Dalam arena seni rupa, kertas seringkali dipandang hanya sebagai karya uji coba sebelum masuk ke kanvas. Sketsa di atas kertas seakan hanya menjadi tempat menumpang gagasan sementara sebelum kanvas menerima gagasan tersebut sebagai karya yang diperhitungkan. Padahal, sesungguhnya karya di atas kertas sangat layak diposisikan sebagai karya utuh, bukan sekedar versi "uji coba".
Kompleksitas wacana kertas dalam seni rupa dan visual menjadi pintu alternatif untuk memahami karya-karya kanvas atau tiga dimensi dari seorang perupa. Bila karya tiga dimensi seperti patung berambisi mencari "keabadian", kertas hanyalah material yang sedang bermain-main dengan "kesementaraan". Kompleksitas isu yang dibawa kertas inilah yang menjadi aspek penting dalam arena seni rupa dan visual di masa depan.
XYCLO, Pameran Tujuh Perupa Muda
Berbicara mengenai seni yang makin tidak terbatas, terutama mengenai mengolah karakteristik kertas, maka seniman Ugeng T. Moetidjo memilih tujuh perupa muda dalam sebuah pameran bertajuk "XYCLO" (dibaca: syaiklo) di galerikertasStudiohanafi. XYCLO adalah sebuah pameran singkat berdurasi 10 hari dengan menampilkan visualisasi seni yang bukan hanya self portrait perupanya saja, tetapi juga berperan sebagai produser yang menciptakan karya seni.
Karya-karya sketsa yang menampilkan serba-serbi aktivitas manusia di berbagai sudut Jakarta, modus pengolahan visual menggunakan instrumen digital, karya yang lahir dari suatu kehendak untuk terlibat dalam isu-isu sosial, sampai karya yang mencoba meneruskan atau memperpanjang langgam visual dari seni populer di kawasan Asia Timur dapat dilihat di pameran XYCLO.
Seringkali di pameran dari berbagai tempat, tidak semua karya seni rupa yang menggunakan kertas berhasil bermain-main dengan karakterisitik kertas itu sendiri. Bahkan, penggunaan kertas bukan memberi "suara" pada karya, tapi malah membuat karya itu menjadi "sunyi-senyap-sepi-sendiri".
Kertas terasa lebih fungsional dan menampilkan sisi lentur, rapuh, ringan dan sebagainya dalam sebuah estetika. Mereka juga berusaha mengolah karakteristik transparan dari kertas dengan memanfaatkan proyeksi visual yang dibuat melalui mekanisme digital, memanfaatkan material yang membuat karya bisa digantung dengan mudah, menjadikannya potongan-potongan yang bisa dimanfaatkan menjadi semacam pemandangan atas fragmentasi, dan masih banyak lagi.
Adapun karya-karya ketujuh perupa tersebut:
"Rekonstruksi Sentimen"