Mohon tunggu...
Denny Setiawan
Denny Setiawan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benahi Kawasan Prostitusi Tidak Perlu Berisik

18 Maret 2016   19:20 Diperbarui: 18 Maret 2016   19:44 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Enjang Sumantri, seniman dan antropolog eksentrik dari Bandung, pernah menyatakan bahwa indikasi kemajuan sebuah kota dilihat dari dua hal: yang pertama adalah jumlah pengemis, dan yang kedua adalah jumlah pelacur. Menurutnya, semakin banyak jumlah dua hal tersebut berarti semakin maju kota.

Pasti pernyataan kontroversial tersebut akan memancing perdebatan. Bagaimana mungkin memajukan suatu kota dengan cara meningkatkan jumlah pengemis dan pelacur. Tentu saja maksudnya bukan begitu. Namun jika kita mau melihat kenyaataan saat ini, semua kota di dunia yang berhasil menciptakan kehidupan yang berdenyut cepat pastilah memilki ruang-ruang, baik gelap maupun terang, untuk memenuhi hasrat komsumen prostitusi.

Sebutlah beberapa nama kota besar di Indonesia! Jakarta punya Kalijodo, Mangga Besar, Jatinegara, dan lainnya. Di Bandung ada Saritem, di Yogyakarta ada Pasar Kembang, di Surabaya sempat ada Doli yang terkenal. Begitu juga dengan Makassar, kawasan yang dikenal sebagai lokasi prostitusi ada di sekitar pelabuhan internasional.

Prostitusi pada praktiknya sudah ada sejak dahulu kala. Dia berkembang dari masa ke masa. Namun di Indonesia, prostitusi tidak pernah mendapatkan legalisasi, baik menurut hukum positif maupun menurut norma-norma yang berlaku di masyarakat. Menurut ingatan penulis, hanya Gubernur Ali Sadikin yang berani mewacanakan legalisasi prostitusi (dan perjudian) secara terbatas di sekitar Kepulauan Seribu. Wacana ini juga tidak terealisasi meski akhirnya konsep ini digunakan sebagian oleh Malaysia dengan Genting Highland-nya.

Jika prostitusi memang dilarang oleh hukum dan norma yang berlaku di masyarakat, tentu pemerintah punya kewenangan untuk “membasmi” prostitusi dari hulu sampai ke hilir. Beberapa generasi pemimpin yang tidak menyentuh prostitusi (meski tidak melegalisasi) seperti tidak punya itikad untuk mencari solusi atas patologi sosial yang terjadi dari generasi ke generasi tersebut. 

Saya merasa tidak perlu untuk menjelaskan penyebab dan akibat prostitusi. Kita akan punya pendapat yang sama. Namun yang menjadi penting adalah bagaimana pemerintah bisa menyelesaikan persoalan tersebut.

Beberapa waktu yang lalu, media massa gencar memberitakan Risma Walikota Surabaya yang dengan tegas dan keras memberantas praktik prostitusi di Doli. Drama-drama mencekam diperlihatkan ke publik, mulai dari hadangan senjata tajam sampai wasiat jika mati saat memberantas Doli. 

Begitu juga dengan Ahok Gubernur Jakarta yang membongkar Kalijodo setelah ada pengguna jalan yang meninggal karena tertabrak supir yang mabuk sepulang dari sana. Drama-drama khas film eksyen dipertontonkan ke publik. Mulai dari ancaman seribu preman, razia senjata tajam, sampai aparat bersenjata laras panjang yang bersiap melumpuhkan siapapun yang melawan.

Nun jauh di timur Indonesia sana, jauh dari hingar bingar media massa yang digerakan oleh rupiah, Danny Pomanto Walikota Makassar berhasil merevitalisasi kawasan Jalan Nusantara dan Jalan Penghiburan yang sebelumnya dikenal sebagai lokasi esek-esek menjadi pusat kuliner Kota Makassar.

Sejak pelabuhan itu ada, daerah sekitarnya dilihat sebagai lokasi yang strategis untuk membuka penginapan, bar, dan tentunya rumah bordil. Hal ini memang untuk memenuhi kebutuhan para pelaut, bukan warga lokal di sana. Waktu terus berlalu, kawasan itu berkembang sesuai dengan perubahan jaman. Semakin modern, semakin menghibur, semakin menarik para penikmat hiburan malam.

Kini, kesan dan praktik itu sudah tidak ada lagi. Walikota Makassar berhasil memberikan solusi atas permasalahan besar tanpa berisik, tanpa drama, tanpa laras panjang, dan tentu saja tanpa media massa. Para wanita tuna susila dibina oleh Dinas Sosial, dibekali kemampuan, hingga akhirnya bisa menjadi bagian dari gemerlapnya kemajuan Kota Makassar sebagai Kota Dunia Untuk Semua.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun