Kesuksesan Go-Jek dan Grab Bike yang merupakan layanan transportasi umum via online ternyata berimbas pada sistem moda tranportasi publik. Baru-baru ini Organda DKI Jakarta berencana meng-online-kan sarana transportasi umum lainnya yang juga cukup populer di ibukota, Bajaj. Aplikasinya sendiri sudah siap diluncurkan di Google Play Store (khusus pengguna Android) dengan nama Bajaj Online App. Bahkan, rencana ini sudah didukung oleh Gubernur Ahok demi kelancaran dan kenyamanan mobilisasi warga.
Kendati demikian apakah bajaj yang bisa dipesan secara online lewat smartphone ini bisa sukses? Memang benar jika bajaj adalah kendaraan umum dan bukan termasuk kendaraan liar seperti ojek. Akan tetapi tanpa bermaksud pesimis atau memojokkan, disini saya hanya memberikan beberapa poin yang menurut saya bajaj online akan sulit melampaui, bahkan menyamai, kesuksesan ojek online.
1. Bajaj ada dimana-mana
Berbeda dengan ojek yang hanya mangkal di lokasi tertentu, bajaj adalah kendaraan yang ada dimana saja. Di jalan raya anda akan dengan mudah menemukan kendaraan beroda tiga ini baik yang berwarna biru maupun orange. Untuk memesan bajaj pun anda tinggal berdiri di pinggir jalan sambil melambaikan tangan jika ada bajaj yang mendekat. Hal ini jelas berbeda dengan ojek yang tidak mudah anda "kenali" di jalan dan, jika anda tahu dia tukang ojek, tidak bisa anda berhentikan begitu saja untuk meminta layanannya karena mungkin ia sedang menerima job dari pelanggan lain. Ojek online dibuat untuk memudahkan warga yang kesulitan mencari tumpangan. Jika tumpangannya saja sudah berseliweran di jalan raya, buat apa repot-repot pencet hp hanya untuk mesen bajaj.
2. Berapa tarifnya?
Salah satu permasalahan dalam bajaj online adalah belum ditemukannya sistem pembayaran dan tarif dasar sehingga negosiasi harus dilakukan di lokasi. Jika sudah begitu, apa bedanya dengan pesan bajaj secara konvensional? Saya juga penasaran bagaimana jengkelnya si tukang bajaj yang sudah capek-capek ngutak-ngatik hp, nyamperin (calon) penumpang, tapi harganya malah gak cocok.
3. Masih terjebak macet
Jangan lupa, bajaj adalah kendaraan yang ukurannya hampir serupa city car. Jadi jika terjebak macet parah, tentu saja bajaj akan ikut stuck dan tak bisa kemana-mana seperti kendaraan roda empat lainnya. Bajaj tidak punya fitur "selap -selip" atau "jalan di trotoar" sehingga kalau boleh saya katakan, bukan alternatif atau solusi untuk menerobos kemacetan (terlebih untuk penumpang yang lagi buru-buru). Kabar baiknya bajaj diperbolehkan, dan memang bisa, mengangkut 3-4 penumpang sekaligus. Mereka tidak perlu takut ditilang atau lisensi onlinenya dicabut hanya karena mengaktifkan fitur "tarik 3."
4. Hanya untuk bajaj biruÂ
Sudah ditetapkan, bajaj online hanya untuk bajaj yang menggunakan bahan bakar gas (BBG) yang berarti tukang bajaj orange tidak bisa ambil bagian. Pertanyaannya, apakah akan muncul headline news seperti "Supir Bajaj Online Babak Belur Dihajar Supir Bajaj Tua (Orange)" atau "Para Supir Bajaj Orange Memboikot Bajaj Biru Online." Terdengar familiar? Lagu lama judul baru.
5. Ketimpangan antara supir dan penumpang