Sayangnya penggambaran Mbah Karsa sedikit melenceng di film. Kita akan melihat sosok wanita setengah tua dengan luka mengerikan di sekujur tubuhnya. Dan bagi saya pribadi, Karina Suwandi masih terlalu muda untuk jadi nenek dengan cucu berusia belasan tahun.
Berikutnya adalah Sri (Mikha Tambayong) sebagai karakter utama. Tak ada yang istimewa dari karakter ini, namun jika ditelisik lebih jauh Sri versi film dan versi utas memiliki perbedaan. Di utas, kita mungkin akan bersimpati pada sosoknya, sementara di filmnya penonton akan dibuat kesal dan gregetan olehnya.Â
Kredit saya berikan kepada Givina Lukita Dewi yang berperan sebagai Erna. Selain karakternya yang menurut saya paling mendekati "perempuan jawa", di versi film Erna memiliki peran yang cukup penting. Berbeda dengan versi utas yang menurut saya dia hanya menjadi karakter tempelan atau sekedar numpang lewat.
Karakter Dini (Agla Artalidia) juga cukup apik dan memiliki peran lebih banyak dibanding versi utas yang bagi saya sama seperti karakter tempelan lainnya yang kebetulan dapat porsi tampil lebih banyak saja.Â
Gisellma Firmansyah yang memerankan sosok penting Dela Atmojo juga patut diacungi jempol. Setidaknya cukup menjiwai sosok "orang kesurupan" dan "orang normal pada umumnya" seperti di utas.
Sayangnya terlalu asyik mengembangkan karakter pendukung membuat film ini lupa akan karakter penting lain seperti Mbah Tamin (Pritt Timothy) yang diutas punya peran vital, tapi di film benar-benar numpang lewat saja.
Untuk karakter Sugik (Rio Dewanto) dan Sabdo Kuncoro (Marthino Lio) saya tak bisa berbicara banyak karena kedua karakter ini memang hanya sekedar diperkenalkan di awal karena mereka akan jadi pemeran utama di kelanjutan film Sewu Dino, yaitu Janur Ireng.
Plot dan alur cerita
Seperti yang sudah disebutkan, durasi dan bajet adalah dua hal utama penghambat adaptasi sebuah buku, novel atau utas ke layar lebar.