Mohon tunggu...
Deny Oey
Deny Oey Mohon Tunggu... Administrasi - Creative Writer

Seorang pembelajar, pecinta alam dan penikmat makanan pedas. Sesekali mengkhatamkan buku dan membagikan pemikirannya dalam tulisan. Beredar di dunia maya dengan akun @kohminisme (IG) dan @deNocz (Twitter).

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama FEATURED

Menteng dan Rengasdengklok, Saksi Bisu Sejarah Detik-detik Proklamasi

17 Agustus 2018   13:08 Diperbarui: 15 Agustus 2019   14:55 2196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa tokoh pemuda seperti Sutan Syahrir, Chaerul Saleh, Wikana, Sukarni, Darwis dan lainnya berusaha memanfaatkan momentum tersebut. Bagi mereka, inilah saat yang tepat untuk memproklamirkan kemerdekaan. Mereka tak mau menunggu sehingga memberi kesan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari Jepang.

Sayangnya, terjadi perdebatan dan perbedaan pendapat antara golongan tua dan para pemuda. Golongan tua seperti Bung Karno dkk terlalu kompromis dengan pemerintah Jepang dan menunggu kemerdekaan diberikan. Sukarno menolak tegas usulan para pemuda revolusioner yang menginginkan kemerdekaan secepatnya.

Hal inilah yang menandai "Peristiwa Rengasdengklok". 16 Agustus 1945, pukul empat pagi, para pemuda membawa Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok dengan alasan keamanan Jakarta sedang genting.

Awalnya, mereka akan dibawa menuju markas PETA (Pembela Tanah Air) di Karawang. Namun dengan alasan keamanan dan jauh dari keramaian, keduanya dibawa ke sebuah rumah di pinggir sungai Citarum milik Djiauw Kie Siong, seorang keturunan Tionghoa yang juga anggota PETA.

Di rumah inilah kami melihat tempat dimana kedua bapak proklamator kita beristirahat dan diamankan dari pengaruh Jepang. Di tengah ruangan, terdapat meja abu Almarhum Djiauw Kie Siong. Ada pula foto-foto Bung Karno, Bung Hatta sampai ranjang dimana mereka tidur.

Sejatinya rumah ini dipindahkan dari lokasi aslinya, kurang lebih sekitar 150 meter. Lokasi sebenarnya tepat berada di pinggir sungai citarum di tengah pepohonan yang rindang. Bila musim hujan tiba, air sungai akan meluap dan membanjiri sekitarnya. Karena itulah rumah ini dipindahkan agar tidak hancur dan lenyap, mengingat nilai sejarahnya yang kuat.

Saat ini, rumah tersebut ditinggali oleh keturunan ketiga dan keempat dari almarhum. Bendera merah putih terpasang menghiasi rumah rengasdengklok. Di gang masuk menuju rumah juga terdapat mural berisi kutipan Bung Karno serta para pemuda.

Tugu Kebulatan Tekad (sumber: Dokumentasi Pribadi)
Tugu Kebulatan Tekad (sumber: Dokumentasi Pribadi)
Tur diakhiri dengan mengunjungi monumen atau Tugu Kebulatan Tekad yang dulunya adalah bekas markas PETA dimana para pemuda berkumpul dan menyusun rencana perjuangan kemerdekaan RI. Tugu tersebut berbentuk kepalan tangan, bukti semangat juang dan kekokohan tekad para pemuda yang berjuang demi kemerdekaan.

***

Napak tilas sejarah kemerdekaan ini membawa saya kembali ke masa-masa dimana kemerdekaan itu harus diperjuangkan. Pemaparan sejarah yang dibawakan Pak Rushdy seolah-olah membawa kami masuk, merasakan langsung dan ikut serta dalam peristiwa tersebut.

Alangkah baiknya bila tur ini diselenggarakan secara konsisten. Selain agar generasi muda tidak melupakan sejarah, napak tilas ini akan menanamkan kembali semangat patriotisme dalam jiwa para generasi muda agar mereka tidak melupakan sejarah dan menghargai jasa para pahlawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun