Mohon tunggu...
Deny Oey
Deny Oey Mohon Tunggu... Administrasi - Creative Writer

Seorang pembelajar, pecinta alam dan penikmat makanan pedas. Sesekali mengkhatamkan buku dan membagikan pemikirannya dalam tulisan. Beredar di dunia maya dengan akun @kohminisme (IG) dan @deNocz (Twitter).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Merdeka dari gadget, Bisakah?

16 Agustus 2015   09:02 Diperbarui: 16 Agustus 2015   10:07 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tujuh puluh tahun sudah Indonesia merdeka, setelah perjuangan para pahlawan sampai tetes darah terakhir demi mengibarkan sang saka merah putih di bumi pertiwi. Semangat pantang menyerah melawan penjajah hanya dikobarkan oleh tiga kata,"MERDEKA ATAU MATI!!!" Pun demikian, apakah Indonesia sudah benar-benar merdeka???

Disini saya tidak tertarik untuk membahas bahwa kita sebenarnya masih belum merdeka dari kemiskinan, pengangguran, kemacetan dan korupsi (karena sudah terlalu umum dan sudah banyak yang membahasnya). Ada satu hal yang sebenarnya telah menjajah kita, atau lebih tepatnya mulai menjajah kita belakangan ini. Ya, bangsa Indonesia mulai dijajah oleh teknologi dan kita belum merdeka dari gadget!!! Tanpa disadari, teknologi dan gadget memiliki bahaya laten, terutama bagi kaum muda. Padahal generasi muda adalah generasi penerus bangsa, namun bagaimana jika generasi muda saat ini adalah generasi 'menunduk'. Gadget memang memiliki banyak manfaat untuk mempermudah segala aktivitas manusia baik yang berhubungan dengan pekerjaan, bisnis, sosial dan juga hiburan. Namun penggunaan gadget seperti sudah diluar batas kewajaran yang membuat bayak orang 'terjajah' oleh gadget. Bahkan, bisa lepas dari gadget selama satu hari seperti sebuah mujizat!

Dulu saat jalan bersama rekan dan kerabat, kita akan berjalan sambil berbincang dan diselingi canda tawa. Namun sekarang, tak lebih dari barisan robot dengan dua tangan di depan dada dan kepala menunduk. Santap pagi, siang atau malam saat ini malah diawali dengan 'ritual' baru, capture makanan yang akan disantap (jangan lupa beri sedikit efek agar lebih eye-catching) dan bagikan di media sosial. Memiliki wajah pas-pasan, ada kekurangan atau cenderung minus kini juga bukan masalah karena bisa disamarkan dengan fotoshop setelah anda berselfie. Jika dulu banyak orang yang suka membaca koran atau majalah saat buang hajat, sepertinya lembaran kertas tersebut sudah diganti dengan smartphone. Jargon "mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat" memang benar adanya. Banyak orang terlihat asyik ngobrol (atau bahasa kerennya chatting) dengan temannya di dunia maya ketimbang bertatap muka langsung dan berbincang dengan teman yang jelas-jelas ada di dekatnya. Sangat jelas, penjajah bernama gadget dan teknologi itu sudah mengubah kebiasaan dan karakter individu atau kelompok. Dan harus disadari bahwa kebiasaan ini akan membawa banyak dampak negatif.

Sadarkah kita bahwa gadget sudah melahirkan generasi baru yang narsis dan ingin menjadi pusat perhatian. Meminjam istilah mereka, tanpa gadget hidup menjadi tidak 'eksis'. Pengakuan sebagai makhluk eksis atau 'anak kekinian' menjadi trend baru di kalangan generasi menunduk ini. Dan jika Anda tidak mengikuti trend ini maka Anda akan 'dikucilkan' baik secara langsung maupun tidak. Trend ini diikuti dengan bahaya berikutnya, yaitu melahirkan budaya hedonisme. Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, banyak orang ingin menjadi eksis, gaul, dan tidak ketinggalan zaman. Tak jarang mereka selalu ingin menjadi yang terdepan. Contohnya, ketika smartphone baru dari merk terkenal (hanya ada dua, buah digigit dan tulisan yang terdiri dari tujuh huruf) dirilis, banyak orang berbondong-bondong untuk membelinya (yang kalau ditebus, senilai dengan satu buah sepeda motor yang bisa menjadi modal untuk ngojek). Saya sendiri juga heran melihat banyak orang yang finansialnya tidak kuat-kuat amat tapi mampu membeli hp baru tersebut (i guess two things, menggesek kartu bank atau beli versi kw). Berikutnya adalah 'foodthography' (entah istilah atau tulisannya benar, i don't care). Mengabadikan santapan yang akan segera dilumat menjadi ritual baru pengganti doa makan. Semakin indah visual dari santapan tersebut maka semakin mahal pula nilainya (baik dari segi harga maupun lokasi penjualan). Tak jarang tempat-tempat seperti kafe, restoran dan mall menjadi tempat berkumpulnya manusia sok eksis agar disebut gaul. Dan foto makanan, minuman atau dessert yang mereka beli menjadi bukti konkrit sebagai anak masa kini. Selain itu, generasi ini juga banyak yang suka pamer dengan men-tag posisi atau sedang berada dimana mereka saat itu. Beberapa waktu lalu sebuah pusat perbelanjaan baru di kawasan pinggiran ibukota baru saja dibuka dan sosial media pun diramaikan dengan tag tersebut. Saat lebaran kemarin saja, banyak orang memposting foto mereka saat berlibur ke luar kota atau luar negeri. Ya, sebagai bukti sahih dan fenomena ini masih akan terus berlanjut dalam beberapa tahun ke depan.

Pertanyaannya, bisakah kita merdeka dari gadget (dengan segala efek negatifnya). Narsisme dan hedonisme menjadi akar dari segala penyakit yang timbul akibat penjajahan ini. Satu hal lagi, budaya ini juga semakin membuat bangsa kita menjadi bangsa konsumtif (jangan lupa, Indonesia dinobatkan sebagai ibukota sosial media, did you proud?). Bung Karno pernah berkata, "beri saya 10 anak muda dan saya akan merubah dunia". Tapi bagaimana jika kesepuluh anak muda tersebut adalah orang yang suka galau di dunia maya dengan bahasa kombinasi angka dan huruf serta tanda baca, mengangkat tongkat (dengan mengaitkan hp diujungnya) sambil senyum-senyum sendiri, atau sibuk jalan-jalan hanya demi segelas es krim berbentuk tanaman atau cone panjang. Bahkan jika saat ini Bung Karno masih hidup, mereka mungkin akan mengajak Sang Proklamator untuk selfie.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun