Beberapa tokoh pemuda seperti Sutan Syahrir, Chaerul Saleh, Wikana, Sukarni, Darwis dan lainnya berusaha memanfaatkan momentum tersebut. Bagi mereka, inilah saat yang tepat untuk memproklamirkan kemerdekaan. Mereka tak mau menunggu sehingga memberi kesan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari Jepang.
Sayangnya, terjadi perdebatan dan perbedaan pendapat antara golongan tua dan para pemuda. Golongan tua seperti Bung Karno dkk terlalu kompromis dengan pemerintah Jepang dan menunggu kemerdekaan diberikan. Sukarno menolak tegas usulan para pemuda revolusioner yang menginginkan kemerdekaan secepatnya.
Hal inilah yang menandai "Peristiwa Rengasdengklok". 16 Agustus 1945, pukul empat pagi, para pemuda membawa Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok dengan alasan keamanan Jakarta sedang genting.
Awalnya, mereka akan dibawa menuju markas PETA (Pembela Tanah Air) di Karawang. Namun dengan alasan keamanan dan jauh dari keramaian, keduanya dibawa ke sebuah rumah di pinggir sungai Citarum milik Djiauw Kie Siong, seorang keturunan Tionghoa yang juga anggota PETA.
Di rumah inilah kami melihat tempat dimana kedua bapak proklamator kita beristirahat dan diamankan dari pengaruh Jepang. Di tengah ruangan, terdapat meja abu Almarhum Djiauw Kie Siong. Ada pula foto-foto Bung Karno, Bung Hatta sampai ranjang dimana mereka tidur.
Sejatinya rumah ini dipindahkan dari lokasi aslinya, kurang lebih sekitar 150 meter. Lokasi sebenarnya tepat berada di pinggir sungai citarum di tengah pepohonan yang rindang. Bila musim hujan tiba, air sungai akan meluap dan membanjiri sekitarnya. Karena itulah rumah ini dipindahkan agar tidak hancur dan lenyap, mengingat nilai sejarahnya yang kuat.
Saat ini, rumah tersebut ditinggali oleh keturunan ketiga dan keempat dari almarhum. Bendera merah putih terpasang menghiasi rumah rengasdengklok. Di gang masuk menuju rumah juga terdapat mural berisi kutipan Bung Karno serta para pemuda.
***
Napak tilas sejarah kemerdekaan ini membawa saya kembali ke masa-masa dimana kemerdekaan itu harus diperjuangkan. Pemaparan sejarah yang dibawakan Pak Rushdy seolah-olah membawa kami masuk, merasakan langsung dan ikut serta dalam peristiwa tersebut.
Alangkah baiknya bila tur ini diselenggarakan secara konsisten. Selain agar generasi muda tidak melupakan sejarah, napak tilas ini akan menanamkan kembali semangat patriotisme dalam jiwa para generasi muda agar mereka tidak melupakan sejarah dan menghargai jasa para pahlawan.