Ada sebuah pelajaran menarik dari turunnya harga minyak mentah dunia yang sudah menginjak angka dibawah USD 70/Barrel. Menurut the economist ada beberapa sebab harga minyak dunia turun : ekonomi dunia yang sedang melemah (sehingga permintaan menurun), ketidakstabilan Irak dan Libya dan booming shale oil (and gas) Amerika.
Biasanya, ketika permintaan rendah sehingga harga turun, OPEC (produsen 40% minyak mentah dunia) akan buru-buru membuat kesepakatan (dalam rapat darurat mereka) memotong produksinya, namun dalam rapat darurat akhir November lalu, Organisasi Kartel minyak ini tidak mencapai kesepakatan untuk menurunkan produksi mereka. Saudi ngotot agar OPEC mempertahankan produksi untuk menekan produksi Shale Oil Amerika yang biaya produksinya masih tergolong tinggi. sehingga harga minyak mentah masih terus cenderung turun hingga hari ini.
Tapi, bukan itu poin pentingnya, meskipun mempelajari geopolitik migas jadi cukup menarik.
Perkembangan Shale Oil Amerika menyebabkan di Oktober 2014 (dengan produksi 9 Juta barrel/day) negara ini mengalami masa produksi minyak terbesarnya sejak 3 dekade terakhir (lihat gambar).
Hasilnya ketergantungan mereka terhadap impor kian berkurang (lihat gambar).
Yang menarik adalah ditengah gegap gempita perkembangan Shale Oil mereka, secara paralel mereka terus mengembangkan potensi energi terbarukannya (lihat gambar).
Padahal menurut catatan US Departement of Energy, resources Shale Oil mereka mencapai 2 Triliun Barrel, wow. artinya dengan hanya mengandalkan shale oil saja mereka dapat bertahap ratusan tahun.
Pelajaran berharganya adalah Amerika sama sekali tidak main-main jika berbicara ketahanan dan kemandirian energi mereka, euforia shale oil sama sekali tidak menjadikan mereka lupa diri untuk terus mengembangkan segala potensi energi mereka untuk memastikan kebergantungan mereka terhadap impor energi kian menurun, jangka panjangnya >> Ketahanan Energi.