Sumber foto: www.pexels.com
"Para lelaki yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat)." (QS. An-Nur (24): 37)
Ayat secara tidak langsung menyatakan bahwa para lelaki adalah kelompok gender yang semestinya menekuni profesi -- diwakili dengan dua kata: 'tijarah' (perdagangan, bisnis) dan 'bay'un' (jual beli). Menurut Syaikh As-Sa'dy 'tidak dilalaikan oleh bisnis' meliputi semua jenis mata pencaharian yang di dalamnya terjadi transaksi. Penyebutan kata 'bay'un' (jual beli) setelah kata 'tijarah' (bisnis) termasuk bab penyandingan yang umum dengan yang khusus. Karena 'bay'un' lebih khusus sifatnya dari 'tijarah'. Juga, karena jual beli itu merupakan kegiatan yang paling menyibukkan dalam bisnis.
Para lelaki ini tetap menjalankan bisnis dan jual beli, Â dan semua ini tidak tercela sama sekali. Akan tetapi mereka tidak mengutamakannya dari 'berzikir kepada Allah, menegakkan salat dan menunaikan zakat'. Mereka menjadikan ibadah kepada Allah sebagai tujuan tertinggi dan terpenting sehingga segala yang mengganggu dan menghalangi tujuan utama mereka ini pasti mereka singkirkan.
Karena meninggalkan kegiatan dunia itu berat bagi mayoritas orang maka Allah sebutkan apa yang menjadi targhib (dorongan) sekaligus tarhib (ancaman): 'mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (di hari Kiamat).'
Yaitu lantaran bersangatannya suasana yang menakutkan di hari kiamat tersebut, serta terguncangnya hati dan badan. Oleh sebab rasa takut inilah maka menjadi ringan bagi mereka untuk beramal seraya meninggalkan kesibukan duniawi. Demikian secara makna uraian Syaikh As-Sa'dy.
Dari ayat pula bisa disimpulkan bahwa salat dan zakat merupakan aktivitas ibadah lahiriah yang terpokok. Tentu mereka dituntut untuk memahami hukum-hukum salat dan zakat agar bisa menunaikan dua kewajiban ini dengan baik.
Hati para lelaki ini banyak berzikir (bukan berarti 'terus menerus' berzikir, karena yang sanggup melakukan hal ini hanyalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam akan tetapi maksudnya adalah dalam banyak keadaan mereka sering mengingat Allah sebagaimana karakter Ulul Albab dalam Surat Ali-Imran: 191), badannya mengerjakan salat, dan hartanya disumbangkan untuk sedekah yang wajib yakni zakat. Mereka adalah orang-orang yang berorientasi akhirat dan secara sosial merupakan orang-orang yang derma.
'Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat).'
Orientasi akhirat ini mencegah mereka dari berbuat dosa besar dalam muamalah bisnis. Mereka menjauhi riba, gharar (transaksi yang mengandung unsur ketidakjelasan), zalim, dan maysir (transaksi yang mengandung unsur perjudian). Mereka juga bersedekah baik yang wajib maupun yang sunnah.