serta dalam menyelesaikan masalah. Terkadang justru Bagonglah yang tampil menjadi pemeran utama dalam penyelesaian masalah tersebut. Hal ini menyiratkan bahwa Ki Seno Nugroho (Alm.) ingin menyampaikan pesan bahwa sesama manusia jangan memandang derajat dan pangkat. Belum tentu orang berpangkat dan memiliki derajat tinggi mampu menyelesaikan masalah. Pun juga sebaliknya. Tentu saja dalam hal ini, kita sebagai manungsa harus sadar diri bahwa makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain. Derajat dan pangkat bukanlah alat pemisah, melainkan pemersatu sebagai simbol kebersamaan.
2. Simbol Perubahan
Sejalan dengan penjelasan poin pertama, dengan demikian Bagong bisa dijadikan simbol perubahan. Dalam arti, perubahan itu bisa dilakukan oleh siapa saja yang mau berusaha dan berpikir. Tanpa harus menunggu seseorang tersebut memiliki derajat dan pangkat yang tinggi. Meskipun pomonge Pandhawa, Bagong tidak merasa minder ketika berbicara di depan khalayak ramai, bahkan di depan para dewa sekalipun.
3. Simbol Kemarahan
Sering kali wong cilik digambarkan selalu nrima ing pandum dalam gambaran-gambaran yang selama ada. Dengan adanya paraga Bagong ini, Ki Seno (Alm.) ingin menunjukkan bahwa wong cilik sekalipun berhak untuk menyatakan ekspresi diri yang dirasakan. Misal seperti senang, susah, bahkan marah sekalipun. Dalam beberapa kesempatan, marahnya Bagong bahkan hampir tidak ada orang yang dapat menenangkannya. Dengan kata lain, ketika kita melukai hati seseorang, bisa berakibat fatal. Meskipun orang yang kita sakiti tersebut adalah orang yang tidak berpangkat atau tidak berderajat.
Lahumul Fatihah kagem Ki Seno Nugroho.
_insyaAllahsuwargalanggeng_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H