Sosoknya memang unik, meski usianya sudah cukup renta, namun Abah Landoeng (93) masih tetap bersemangat dan enerjik untuk berkeliling kota Bandung dengan sepedanya. Abah dengan setia menyambangi berbagai komunitas untuk berbagi pengalaman dan cerita terutama tentang gerakan lawan korupsi kepada masyarakat luas termasuk kepada para pejabat.
Selain sebagai relawan anti korupsi dan lingkungan, Abah Landoeng juga dikenal sebagai sosok relawan sejati. Sebut saja peristiwa Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955, Relawan Gerakan Ganyang Malaysia (1964), Tenggelamnya Kapal Tampomas II (1981), Tsunami Aceh (2004), Tsunami Pangandaran (2006) hingga jatuhnya pesawat sukhoi superjet 100 di Gunung Salak(2012), sosok ini selalu hadir dengan pesan kearifan lokal dilokasi bencana.
Pertama kali bertemu dengan sosok unik ini, saat peristiwa tsunami aceh 2004, Abah yang memang seorang pensiunan guru, memberikan trauma healing bersama dengan para relawan lainnya kepada para korban selamat, tujuannya yaitu agar mereka bisa kembali bangkit dari ganguan psikologis yang diakibatkan oleh syok atau trauma karena suatu peristiwa besar.
"Kita semua bersaudara, berbuat baiklah, bersahabatlah. Hormati kearifan lokal, jangan melawan alam.Tebarkan kebaikan dan bekerja dengan iklas. Biarkan nanti Tuhan yang akan membalas semua perbuatan. Karena berbuat baik tidak tidak pernah sia sia" Ucap Abah Landoeng kala itu membuka obrolan.
Persahabatan, sambungnya, merupakan sesuatu yang berharga. Jangan dinodai dengan hal hal buruk, karena persahabatan itu tidak mengenal suku bangsa, kasta maupun agama. Dan hal itu pulalah yang sepertinya ingin abah tunjukan kepada kami saat ulang tahun nya yang ke 93 di tahun 2018 ini. yaitu kisah nyata persahabatan "abadi" antara pemilik toko Cairo dan penjual Mie dan  Goreng di Jalan Mangga Kota Bandung.
Persahabatan Antara Penjual Nasi Goreng dan Pemilik Toko
Abah Landoeng dengan ramah menyambut para "sahabatnya" di warung itu. Abah berulang tahun ke 93, raut mukanya memancarkan kebahagiaan. Di atas meja sudah tersedia berupa sajian kuliner Bandung nasi goreng, mie goreng/rebus dan capcay. Sebagai pelengkapnya ada kerupuk udang dan acar timun.
"Hari ini abah undang sengaja untuk menikmati salah satu legenda kuliner Bandung, harus dicoba, karena kuliner ini dulu menjadi langganan para pejabat negara dan tamu tamu yang menginap di hotel Savoy Homman dan Preanger " Ujar Abah Landoeng membuka pembicaraan.
Abah mengaku mengenal secara pribadi dari sosok Pa Suyud yang ramah ini sejak tahun 60 han. Dimana kala itu pa suyud berjualan secara berkeliling, kadang mangkalnya suka di depan sebuah bangunan yang dari dulu tidak berubah yaitu Toko Cairo. Bangunannya sendiri berdiri sejak tahun 1919 (lebih tua dari bangunan dari Gedung Sate yang dibangun 1926) dan ini menjadi saksi bisu dari persahabatan dua generasi mulai dari Tuang Liong dan Pa Suyud hingga bu apin dan bu sani.
Sengaja abah mengundang untuk santap siang di Mie dan Nasi Goreng Pa Suyud ini, karena selain legenda kuliner Bandung juga ada nilai yang bisa diteladani yaitu persahabatan "abadi" ungkap relawan yang selalu bersemangat ini. Porsinya besar, mungkin sebagai perlambang makan bersama sama, karena satu porsi nasi atau mie gorengnya cukup untuk 2 hingga 3 orang.