Selain itu, ada juga perspektif yang menilai fenomena flexing dari sudut pandang keadilan sosial. Filsuf John Rawls berpendapat bahwa masyarakat yang adil adalah masyarakat yang menjamin hak-hak dasar dan kesempatan yang sama bagi semua anggotanya. Dalam masyarakat seperti ini, tindakan flexing bisa dianggap sebagai bentuk ketidakadilan, karena menciptakan kesenjangan yang semakin lebar antara orang kaya dan miskin serta menghambat terwujudnya kesempatan yang sama bagi semua orang.
Dari berbagai sudut pandang filsafat yang telah dijelaskan di atas, bisa disimpulkan bahwa fenomena flexing memang cukup menyebalkan dan tidak selaras dengan nilai-nilai moral dan etika yang dijunjung tinggi oleh banyak orang. Namun, penting juga untuk tidak hanya mengkritik fenomena ini, tetapi juga mencoba memahami mengapa orang tertarik untuk melakukan flexing dan bagaimana kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih adil dan harmonis, di mana kebahagiaan dan kepuasan tidak hanya didasarkan pada kekayaan materi, tetapi juga pada hubungan yang baik dengan sesama dan kontribusi positif bagi masyarakat.
Sebagai penutup, dapat dinyatakan bahwa flexing adalah fenomena yang memang cukup menjengkelkan, namun perlu dicermati dan dipahami alasan di baliknya. Dalam menghadapi fenomena ini, kita harus mengedepankan nilai-nilai moral, etika, dan keadilan sosial untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik, di mana kebahagiaan dan kepuasan tidak hanya didasarkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H