Sayang,
malam ini aku berdiri menatap lampu kota yang acuh. toko-toko tua mati suri. kafe-kafe sibuk mengaduk ambisi. trotoar-trotoar genit menggoda bunga-bunga di tepian jalan protokol. perempuan-perempuan pemakai rok mini bersendawa dengan nada rupiah, jumawa, membopong lelaki tampan yang sempoyongan karena menenggak wiski dan rasa sepi. jomblo-jomblo introvert asyik berkencan dengan robot GPT. dan anak-anak tak lagi mengenali ibu bapaknya sendiri, kecuali gawai yang membacakan dongeng sakti tentang diagnosa penyakit psikologi.
kucari-cari, di mana purnama dan hangat petromaks. suara cekikikan petak umpet dan riuh teriakan gobak sodor. aroma malam yang jauh dari tantrum gadis-gadis patah hati pemegang rokok elektrik, aroma malam yang diramu dari asap obat nyamuk bakar dan rasi bintang yang sibuk membuat puisi. kecupan hangat dan selimut dari rahim-rahim kasih. teh jahe di gelas blurik jatuh bangun mengejar si cantik tumbler-tumbler kopi. wayang-wayang khusyuk bersembunyi, di blangkon dalang-dalang berambut putih. sedang musik disc jockey membusungkan dada, menari-nari telanjang di hadapan pemuda-pemuda insomnia.
ribuan pagi telah ditunggangi nyeri sendi, juga nyeri dari hati para pencari butiran nasi, yang napasnya kembang kempis menghirup sendu polusi dan juga basin dari mulut bekas pengar subuh tadi. mereka hendak memejamkan mata untuk kedua kali, tapi sial, daftar cicilan terus membuat pupil berkontraksi.
detak jantung sesekali kencang memecuti siang, seringnya melemah karena kurang glukosa dan rempah-rempah penawar marah. katanya lelah adalah tembang kenangan, bagi mereka yang suka mengenang. tapi perang untuk kaki-kaki yang mengejar deposito nasib. remang bagi pekerja yang sempoyongan melawan hipotensi dan hampir pingsan menahan beban pengkhianatan demokrasi.
Bekasi, 12 November 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H