Beberapa waktu belakangan ini dunia kesehatan terutamanya di kalangan Apoteker diguncang dengan adanya berita penangkapan oknum Apoteker dan Asisten Apoteker. Mereka kabarnya tertangkap tangan menjual obat keras tanpa resep seperti trihexypenidyl (THP) dan Tramadol kepada masyarakat awam. Kondisi ini diperparah dengan peredaran obat PCC yang juga termasuk obat keras dan sebenarnya ijin edarnya untuk produk patennya sudah dibatalkan oleh BPOM sejak tahun 2013 oleh oknum ibu rumah tangga di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Kalau memang ijin edarnya dibatalkan kenapa bisa beredar di masyarakat dan kalau memang obat keras itu harus dibeli dengan resep mengapa sampai sekarang masih ada yang melayani pembelian obat keras tanpa resep. Kedua pertanyaan itu pasti tersirat di benak kita, oleh karenanya penulis ingin membahasnya dari sudut pandang seorang tenaga kesehatan.
Apa itu PCC dan Kenapa peredarannya dilarang?
PCC adalah obat yang terdiri dari campuran Paracetamol, Caffeine dan Carisoprodol, dibuat dengan tujuan untuk mengobati nyeri punggung, obat sakit jantung, melemaskan otot yang kaku, menghilangkan nyeri hebat, memperbaiki pola tidur pada penderita fibriomyalgia dan mengatasi sakit kepala dan migraine. Ketiganya memberikan efek sentral karena menekan sistem syaraf pusat yang dikontrol oleh otak, sehingga dengan mengkonsumsi satu obat ini pasien mendapat efek pengobatan berbagai keluhan tersebut diatas. Walaupun efek tiap zat dalam komposisi itu berbeda satu sama lain namun saling mendukung (sinergis).
Jika Paracetamol dan Caffeine dalam satu sediaan obat sering kita temui di masyarakat maka kenapa campurannya dengan Carisoprodol menyebabkan peredarannya dilarang. Ternyata efek penggunaan jangka lama dari Carisoprodol yaitu kejang, mual, nyeri seluruh tubuh dan halusinasi yang menyebabkan waktu ijin edarnya belom dicabut obat ini hanya boleh digunakan tidak lebih dari 3 minggu dan hanya maksimal 350 mg 3 kali sehari untuk dewasa dan anak 12 tahun keatas. Penggunaan Carisoprodol bersamaan dengan alkohol justru akan lebih memperparah efek samping yang terjadi apalagi jika dikonsumsi dalam dosis yang cukup besar sekali minum.
Karena mempengaruhi syaraf pusat dan otak maka penggunaan PCC juga dapat menyebabkan perubahan perilaku pada pemakainya, salah satu contohnya adalah anak - anak yang mengamuk di Kendari. Penyebabnya adalah reaksi obat di syaraf pusat yang menimbulkan halusinasi, menurunkan hingga menghilangkan kesadaran pemakainya. Akibatnya pemakai cepat merasa panik, cepat mengalami perubahan suasana hati (mood swing), dan kehilangan kontrol hingga berani meloncat ke air dan berlaku seperti zombie.
Lalu jika memang ijin edar PCC sudah dibatalkan sejak 2013 kenapa di 2017 barang tersebut masih bisa beredar di masyarakat?Â
Berikut asumsi yang dapat penulis kemukakan berkaitan dengan pertanyaan tersebut:
- Sebenarnya setiap obat yang diproduksi mempunyai masa kadaluarsa (expired date) 3-5 tahun tergantung dari hasil pengujian kualitasnya di pabrik oleh bagian QC. Jika obat itu mempunyai masa simpan hingga 5 tahun maka obat tersebut tentu masih dapat digunakan sebelum 2018 dan mungkin saja pabrik yang memproduksi sediaan obat tersebut sudah "terlanjur" memasarkan produknya sebelum peraturan larangan beredar dari BPOM tersebut keluar otomatis barang yang beredar itu statusnya memang illegal, namun produknya bukan obat palsu.Penarikan produk yang telah dipasarkan tersebut mungkin telah dilakukan namun seperti diketahui bahwa biaya yang dibutuhkan untuk recall (penarikan produk) dari pasaran akan lebih besar daripada ongkos pemasarannya selain itu biasanya tidak semua barang dapat di recall oleh produsen dan pasti tidak tercapai target recallnya.
- Obat dengan kandungan Carisoprodol yang beredar di masyarakat sekarang ini adalah produk illegal yang memang diproduksi dengan ijin edar palsu atau bahkan tanpa ijin edar dari BPOM yang dibuat dengan tujuan rekreational(bukan untuk mengobati penyakit atau gejalanya namun untuk senang-senang saja) oleh pabrik rumahan (home industry) yang tentunya tidak punya ijin produksi obat dan bukan industri farmasi.
- Obat dengan kandungan Carisoprodol yang beredar adalah produk obat palsu, maksudnya adalah obat tersebut sebenarnya masa kadaluarsanya sudah lewat namun tetap dijual seperti obat yang masa simpannya masih panjang dengan menghapus expired datenya atau memberikan tanggal ED yang baru di kemasannya karena kemasan pembungkusnya masih bagus.
Menurut penulis, ketiga asumsi itu yang paling masuk akal berkaitan dengan timbulnya berita penyalahgunaan campuran obat PCC ini. Sebenarnya penggunaan obat PCC di masyarakat tidaklah berbahaya asalkan dipakai sesuai takaran dan tujuan penggunaannya, masalahnya yang menjadikan obat ini sampai ditarik ijin edarnya adalah karena penggunaan yang tidak sesuai dosis yaitu 3-5 tablet sekali minum karena yang diharapkan oleh pyang mengkonsumsi obat itu adalah efek sampingnya bukan indikasinya.
 Sehingga kisruh peredaran obat PCC baru-baru ini adalah issue lama yang memang sering kita temui di masyarakat dan bukan hal yang insidentil saat ini saja bahkan perang terhadap obat dengan kandungan Carisoprodol telah dilakukan oleh BPOM sejak diberlakukannya pembatalan ijin edar tersebut.
Begitu juga tentang peredaran obat keras lainnya yang seharusnya dibeli dengan resep namun ternyata tanpa resep pun masih dilayani seperti contohnya THP dan Tramadol. Kedua obat tersebut adalah obat yang memang legal diperjual belikan selama ada resep dokter untuk menebusnya, namun kadang banyak orang yang dapat membelinya tanpa resep dokter dan masih ada oknum apotek yang melayani, walaupun mungkin sekarang jumlahnya sudah berkurang daripada yang sudah-sudah.Â