"The Strangers: Prey at Night", Konklusi Akhir dari Petualangan Para Psikopat

Teror mencekam (sumber: www.joblo.com)

"Is Tamara home?"

Masih menggunakan formula teror yang sama meski Bryan Bertino tak lagi duduk manis di bangku sutradara dan hanya menjadi penulis naskah, The Strangers: Prey at Night juga turut menampilkan ketiga karakter antagonis seperti pada film pertama. Dollface (wanita blonde dengan topeng badut), Pin Up Girl (wanita berambut pendek dengan topeng ala Geisha) dan Man in the Mask alias pria bertopeng.

Berbeda dengan pola teror di film pertama dimana mereka terus meneror korbannya sampai putus asa lalu membunuhnya. Disini meskipun masih meneror buruannya, mereka tak sungkan untuk langsung membunuh bila ada kesempatan. Lagu-lagu pop khas 80-an juga turut didendangkan sebagai backsound demi mempertegas kesan psikopat.

Tak hanya itu, lokasi penyiksaan kini bukan lagi rumah yang sempit. Prey at Night mencoba mengeksplorasi lingkungan sekitar seperti kolam renang, taman di luar rumah hingga jembatan dan jalan raya. Para korban juga lebih berani untuk melawan, tak seperti film pertama yang hanya sekedar pembelaan diri tak berarti. Film ini pun menjadi konklusi akhir dari petualangan para psikopat dalam memburu mangsanya.

Dollface (sumber: www.variety.com)

Dengan pengembangan cerita dan plot sedemikian rupa, sejatinya The Strangers: Prey at Night tampil lebih baik ketimbang pendahulunya, tentu dengan minus nama besar seperti Liv Tyler. Dan bagi saya pribadi yang kurang familiar dengan lagu-lagu backsound, hanya Making Love Out of Nothing At All milik Air Supply yang membuat saya sedikit bernostalgia.

***

Disebut sebagai film yang terinspirasi dari kisah nyata, sebenarnya hanya film The Strangers yang diangkat dari kisah pembunuhan tragis pada 2005 silam. Catatan FBI juga menuliskan banyaknya kejahatan dan pembunuhan yang dilakukan secara sadis dan brutal meski waktu dan tempat tidak dapat dideskripsikan secara pasti.

Agaknya banyaknya kejadian inilah yang membuat sineas Hollywood berlomba-lomba untuk membuat film bergenre slasher. Kita tahu bahwa Jack The Ripper adalah salah satu inspirasi dari film slasher. Bryan Bertino sendiri juga menjelaskan bahwa "Masson family" adalah salah satu inspirasinya kala membesut The Strangers.

Johannes Roberts patut diapresiasi atas kerja kerasnya kembali mengangkat slasher movie di tahun ini. Namun saya lebih tertarik dengan slasher movie yang menceritakan pembunuhan sadis yang benar-benar terjadi di dunia nyata dimana keluarga Mason bukan menjadi role model tapi ini adalah kisah mereka!

Pria bertopeng (sumber: www.metro.us)

Yes! Quentin Tarantino sedang mengerjakan proyek film kasus pembunuhan Sharon Tate yang terkenal pada masa itu berjudul Once Upon a Time in Hollywood(2019). Menyimak track record sutradara nyentrik ini, saya yakin ia bisa membuat film slasher yang lebih memikat. Karena hanya Tarantino lah yang bisa menjadikan slasher movie sebagai sebuah seni, bukan sekedar cipratan darah.

Namun untuk penggemar slasher, tak ada salahnya untuk menyaksikan The Strangers: Prey at Night sebagai pemanasan. Karena tak ada yang indah bagi seorang psikopat kala menyaksikan korbannya diliputi rasa takut dan putus asa sebelum mereka menyiksa dan membunuhnya.

"Why are you doing this?"

"Why not?"