Pro dan kontra Lesbian Gay Biseksual and Transgender (LGBT) masih menjadi perbincangan publik di Indonesia saat ini. Setelah Amerika Serikat (AS) melegalkan pernikahan sejenis, hal itu seolah menjadi pionir bagi kaum LGBT untuk keluar menunjukan dirinya, termasuk di Indonesia. Menurut aktivis LGBT Dr Dede Oetomo, kaum LGBT di Indonesia mencapai 3% dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 260 juta jiwa atau sekitar 7,8 juta orang.
Advokasi LGBT di Indonesia ini mendapat dukungan dari luar negeri, bahkan lembaga donor seperti United Nations Development Programme (UNDP) menggelontorkan dana hingga Rp 108 miliar untuk mendukung kegiatan LGBT di Indonesia.
Di Indonesia banyak yang menolak keberadaan kegiatan LGBT karena bertabrakan dengan nilai agama dan nilai-nilai tradisi yang sangat lekat di negeri ini. Masyarakat, tokoh agama, bahkan politisi menentang keras aktivitas LGBT, terutama di kampus-kampus.
Salah satu politisi yang paling keras menanggapi isu LGBT ini adalah antara lain mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring. Ia sampai memposting penolakannya terhadap LGBT di akun Twitternya. “Nabi SAW bersabda : Siapa yang kalian dapati mengerjakan perbuatan kaum Luth (homoseksual), maka bunuhlah”. Kicauan politisi PKS ini pun mendapat respon negatif dari netizen. Pernyataan ini meskipun dilandaskan oleh landasan teks agama namun karena Tifatul yang berbicara maka ia dipandang sarat akan politisasi dan amat berbau provokasi kebencian serta cenderung memecah-belah dalam konteks Indonesia saat ini. Penyampaiannya dianggap kurang tepat dan kurang baik.
Namun yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana kita sebagai warga negara harus menyikapi fenomena keberadaan LGBT di Indonesia? Tambah lagi problemnya sampai saat ini tak ada politisi atau pemimpin yang secara arif dan solutif menanggapi soal LGBT ini.
Sampai akhirnya saya membaca sebuah berita online pernyataan seorang politisi. Namanya adalah Eddy Soeparno. Ia adalah Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN). Sebelumnya saya tidak pernah mengenal sosok ini. Ia baru dalam jagat politik nasional kita. Secara tegas Mas Eddy ini menyatakan tak mungkin LGBT dilegalisasi di Indonesia karena ditolak mayoritas rakyat yang relijius dan memiliki sistem budaya serta kepercayaan yang kuat terhadap nilai-nilai keluarga.
Namun, yang menarik, menurut politisi PAN ini, pelaku LGBT juga memiliki hak yang sama sebagai warga negara dan dijamin di dalam UUD 1945. Ia menolak adanya eksklusi atau deskriminasi apalagi kekerasan terhadap kelompok LGBT. Justru mereka harus dirangkul, didekati dan diajak dialog, untuk mengajak mereka kembali ke jalan yang benar. Menurut saya pernyataan ini sungguh bijak dan berkarakter.
Ruang dialog kepada pelaku LGBT harus dibuka namun berbasis keagamaan dan sesuai dengan nilai tradisi yang ada di Indonesia. tujuannya tidak lain agar mereka bisa kembali normal dan menjankan kehidupan sesuai dengan nilai agama dan norma yang berlaku di tengah masyarakat.
Lebih lanjut, Mas Eddy ini meminta kepada para pelaku LGBT untuk tidak melakukan upaya yang bersifat persuasif apalagi yang provokatif untuk mengajak masyarakat agar mendukung gerakan dan keberadaan LGBT di Indonesia.
Dibanding politisi lain yang provokatif terhadap isu LGBT, pernyataan Bro Eddy ini lebih mencerminkan sikap seorang negarawan dimana meski ia menentang tegas praktik, gerakan dan kampanye LGBT di Indonesia namun ia tetap menghormati hak-hak warga negara dengan meminta jangan terjadi kekerasan terhadap pelaku dan simptisan LGBT.
Salut untik politisi yang beginian!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H