Beberapa hari lalu, saya mendengar Kota Makassar akan menggelar festival spektakuler yang diberi nama F8. Acara yang menjadi trending topic dua hari terakhir dengan tagar #makassarf8 ini kepanjangan dari festival film, food, fashion, flora, fine art, fushion jazz, and fiction writer. Rasa penasaran saya akan kemeriahan acara ini semakin menjadi dan alhasil saya memutuskan membeli tiket pesawat ke Makassar untuk menonton langsung festival yang dihadiri artis-artis papan atas Indonesia.
Harus diakui, soal tata kota, bisa dibilang perkembangan Kota Makassar adalah yang paling terdepan jika dibandingkan kota-kota lain di Indonesia. Penerapan smart city dalam pelayanan masyarakat membuat negara lain seperti Vietnam, Philipina, dan Thailand, ingin meniru konsep smart city yang dipakai di Makassar. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari sentuhan Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto, yang merupakan arsitek kelas dunia. Lalu bagaimana soal membuat festival?
Setibanya di Makassar 8 September kemarin, saya langsung menuju Pantai Losari, tempat dimana F8 berlangsung. Acara ini dibuka oleh Danny Pomanto dihadapan puluhan ribu masyarakat yang hadir. Pengunjung F8 bukan hanya orang Makassar, tapi banyak orang-orang seperti saya rela terbang jauh untuk menyaksikan F8 ini, bahkan saya melihat banyak sekali turis asing yang memeriahkan acara tersebut. Jujur, saya kaget, karena pesta rakyat yang dibuat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di daerah Monumen Nasional, tidak pernah dibanjiri lautan manusia seperti ini.
Acara ini pun terbilang tertib karena nampaknya sudah direncanakan dengan baik, dari mulai toilet yang mudah diakses pengunjung dan banyak, sehingga tidak perlu lama mangantre, lahan parkir tersedia, hingga penjagaan yang ketat dari Satpol PP yang bekerja sama dengan polisi setempat.
Saya pun berjalan-jalan di sekitar festival, di sepanjang Pantai Losari, banyak booth kuliner sepanjang 1,3 Km di F8, tapi bukan hanya kuliner biasa. Selain jajanan lokal khas Makassar, banyak makanan daerah lain juga ikut andil dalam acara ini, seperti makanan khas Kediri, makanan khas Manado, dan beberapa produk makanan/minuman pelaku UMKM Makassar. Saya pun teringat program prioritas Presiden Jokowi yang ingin mengembangkan sektor UMKM dalam menunjang perekonomian nasional. Artinya, selain mengembangkan tata kota yang baik, Makassar juga fokus terhadap program pemerintah pusat, yang bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat menengah ke bawah.
Acara F8 ini bisa dibilang setara jika dibandingkan dengan festival di luar negeri, sebut saja festival Tong-tong di Den Haag, festival D’avignon di Perancis, Festival Uluslarasasi di Turki, Festival Edinburgh di Skotlandia, dan lain sebagainya.
Selain itu, saya melihat acara ini sebagai ajang ‘unjuk gigi’ komunitas kreatif yang ada di Makassar, mulai dari pecinta musik, pecinta fashion, sampai pecinta lukisan turut meramaikan acara tersebut. Mereka disediakan tempat mempromosikan karya mereka tanpa dipungut biaya apapun.
Danny Pomanto, dalam sambutannya mengatakan, acara F8 akan rutin diadakan setiap tahunnya. Acara ini pun hasil kerja sama dengan 20 negara sahabat dan 42 kabupaten/kota, dan tiga provinsi dan hanya menghabiskan dana sebesar Rp 1 miliar. Danny pun bertekad menjadikan acara ini sebagai trade mark festival seni dan budaya di Asia. Selain itu, ia ingin menjadikan Makassar menjadi destinasi wisata yang dikenal di seluruh penjuru dunia.
Menurut saya, jika dilihat dari infrastruktur yang ada di Makssar dan letaknya yang strategis, bukan tidak mungkin Makassar menjadi destinasi wisata yang terkenal di dalam dan luar negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H