30 Juli 1966, sekitar 96.000 pasang mata memadati Stadion Wembley. Partai puncak perhelatan sepak bola terbesar dunia itu mempertemukan tuan rumah Inggris kontra Jerman Barat. Bagi The Three Lions, kemenangan akan mencatatkan nama mereka dalam sejarah. Sementara Frans Beckenbauer cs ingin membuktikan bahwa timnas mereka saat ini bukan sekedar kuda hitam seperti pada Piala Dunia 1954.
Peluit dibunyikan dan dua belas menit setelahnya Helmut Haller membawa Der Panzer memimpin lebih dulu. Keunggulan tersebut hanya bertahan selama enam menit setelah Geoff Hurst menyamakan kedudukan. Jual beli serangan kembali terjadi di babak kedua setelah Martin Peters mencetak gol untuk Inggris yang kemudian dibalas oleh Wolfgang Weber di menit-menit akhir dan memaksa pertandingan dilanjutkan ke babak tambahan.
Petaka terjadi pada menit 101. Melewati pengawalan dua pemain lawan, Geoff Hurst melepaskan tendangan dari jarak jauh. Hans Tilkowski hanya bisa melihat bola melewatinya dan tak sanggup menepisnya, namun si kulit bundar membentur tiang atas gawang kemudian memantul ke tanah.
Inggris akhirnya keluar sebagai juara dan menggondol trofi Jules Rimet. Publik negeri Ratu Elizabeth mengenang momen itu dengan narasi "Football is Coming Home". Sementara Jerman menyebutnya sebagai "Wembley tor" (TOR = term of referee) seolah menyindir wasit yang memihak tuan rumah.
***
Meski tidak tercatat dalam sejarah sebagai yang pertama, namun gol Geoff Hurst adalah cikal bakal lahirnya istilah "gol hantu". Gol hantu adalah pameo yang digunakan di dunia sepakbola merujuk pada kejadian dimana bola telah melewati garis gawang tapi tidak disahkan sebagai gol atau sebaliknya saat bola belum masuk ke gawang namun dianggap gol.
Gol hantu terjadi karena kurang jelinya para pengadil lapangan dalam mencermati setiap detil pertandingan dan juga jarak sepersekian sentimeter antara bola dan garis gawang serta bahasa tubuh para pemain dan atmosfir di lapangan sehingga wasit harus membuat keputusan dalam waktu singkat. Pada tayangan ulang, bola sepakan Hurst sebenarnya memantul tepat di depan garis gawang namun disahkan sebagai gol yang jelas merugikan tim lawan.
Para pemain Inggris memprotes, namun wasit bergeming pada keputusannya bahwa tak terjadi gol. Lampard hanya bisa pasrah pada keputusan sang pengadil. Padahal jika berbuah gol, kedudukan akan berimbang dan laga akan berlangsung sengit. Inggris pun tumbang dengan skor telak 4-1, namun setidaknya mereka bisa pulang dengan kepala tegak karena bukan kalah lewat adu penalti.
Sejak pertandingan itu, Lampard mengaku masih sering melihat tayangan ulang insiden tersebut layaknya seseorang yang masih belum bisa move on dengan melihat foto atau kenangan bersama mantan kekasihnya. Untungnya tendangan Lampard mengenai tiang gawang, bukan tiang listrik. Karena jika demikian maka ia akan terus dihantui oleh 'Papa'. Neuer? Seharusnya ia mendapat beasiswa sekolah akting di Hollywood demi mematangkan kemampuannya karena bakat "Poker Face" miliknya sangat mendukung.