Mohon tunggu...
Mary Denova
Mary Denova Mohon Tunggu... -

Simple Minded Girl, Little Naive and Coffee Addict

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bahaya Penyalahgunaan Obat Keras (PCC) di Masyarakat

15 Oktober 2017   22:28 Diperbarui: 22 Oktober 2017   22:27 2293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tapi masalah peredaran obat keras tanpa resep itu sebenarnya tidak hanya menyangkut oknum penyedia barang saja, karena kadang pembeli juga datang ke apotek membawa resep guna membeli obat tersebut tapi ternyata resep tersebut palsu karena mereka sendiri yang menulis item obatnya di lembar resep seorang dokter yang biasanya berprofesi sebagai dokter spesialis Syaraf, Psikiater bahkan dokter umum.

Selain itu oknum seperti dokter, pemilik sarana apotek yang bekerja sama dengan apoteker dalam pendirian sebuah apotek juga bertanggung jawab pada peredaran obat keras tanpa resep ini. Penulis meng]]emukakan asumsi ini karena dalam distribusi obat dari produsen ke konsumen, setiap pihak yang terlibat juga seharusnya ikut berperan serta dalam pengawasan peredarannya. Contohnya sebagai dokter, supaya memperhatikan lembar resep yang diberikan ke pasien, jika perlu mungkin membuat catatan item obat keras apalagi psikotropik dan narkotik yang diberikan ke pasiennya sehingga jika lembar resep tersebut disalahgunakan maka oknum dokter dapat mengetahuinya. 

Sebagai pemilik sarana apotek yang bekerja sama dengan apoteker maka diharapkan ikut melakukan pengawasan dengan cara tidak menjual item obat keras kepada pasien tanpa resep dan tanpa kehadiran apoteker (no pharmacist, no service), tidak membenarkan praktek "apoteker papan nama" dan tidak memaksa oknum apoteker menandatangani Surat Pesanan (purchase order) kosong. 

Sebagai apoteker atau asisten apoteker yang sebagai lini terdepan dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat, diharapkan juga melakukan pengawasan dengan berpraktek sesuai jam praktek, meniadakan praktek Apoteker papan nama, menolak menandatangani surat pesanan obat keras, psikotropik dan narkotik dengan jumlah yang tak sesuai kebutuhan bulanan apotek dan tidak melayani pembelian obat tanpa resep dokter, jika perlu menanyakan kepada oknum dokter penulis resep apakah benar menulis resep dengan item tersebut untuk pasien yang membawa lembar resep itu.

Kasus tertangkapnya oknum apoteker penanggung jawab dan asisten apoteker yang waktu itu bertugas melayani pasien, menurut penulis tidak bisa dikategorikan pelanggaran undang-undang kefarmasian dalam hal distribusi obat keras yang tidak boleh dibeli tanpa resep karena prosedur penangkapannya yang janggal. Dikatakan oknum asisten apoteker melayani pembelian Tramadol tanpa resep, padahal item obat itu menurut peraturan memang sah dimiliki oleh sebuah apotek lalu dikatakan diperjual belikan tanpa resep, apakah benar begitu? 

Ada beberapa kabar yang mengatkan waktu penangkapan itu ada 2 oknum yang menanyakan punya obat Tramadol kah? Tentu sebagai apotek yang berijin pasti punya, tapi jika tidak ada transaksi jual beli dan hanya ditunjukkan barangnya ke oknum tersebut apakah sudah dapat dikategorikan dijual tanpa resep? 

Agaknya terlalu mengada-ada alasan penangkapannya dan simpang siur berita yang beredar malah mengatakan keduanya terlibat dalam peredaran obat PCC yang menghebohkan media massa padahal kasus PCC dan Tramadol tak saling berkaitan namun berusaha di framing media seakan-akan saling berhubungan karena terjadi di kota yang sama, seakan hanya profesi kesehatan tertentu yang bertanggung jawab terhadap timbulnya masalah penyalahgunaan obat. 

Cerita yang sama pernah terjadi beberapa tahun yang lalu pada saat peredaran Vaksin palsu, padahal yang membuat adalah oknum bidan dan suaminya yang tidak berlatar belakang kesehatan namun lagi-lagi profesi kesehatan tertentu yang menjadi "kambing hitamnya." 

Berkaca dari kasus ini maka sesungguhnya yang dapat kita simpulkan adalah sebenarnya semua obat itu diformulasikan dan dikonsumsi dengan tujuan mengobati suatu penyakit dan gejala penyakit, yang menjadikannya "racun" adalah kita sendiri sebagai konsumen yang memakainya dengan takaran yang berlebih dari seharusnya dipersyaratkan/ menyalahgunakan indikasinya bukan untuk mengobati namun untuk tujuan yang tidak seharusnya. 

Oleh karena itu, mulai sekarang bijaklah dalam menggunakan obatmu dan selalu ingat bahwa obat dan racun keduanya adalah substansi yang sama yang membedakannya adalah takaran penggunaannya. Be healthy and Be Happy.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun